||•||
Tahlilan Azhar selama tujuh hari ini telah terlaksana. Shaka perlahan sudah ikhlas dengan kepergian Azhar. Keluarga Shaka dan Naira, juga sempat hadir ke pemakaman Azhar. Namun mereka tak mengikuti tahlil sampai hari terakhir.
“Mak, Pak, saya pamit pulang ya,” ujar Shaka kepada kedua orang tua Azhar.
“Iya nak, hati-hati di jalan ya,” balas Pak Ridwan, sembari mengelus punggung Shaka saat laki-laki itu menyalaminya.
“Pamit pulang ya, mak,“ tutur Naira juga.
Mak Ratih tersenyum, juga mengelus punggung Naira. Mata Mak Ratih terlihat sedikit sayu. Apalagi hatinya sedikit menjerit. Mengingat Azhar yang belum sempat menikah, saat melihat Shaka yang sudah memiliki istri.
“Hati-hati di jalan pulang ya, hati-hati bawa mobil nya, kalo ngantuk berhenti dulu,” ucap Mak Ratih. Mengingatkan pada Shaka. Ada rasa takut, dalam hatinya.
Ia takut hal yang anaknya alami terjadi untuk yang kedua kalinya pada Shaka. Bagaimanapun, Mak Ratih sudah menganggap Shaka anaknya juga.
“Mak, Pak, maafin Shaka ya, kalo selama ini Shaka sering ngerepotin Azhar.”
“Ngomong apa kamu tuh. Justru bapak sama emak di sini tercukupi karena Azhar punya pekerjaan lebih menjanjikan…” Pak Ridwan tersenyum sejenak, lalu senyum itu kembali memudar. “Tapi waktu itu.”
Perkataan itu membuat Pak Ridwan mengingat kembali pada kenyataan.
“Sudah, sekarang pada pulang, keburu malem,” Sahut Mak Ratih, mendalihkan. Tak ingin kembali menyelami kesedihan.Shaka dan Naira pun pulang, kini. Sepanjang jalan tak ada percakapan antara keduanya. Naira melirik sekilas ke arah Shaka.
“Kenapa, Nai?” tanya Shaka tanpa menolehkan kepalanya.
Naira sedikit terkejut, melihat Shaka yang langsung meresponnya. Padahal Naira hanya melirik sekilas. “Gak papa.”
Suara nada dering ponsel terdengar samar.
Naira langsung melirik ponselnya. Ia pikir itu miliknya, ternyata bukan.
“Kayaknya dari handphone aku deh, sayang. Maaf tolong ambilin, ada di jaket, di jok belakang.”
Naira pun segera meraih jaket itu. Dan langsung meraih ponsel Shaka.
“Dari siapa?” tanya Shaka.
“Mama.” Naira pun langsung mengangkat telponnya.
“Assalamu’alaikum, ma. Ada apa? Kenapa gak telpon Nai aja?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Jawaban Naira
FanfictionApa jadinya jika jodohmu adalah tetangga sendiri? Naira Fatimah Khanza, seorang perempuan yang lebih sering menghabiskan waktunya di kamar seorang diri. Tiba-tiba, dipertemukan kembali dengan laki-laki yang menjadi teman semasa kecilnya. Dipta Sh...