30. Kesepakatan

978 111 0
                                    

||•||

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

||•||

“Saya harap kamu betah di sini ya,” ujar Shaka yang baru saja menerima pegawai baru di kedai kopinya. Kini, kedai kopi itu benar-benar Shaka sendiri yang mengelolanya. Begitu pun juga dengan bisnis produk pakaiannya. Dan tentu saja, harinya akan semakin padat. 

Laki-laki yang menjadi pegawai baru itu hanya mengangguk kikuk seraya menerima jabatan tangan Shaka. Tak terlihat tersenyum karena masker yang selalu terpasang di wajahnya itu.

“Aldo, bimbing rekan kerja kamu yang baik ya,” ucapnya lagi, pada salah satu pegawai yang telah lama di sana.

“Siap pak bos! Saya juga seneng kok, akhirnya saya punya temen cowok. Capek, temenan sama si Dinda si Sani mulu, julid mulu mereka pak bos,” celotehnya, seraya melirik ke arah Dinda dan Sani yang berdiri tak jauh darinya.

Plak!

“Bisa aja lu, kutu barbie! Kek lu gak julid aja,” lawan Sani dengan sedikit pukulan pada kepala Aldo.

“Heh, diem," bisik Dinda, yang was-was karena Shaka sudah menatap mereka dengan tajam.

Yah, salah satu hal sederhana namun berharga bagi ketiga pegawai itu, adalah merindukan Azhar yang lebih lunak dibandingkan dengan bosnya, Shaka. Shaka sebetulnya tidak galak, hanya tak suka jika para pegawai nya itu bercanda dengan sedikit kekerasan.

“A-afwun pak bos,” tunduk Aldo.

Afwan, bahlul!” Sani lagi-lagi kelepasan menggeplak Aldo.

“Sudah, sekarang kerja lagi,” lerai Shaka, kemudian.

“Iya siap! Pak bos!”

Kalian tentu tahu siapa yang menyahuti Shaka dengan nada semangatnya itu.

•••••

Jalanan Bandung hari ini yang macet, membuat pandangan Shaka terpaku dengan sesuatu hal yang tak jauh di depannya. Secara tak sadar, salah satu sudut bibirnya tertarik. Menunjukkan sebuah senyum asimetrisnya.

Tak lama, laki-laki itu langsung memutar setirnya, membelokkannya ke arah kanan.

Shaka sudah lama  berniat untuk memberi hadiah kecil-kecilan untuk seseorang. Yah, bukan sebagai pertanda apa-apa. Hanya, ingin saja.

Begitu sudah membeli, dan pekerjaan hari ini pun telah usai, dirinya seperti biasa akan mampir ke suatu tempat terlebih dahulu.

Memakirkan mobil tak jauh dengan tempatnya, Shaka tampak memperhatikan lalu lalang orang-orang yang mulai bubar. Menunggu kedatangan seseorang dengan sabar.

Oh ya! Itu dia!

••••••

“Halo, Assalamu’alaikum, kenapa?”

Jawaban Naira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang