Bab 8.

960 28 4
                                    

"Kamu kenapa sih? Tumbenan beli rujak nanas sebanyak ini? Apa gak mules perutmu?" ucap Jesika, memperhatikan Kirana dari tadi kunyah nanas tanpa henti.

Kirana malah menikmati tanpa peduli. Dia sudah berusaha mengingat kejadian kemarin malam. Saat bangun, dia sudah di rumah sewa. Apalagi dia juga teringat bagian bawahnya sangat berkedut-kedut. Hanya terdapat secarik kertas di kantong celananya. Terdapat sebuah pesan. Kalau uang tips kerjaan sudah di transfer.

Lalu dia mencari pil dimana Jesika berikan untuknya. Pil buat mencegah hal tidak dia inginkan. Memang pil itu bahaya banget buat beli. Itu juga Jesika dapat darimana. Karena tidak menemukan pil itu. Cara paling halus. Makan nanas. Sebenarnya dia kurang menyukai buah seperti ini.

"Mungkin aku sebentar lagi mau haid. Makanya pengen makan buah asem," ucapnya beralasan.

Jesika mengeluh, "Hum... bisa begitunya? Aku baru tau. Terus, job kemarin malam bagaimana? Lancar?"

Kirana tiba-tiba tersedak sama nanas dia makan. Jesika dengan cepat tuangkan minuman untuk Kirana. Kirana dengan cepat menegakkan air itu hingga kandas.

"Bangkek! Sakit!" umpatnya, setelah nanas satu potong turun dari tenggorokan. Dia merasa sangat tidak enak pada tenggorokannya.

"Pelan-pelan," Jesika mengelus pundak Kirana.

Kirana tidak bisa menceritakan kepada Jesika soal kemarin malam. Dia sampai sekarang tidak mengingat kejadian tersebut. Yang pasti soal melakukan biasa dilakukan, pastinya itu terjadi. Hanya saja dia tidak ingat dengan siapa. Dia sangat kacau banget.

"Oh ya, Ngomong-ngomong. Kamu kenal namanya Selina?" Jesika tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan.

Kirana meletakkan piring ke tempat cucian. "Siapa?"

"Anak jurusan Manajemen, Selina yang paling cantik di kampus. Setiap hari di antar jemput sama mobil Alphard," kata Jesika.

Kirana mencoba mengingat. Dia tidak terlalu hafal sama wajah orang di Kampus. Kalau buat nama dia juga sama, tidak terlalu hafal. Nama juga banyak kesamaan. Jadi agak sulit dia mengingat itu semua.

"Memang kenapa?"

Jesika memainkan kuku yang baru saja dia percantik oleh kutek dia beli kemarin. "Banyak yang membicarakan tentang dia."

"Soal?"

Kirana selesai cuci piring. Sekarang Jesika ada di rumah sewa Kirana. Soalnya hari ini mereka tidak masuk kuliah. Mata kuliah mereka ikuti, dosen sering tidak hadir. Entah karena ada urusan atau apalah. Toh, itu juga mata kuliah sangat membosankan. Belum lagi, Kirana sudah janji akan bantu tugas Jesika diberikan sama Pak Tomi.

"Banyak, gak jelas juga sih. Ada yang omongin kalau dia diam-diam suka sama seseorang. Itu juga sama Dosen."

"Masa?"

"Iya, ada juga yang omongin. Dia sosok cewek yang ramah banget. Bahkan sok akrab sama dosen atau anak jurusan lain. Ada juga sih, kalau dia ternyata suka sama Pak Tomi," cerita Jesika.

Kirana malah tidak membawa serius. "Masa sih? Kok aku gak dapat gosip kayak gitu?"

Jesika menjitak Kirana. "Aduh!"

"Gimana kamu tau? Toh, itu kemarin di kampus. Kamu terlambat masuk kelas mata kuliah pertama. Aku sama anak lain juga baru dapat gosip. Aku juga gak yakin dan percaya. Kamu tau, kan. Sosok Pak Tomi itu kayak mana terhadap kita?" sewot Jesika.

"Dosen killer?" ucap Kirana dengan julukan untuk Dosennya.

Jesika mendengkus, dia juga sempat berpikir. Sosok kayak dosen seperti itu. Mana mungkin dengan mudah didekati. Apalagi dengan tugas mendadak dia dapatkan. Lalu dia melirik Kirana sedang serius sama hapenya. Teman-teman juga dapat tugas dari dosen itu. Kenapa hanya Kirana saja tidak mendapatkan tugas darinya.

"Aku penasaran sama Pak Tomi. Kamu yakin, kamu gak dapat email dari dia?"

"Email apa?"

"Email tugas darinya, lah!"

Kirana menggeleng, sempat juga tunjukkan inbox email ke Jesika. Barulah Jesika percaya. Dia merasa aneh. Tidak mungkin mahasiswi seperti dia dan Kirana. Termasuk mahasiswi paling malas. Kadang tidak pernah dengar pencerahan darinya.

"Aku merasa aneh sama Pak Tomi. Kenapa, aku sama anak lain dapat tugas darinya. Sementara kamu, gak? Apa jangan-jangan dosen itu...."

Kirana memandang Jesika. Jesika mulai curiga terhadapnya. "Jangan-jangan apa?"

"Gak mungkin," gumamnya.

Jesika tidak akan percaya soal gosip tentang dosen itu. Ada beberapa sih isu soal dosen mereka sedang bicarakan. Tidak juga dengan semua gosip yang simpang siur. Dia sangat kenal banget sama Kirana.

"Ada apa sih? Memang kenapa dengan dosennya?" Kirana semakin penasaran saja sama sikap Jesika.

Hening sesaat, Kirana pun sadar maksud ucapan Jesika. "Jangan prasangka buruk dulu. Bisa jadi tuh dosen gak ingat email aku. Kamu tau, beberapa tugas yang sering di berikan sama dosen mendadak itu. Waktu isi formulir pendaftaran di sini. Aku cantumkan beberapa alamat email di sana. Mungkin salah satu email itu dia kirim," terang Kirana menjelaskan.

Jesika menopang wajahnya. Dia mencibir, "Aku, kan, bilang gak mungkin. Sebenarnya banyak gosip kamu sama dosen itu. Jadi anak lain juga curiga. Kamu gak ingat, di semester empat? Tahun lalu. Saat ujian mendadak darinya. Saat kamu dipanggil sama dia. Terus kamu selesai diberikan tugas sama dia. Kamu langsung keluar kelas tanpa beri tahu, tugas soal apa dia berikan ke kamu," ceritanya.

Jesika mengungkit soal masalah tahun lalu. Kirana pasti ingat hal itu. Itu tidak terlupakan. Apalagi, dia memang tidak ada niat ikuti kuliah tersebut. Entah kenapa setiap ada ujian, tugas. Kirana kerjakan tanpa repot. Selalu mendapat hasil memuaskan. Walaupun sedikit diberi bantuan sama anak lain. Selain itu, entah dapat email dari mana. Dia berikan jawaban soal tugas tersebut. Kadang bocoran jawaban.

Sampai sekarang pun dia masih bertanya-tanya. Bukan dia termasuk cewek spesial untuk dosen di kampus. "Ingat, itu gak bisa aku lupain. Sampai sekarang juga aku masih penasaran sama isi jawaban dari email misterius itu," katanya.

Jesika kali ini serius. Dia tidak ingin ada diantara mereka menyembunyikan rahasia. Jesika paling benci jika ada uang menyembunyikan sesuatu secara diam-diam. Dia memang agak barbar, tetapi dia juga tidak ingin mempunyai teman munafik hanya karena dia terlalu royal.

"Ada satu gosip, ini serius. Aku gak tau itu benar apa gak. Dua hari kemarin, ada orang melihat kamu sama seseorang? Lebih tepatnya, saat kita selesai makan di warung bakso. Aku sempat tawarin kamu nginap di kost. Tapi kamu menolak. Terus, kamu malah memilih jalan kaki ke rumah sewamu. Terus, tepat di gang sempit. Ada orang lihat, kamu sedang berpelukan sama seorang pria? Aku harus harap ini gak benar, ya."

Jesika hanya ingin memastikan benar apa tidak gosip dibicarakan itu. Dari kemarin dia kebawa pikiran. Apalagi soal kemarin, dia titip absen sama Kirana. Malahan Kirana lebih terlambat masuk. Bahkan waktu istirahat pun usai. Dia baru datang.

Kirana membeku. Dia malah tidak tau, kalau ada orang berkeliaran di sekitar dekat rumahnya. "Apa benar, kamu sama seorang pria? Mereka sih gak jelas muka pria yang sedang bersama kamu. Ada yang bilang kalau pria bersama kamu itu, Pak...."

"Salah lihat kali!"

Kirana mendadak berteriak, membuat Jesika terkejut. "Mana mungkin dia. Badan boleh sama, muka gak. Mungkin orang yang lihat aku sama pria itu. Dia adalah ...."

"Makanya aku gak yakin. Mana mungkin si dia. Apalagi kamu paling kesal sama dia," Jesika tidak akan percaya soal isu itu. Dia tau Kirana tidak akan berkhianat.

"Jelaslah, gara-gara dia juga. Nilai ujian aku semua D. Gara-gara dia juga, aku harus mengulang semua mata kuliah. Kesal banget!"

Kirana memang kesal dengan satu dosen di kampusnya. Dosen itu tidak bisa diajak kompromi. Bahkan semua dia ikuti tidak pernah terjadi. Sehingga dia harus mengulang semua mata kuliah dari awal sampai akhir. Padahal hanya mata kuliah di semester empat dan lima. Entah, nasib sialnya selalu membuatnya stres.

***

√TERJEBAK KARENA NAFSU (21+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang