Seiring perjalanan waktu, Kirana pun melakukan tugas sebagai asisten guru Tomi. Sampai di rumah dosen itu. Tidak ada hal yang spesial. Hanya sebuah rumah biasa. Murid Tomi sudah tiba sebelum dirinya sampai. Mereka menyambutnya begitu ramah.
Mereka begitu mandiri, mengeluarkan buku-buku yang akan dikerjakan, Kirana hanya mengawasi. Kadang ditanya oleh anak laki-laki berumur sebelas tahun, ternyata merasakan ini sangat menyenangkan. Sampai melamun dan mengingat masa sekolah dulu.
"Kak Kira!"
Kirana masih melamun, sedang membayangkan masa-masa kecil kurang bahagia. Mengingat saat duduk di bangku kelas tiga dasar. Nasibnya tidak seindah dengan teman seumurannya. Bagaimana saat di bully oleh teman sebangku. Melecehkan dirinya tepat pelajaran masih berjalan. Teman-teman sekelas hanya bisa dan menyaksikan atas perilaku dari anak laki-laki jahil itu.
"Kak Kira!"
Dia tidak bisa membayangkan itu semua. Selama perjalanan sekolah hingga selesai. Tidak ada yang istimewa di hidupnya. Rata-rata teman pada memilih jalan hidup masing-masing. Ada yang sudah berkeluarga saat usai pendidikan sekolah. Sungguh dirinya begitu iri sekali.
"KAK KI-RA-NA!"
Terkejut setelah namanya dipanggil. "Ah? Ya? Ada apa?"
Dia tidak konsen sekali, terlalu banyak pikiran sehingga tidak fokus pada anak-anak yang sudah selesai mengerjakan tugas dari sekolah. Mereka merenggut, seakan terabaikan oleh asisten guru yang baru.
"Kak Kira, melamun apa sih?" tanya salah satu anak laki-laki berkulit cokelat sawo.
"Hah? Gak melamun apa-apa. Sudah selesai kalian kerjakan tugas sekolahnya?" jawab Kirana.
"Sudah dari tadi, apa sih yang Kakak pikirkan?" ucap anak perempuan dengan rambut yang lucu sekali.
Kirana tidak tahu harus memberi jawaban apa untuk mereka. "Gak ada, ya sudah..., mana tugas kalian. Biar aku periksa."
Mereka memberikan buku kepadanya. Tanpa sepengetahuan, di dalam rumah terdapat sebuah kamera tersembunyi, ada juga perekam suara. Di sana akan terdengar jelas kegiatannya tersebut.
Tomi sedang menghadirkan meeting dengan perusahaan lain. Sambil mendengar ceramah dari sales marketing, sambil melihat lewat notebook, serta pendengar dari earphone.
Kirana mengernyit dengan jawaban dari salah satu murid Tomi. "Marvel siapa?"
"Dia ..., Marvel ..., dipanggil tuh!" salah satu teman menunjukkan seorang anak laki-laki dengan muka murung.
Sambil memperhatikan anak itu, "Marvel, bisa ke sini sebentar? "
Anak itu menuruti dan berjalan mendekatinya, kemudian berdiri menghadap. Kirana tidak tahu mulai dari mana memberi pertanyaan pada anak laki-laki di sebelahnya.
"Hem, Marvel ..., kakak gak tau, mau kasih pertanyaan apa ke kamu." Sambil melihat buku yang diisi berupa beberapa kalimat tidak dimengerti olehnya, " soal jawaban kamu ...,"
"..., Kak Kira. Marvel kalau di sekolah jarang kerjain PR-nya. Sering bolos. Terus, suka bikin onar. Apalagi sering ...."
Dengan cepat mencegah ocehan dari murid-murid Tomi. Rasanya dia akan kesulitan untuk meluluhkan hati seorang anak kecil.
Dia mencoba menarik napas secara perlahan-lahan. "Begini Marvel, kakak gak tau, bagaimana memberimu nasihat yang tepat. Kakak hanya ingin kamu menjadi anak yang berguna. Besok-besok kakak harap kamu bisa perbaiki, Oke?"
Kirana berharap, "Semoga dia mengerti maksud kata-kataku," batinnya.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/312315382-288-k487661.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
√TERJEBAK KARENA NAFSU (21+)
RomanceLANJUT BACA DI INNOVEL Terkhusus untuk pembaca di usia 21 tahun ke atas. *** Mau berapa kali alasan pun. Pada akhirnya tetap saja tidak akan berjalan mulus. Kirana hanya sebatas sosok tidak tahu, dan memilih dunia yang tidak adil.