Bab 16.

381 17 3
                                    

Hari ini, Senin. Kirana sedang mencari sebuah buku, buku untuk skripsinya. Di sini dia telah berdiri beberapa menit, masih belum ada buku yang pas buat skripsinya. Dia merasa menyerah, memikirkan judul saja sangat sulit sekali. Pada akhirnya dia malah menuju ke satu rak buku yang banyak sekali manusia-manusia serius membaca.

Buku novel, banyak buku novel berjejer di sekitar rak dengan rapi, serta judul-judul yang menarik oleh matanya. Salah satu buku yang menarik perhatian oleh Kirana adalah Status Pernikahan. Salah satu penulis dari aplikasi yang menurut dirinya sangat asing banget.

Kirana pun mengambil buku yang sudah terbuka segel plastik. Dia pun membaca belakang buku sampul, setelah itu, dia merasa ceritanya cukup menarik untuk dilanjutkan baca kembali. Dia pun membuka halaman pertama, dengan pengamatan dia lihat, daftar isi, design, pengeditan, dan segalanya.

"Suka baca novel serial juga?"

Suara itu mengganggu konsentrasi Kirana yang sedang membaca. Dia mengabaikan suara itu. Dia malah berpindah tempat, karena dia memang sangat menghayati cerita buku dia pegang. Walaupun baru tiga puluh halaman dia baca, tetapi dia merasa orang yang mengajaknya berbicara mengikutinya.

"Apa pekerjaan kamu hanya jadi tukang penguntit?" Kini Kirana serius sekali bertanya, dia sudah capek melihat manusia seperti pria di sebelahnya.

Entah kenapa setiap dimana dirinya melangkah, pasti ada dia. "Cuma kebetulan," jawabnya enteng. Di tarik salah satu buku, terus dibuka. Tetapi tidak untuk dibaca, diletakkan kembali, lalu diambil lagi buku lainnya.

"Oh ya? Cuma kebetulan, apa memang pekerjaan kamu tukang penguntit?"

Pria itu langsung menatap Kirana. Kirana pasti membalas. Karena selama ini, dia begitu penasaran dengan pria satu ini. Dia sudah beberapa kali memikirkan cara buat menghindar dan menjauhi. Tetapi hal itu malah tidak memihak.

"Memang cuma kebetulan, karena suatu pekerjaan juga. Memang di sini tempat Gramedia yang super besar, apa harus kamu seorang mengunjunginya?" katanya.

Kirana melanjutkan kembali bacanya, sambil membalas percakapan mereka. "Gak juga sih, bebas saja. Aku hanya merasa, itu bukan kebetulan. Aku merasa kamu itu...."

Tiba-tiba tepukan bahu dari siapa membuat Kirana menoleh. "Hei! Kira!"

Seorang lelaki yang manis tingginya seimbang dengan tinggi pria ada disebelah Kirana. "Vian? Kamu di sini juga?" Kirana pun menyambut dengan suara yang bersahabat sekali.

"Iya, karena ada sesuatu yang mau kucari," jawabnya.

"Kamu sendiri?" lanjutnya bertanya.

Kirana pun mengabaikan pria disebelahnya, dia malah melayani Vian berbincang-bincang seputar skripsi dia sampai sekarang susah mencari judul yang cocok untuk kelulusan kuliah. Pria itu merasa tidak menyukai kemunculan Vian. Membuat dirinya terus mengawasi dan memantau gerak-gerik tersebut.

"Seperti yang kamu lihat?"

"Baca Novel?"

"Bukan, aku sedang mencari buku buat judul skripsi kuliahku, sampai sekarang belum ketemu yang cocok. Padahal aku sudah membaca semua isi buku skripsi kamu. Tetap saja belum kecantol ke otakku," ucap Kirana merasa dia sudah putus asa sekali.

Pria itu masih di tempatnya sambil mendengar percakapan mereka berdua. Dengan pengertian, dia ikut bergabung, dan menyambung juga percakapan mereka.

"Saya bisa membantu kamu untuk menyusun skripsi, kalau kamu tidak keberatan?" ucapnya, membuat Vian menoleh sumber suara itu. Memang dari tadi Vian memperhatikan ada satu orang berdiri di sebelah Kirana. Tetapi dia pikir kalau orang itu tidak ada hubungan sama Kirana.

"Oh ya, kata kamu, kamu punya kenalan yang bisa bikin skripsi?" Kirana malah bertanya pada Vian. Vian jadi bingung buat menjawab. Kirana mengedipkan mata ke Vian agar mengerti maksud dia mengatakan itu.

Vian sekali lagi beralih ke pria di sebelah Kirana, dengan cepat Vian menanggapi. Padahal dia tidak pernah menyebutkan ada kenalan buat skripsi. "Ah iya, ada. Memang kamu mau? Aku agak kurang yakin, soalnya pembayaran buat skripsi itu ... sedikit ..."

Vian jeda sebentar kalimatnya, sejujurnya, dia juga tidak mempunyai teman bisa buat skripsi. Pria bersama Kirana, mengetahui jika mereka berusaha untuk berakting. Baginya malah akan jauh lebih menarik. Bahwa dia tahu, kalau Kirana kembali mencoba untuk menghindar.

"Kamu benar tidak mau, saya bantu kamu susun skripsi? Soal bayaran, jangan dipikirkan. Saya yakin kamu akan puas dengan hasilnya, dan bisa membanggakan ayahmu," ucapnya. Dengan lagak / sikap telah menang.

Vian melihat seulas senyum dibalik wajah pria itu. Vian tidak tahu, siapa pria ada di sebelah Kirana. Yang pasti, Vian bisa menebak kalau pria itu ada hubungan dekat.

"Gak apa-apa, belum lagi, aku juga sedang cari tugas sampai sekarang belum selesai. Makin pusing saja kalau sudah akhir semester!" gerutu Kirana, malah mengabaikan tawaran pria di sebelahnya.

"Memang tugas apa? Setahu aku, kalau sudah jelang menuju penyelesaian kuliah, sudah tidak ada lagi tugas apa pun?" Vian bertanya.

Kirana menghembuskan napas yang sangat berat banget. "Maka dari itu, gara-gara bantu bertanya ke dosen sialan itu. Pada akhirnya aku juga dapat tugas jauh lebih menyedihkan ketimbang punya teman-teman."

Vian kembali berpikir lagi. Dia juga tidak bisa membantu terlalu banyak. Tujuan dia ke sini karena ada pekerjaan. Tetapi melihat raut wajah Kirana. Memang sedang butuh bantuan.

"Apa ini yang kamu cari?"

Tiba-tiba pria itu menunjukkan ponsel ke wajah Kirana. "Bisa gak, kamu jangan ganggu yang sedang frustrasi?" ucapnya.

"Lihat dulu, saya yakin, kamu memang sedang mencari bahan ini?" katanya masih belum menyerah. Vian bisa melihat sikap pria itu memang bermaksud baik.

Hanya saja, Vian tidak paham dengan Kirana. Kirana enggan untuk lihat layar ponselnya. Karena pria itu memaksa. Dia pun melihat dan dengan cepat dia merebut dari tangannya. Vian tentu mengamati dua orang di depannya itu. Apalagi raut wajah pria itu penuh misterius. Semakin Vian mengamati sekali lagi wajahnya.

Seakan Vian teringat dengan seseorang. Pria itu merasa kalau dirinya diperhatikan oleh lelaki yang ngobrol akrab banget sama Kirana. Dengan cepat pria itu membalas tatapan Vian. Vian tersadar jika tatapan itu memang ada maksud.

"Oh ya, Kira. Aku balik dulu, ya. Nanti aku kabari ke kamu lagi soal kenalan buat skripsi," ucapnya, berpamitan ke Kirana.

"Oke!"

Saat Vian pergi meninggalkan toko buku tersebut. Vian sempat berhenti dan menoleh kembali di mana Kirana dengan pria itu masih di sana. Kirana sempat ngobrol dengan pria itu. Walau cara bicara Kirana sedikit kolot.

"Tidak mungkin, kalau dia itu...."

Vian sekali lagi menggeleng, dia belum yakin jika dia kenal pria itu. "Tidak! Aku mungkin salah! Sudahlah, balik lagi!"

Pria itu sempat mengamati luar toko buku, di mana Vian beranjak dari tempat ini. Pria itu merasa sangat tidak familiar dengan lelaki tadi. "Kamu dapat dari mana ini semua? Apa dari buku pak Tomi, juga?" Kirana bertanya pada pria itu.

"Kamu kenal sama dosen killer itu?" tanyanya lagi, sambil scroll layar ponsel pria itu.

Kirana merasa pertanyaannya diabaikan oleh pria itu. Dengan cepat Kirana menunjukkan sikap kesal dan mengembalikan ponsel ke depan dadanya. Membuat pria itu terkejut. Kirana pun pergi begitu setelah meletakkan buku dia baca.

****


√TERJEBAK KARENA NAFSU (21+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang