Satu tahun kemudian ....
"Ma, aku berangkat. Cha, kalau ada apa-apa sama Mama. Kabari ke aku, ya."
Erika tidak menyahut pamitan Kirana, untuk melihat pun dia enggan. Kirana tidak tahu kenapa, sikap mamanya berubah semenjak papa meninggalkan mereka dengan wajah yang tidak seperti dulu lagi.
"Mbak tidak perlu khawatir, saya pasti akan menjaga Ibu dengan baik," ucap Ocha. Pembantu yang paling setia di rumah.
Empat puluh sembilan hari berakhir, Kirana belum bisa melupakan semua terjadi semasa perjalanan hidup. Hingga pendidikan usai, dengan hasil memuaskan. Bisa membanggakan almarhum. Kirana sampai sekarang belum memahami, perjalanan dia akan lalui begitu berat.
"Ya sudah, aku berangkat dulu. Tetap hubungi apa pun yang terjadi, aku mengandalkan kamu," ujar Kirana lekas beranjak dari rumah. Mobil dia sewa sudah menunggu.
Ocha beri senyuman dan melambaikan tangan padanya. Sedangkan Erika hanya duduk tidak menoleh kepergian putrinya yang entah kapan kembali pulang. Ketika mobil meninggalkan jejak di rumah ini. Erika barulah menoleh dengan wajah sedih. Tidak akan ada lagi suara berisik. Bahkan untuk mendengar ocehan televisi diputar oleh putrinya.
Ocha kembali masuk dan menutup pintu, lalu mendekati Erika dengan wajah lesu. "Bu, jangan terlalu banyak mikir. Mbak Kirana pasti baik-baik saja, semoga setelah dia kerja. Dia pasti pulang bawa wajah senyum," ucap Ocha, sekaligus menghibur.
Erika tidak tahu, apakah Kirana akan baik-baik saja di tempat itu. Saat Santo menghembuskan napas terakhir. Erika sudah mendapat firasat tidak menyenangkan hati. Santo telah mengetahui semua seluk beluk kehidupan Kirana di luar sana. Namun, hati seorang ayah, tidak ingin menyakiti perasaan. Santo lebih memilih bungkam. Erika bisa apa yang membuat wajah Kirana tidak semakin pilu akan hal dia jalankan.
"Amin, semoga apa yang dijalankan oleh Kirana. Tetap baik-baik saja," ucap Erika nada yang pelan. Namun dalam diri dia mengkhawatirkan Kirana.
Kirana menatap luar jalan area tol. Sekarang dia akan menempuh kehidupan baru. Pekerjaan yang pernah dia setuju dari percakapan enam bulan lalu. Perusahaan mana yang begitu antusias menerima atas rekomendasi dari pemiliknya. Kirana juga tidak tahu, apakah nanti perjalanan dia kerja di sana membawa keberuntungan.
Ponselnya bergetar, Kirana menerima sebuah panggilan. "Sudah di jalan?"
"Hm, sudah. Baru lewat tol Tanjung mulia," jawabnya.
Jesika menelepon, sejak kelulusan kuliah. Jesika sekarang sudah mendapatkan pekerjaan baru. Bahkan dia langsung diangkat menjadi asisten manajer salah satu perusahaan di kota Sumatera. Siapa tidak bahagia. Baru lulus kuliah, sudah dapat posisi seperti itu. Jelas Kirana bisa lihat, ketekunan dimiliki oleh Jesika tidak boleh diremehkan.
Meskipun kehidupan dia dengan Jesika tidak beda jauh. Sama-sama diposisi yang sangat gelap. Tetapi, Jesika selalu mendapat pujian jempol oleh rekan-rekan kerja. Pengalaman Jesika memang oke banget. Wajar Kirana iri. Dia juga tidak mau terjerumus lebih dalam di masa lalu dia jalankan tersebut. Dia juga ingin seperti teman lain. Mencari kunci kesuksesan dari hasil pendidikan mereka dapatkan.
"Oh, terus uda pamit sama mama?"
"Sudah, tapi ...."
"Mungkin mama perlu waktu untuk menerima. Buktikan, kamu juga bisa lewati. Jangan terlalu banyak pikir. Ingat, pekerjaan yang kamu dapatkan itu harus dipergunakan sebaik mungkin. Nanti ada waktu senggang, kita jumpa, oke!"
Kirana tidak tahu harus menjawab apa. Dia belum bisa melepas kepergian ayahnya. Rasanya perih. Setelah dia baru akan memberitahu bahwa dirinya sudah usai dengan sidang meja hijau, dan berhasil. Menunggu waktu pengambilan gelar. Dia mendapat berita begitu mengejutkan.
Kirana merasa tidak adil, saat melihat teman-teman menunjukkan wajah bahagia bersama seorang rasa sayang. Dia harus mendapatkan wajah lesu tidak bisa diucapkan. Bahkan tiba pengambilan hasil nilai dan gelar. Mamanya pun enggan untuk hadir, entah kenapa perasaan Kirana membuat semua hancur. Bahkan ingin bertanya itu juga tidak bisa dia keluarkan.
"Aku gak tahu, Jes. Aku seperti membawa ...."
"Gak ada. Stop untuk memikirkan hal seperti itu. Aku yakin, kamu bisa lewati. Butuh waktu untuk beri jawaban. Sabar saja. Yakin pada dirimu. Intinya besok, jangan banyak pikiran. Fokus!"
Mobil tepat berhenti satu ruko. Supir itu keluar dan membuka bagasi belakang. Kirana pun keluar dan memandang ruko itu dengan dua setengah lantai.
"Ini Mbak koper dan barang-barang sudah saya turunkan," ucap Supir itu.
Kirana pun menoleh dan mengucapkan. "Ah! Terima kasih, sudah merepotkan."
"Apa mau saya bantu angkat barang Mbak?" Supir itu kembali menawarkan.
"Gak perlu, aku bisa sendiri," balas Kirana dengan senyuman.
Supir itu pamit untuk beranjak dari lokasi. Setelah mobil dia sewa pergi. Kirana mengangkat koper dan juga barang-barangnya. Dia menelusuri ke ruko itu.
"Welcome my new home," ucap Kirana pelan.
Dia mengetuk tiga kali pintu itu. Lalu seseorang muncul membuat Kirana terkejut. Dia biasa akan masuk ke rumah baru. Dia mengetuk dulu. Tetapi entah sosok dari mana itu berasal membuat dia terkejut tanpa ampun.
"Selamat datang di rumah baru," sambut suara itu untuk Kirana.
Kirana memasang tatapan sinis pada sosok dengan muka sok akrab. "Perkenalkan, aku, Tian. Aku tinggal di sana," ucapnya dan memberitahu kepada Kirana tempat tinggalnya.
Kirana hanya melihat sekilas dari petunjuk lelaki satu ini. Hanya tetanggaan. Kirana kembali membuka kunci dia masuk tanpa pedulikan Tian menyambut perkenalan. Tian merasa terabaikan, kemudian dia juga ikut masuk dan bantu mengangkat barang Kirana ke rumah.
Kirana lagi-lagi memasang sinis pada Tian. Tian malah senyum. "Sekalian, sebagai warga tetangga saling membantu. Aku juga kemarin baru pindah. Aku kira, cuma aku doang penghuni tempat ruko ini. Soalnya lokasi di sini masih sepi belum banyak yang tinggal," katanya.
Kirana malah tidak menanggapi ocehan dari Tian. Dia malah menelusuri isi rumah yang akan dia tinggal. Semua lengkap tidak ada satu pun yang kosong. Kulkas, alat makan, bahkan kamar istirahat juga sudah bersih.
"Wah, semua bersih dan lengkap. Pasti ada orang yang mengurus rumah ini. Rumahku, masih belum lengkap. Ada beberapa perabot yang rusak dimakan sama rayap, pasti orang yang urus rumah ini sangat perhatian banget ya?" ucap Tian lagi.
Bahkan dia ikut melihat semua isi perabot dan dekorasi rumah. Kirana belum mengucapkan sepatah katapun. Jelas, karena ini bukan rumahnya. Dia disuruh buat tinggal, karena lokasi kerja tidak jauh dari tempat dia tinggal. Sedangkan rumah dia kontrak itu, pemiliknya sudah kembali.
"Apa kamu sudah selesai melihat-lihat? Kalau gak ada perlu, bisakah kamu tinggalkan tempat ini? Aku ingin ...."
Tian mengerti maksud pengusiran Kirana. "Oke, oke. Mungkin di lain waktu aku datang lagi. Selamat beristirahat. Jika ada perlu apa-apa, cukup berteriak namaku tiga. Aku siap datang membantumu," ujar Tian, lalu beranjak dari rumah Kirana.
Tian sekali lagi beri senyuman dan melambaikan tangan kepada Kirana. Kirana menutup pintunya. Tian kembali masuk ke rumah dengan wajah lesu. Disisi lain, seseorang tertawa karena melihat kegagalan Tian mengambil hati seorang wanita yang baru pindah.
"Makan tuh! Puas menertawakan ku!" celetuk Tian, menghempaskan diri ke sofa.
Orang itu menghapus air mata karena tidak henti tertawa. "Gimana aku tidak terpingkal menertawakan kamu. Menyambut dia dengan cara mengejutkannya. Jelas, dia anggap kamu itu siapa? Dia itu, tidak suka bergaul dengan orang asing."
"Dari mana kamu tau, dia gak suka bergaul sama orang luar?" Tian sebaliknya penasaran.
Dia memang tidak tahu siapa Kirana. Tapi dia juga penasaran. Setelah dapat kabar akan ada anggota baru menginap di ruko perumahan ini. Meskipun dia baru pindah karena diperintah sama paman sialan itu. Jelas dia tidak akan mau mengurus ruko properti miliknya.
***
Silakan beri komentar, menurut cerita ini :)

KAMU SEDANG MEMBACA
√TERJEBAK KARENA NAFSU (21+)
Roman d'amourLANJUT BACA DI INNOVEL Terkhusus untuk pembaca di usia 21 tahun ke atas. *** Mau berapa kali alasan pun. Pada akhirnya tetap saja tidak akan berjalan mulus. Kirana hanya sebatas sosok tidak tahu, dan memilih dunia yang tidak adil.