04 - Bertanya-tanya

1.4K 223 73
                                    

**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚ ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*

Hari ini cukup cantik. Mataharinya tidak terlalu terik, banyak awan-awan tipis yang menghalangi. Aku duduk di dalam ruang khusus OB dan cleaning service. Agak lelah, habis disuruh pergi fotokopi di tempat fotokopi yang agak jauh dari sini, soalnya mesin fotokopi kantor belum diperbaiki.

Aku meneguk lagi. Menyisakan genangan setengah bagian air di dalam gelas beling.

Orang-orang usia 23 sepertiku, biasanya sedang mengurusi skripsi menuju kelulusan, atau kalau yang pintar-pintar, bahkan sudah jadi sarjana. Yang perempuan-perempuan, banyak yang sudah dilamar, bertunangan, ada juga yang sudah menikah. Kalau yang laki-laki, biasanya sedang memikirkan harus kerja apa setelah lulus kuliah.

Aku tahu perkembangan itu karena melihat status-status sosial media teman-teman SMP-ku. Aku tidak tahu kalau orang-orang lain. Info-info tadi, aku dapat dari kenyataan di sekitarku saja.

Lucu. Kadang-kadang, ada saja teman SMP-ku yang mengirim pesan ke DM Instagram.

"Galih, apa kabar?"
"Sibuk apa sekarang?"
"Galih, lo cakep sebenernya. Kenapa gak coba jadi selebgram, YouTuber, atau seleb TikTok?"

Aku sering merasa malu jika ditanya seperti itu. Ternyata teman-teman SMP-ku masih ada yang mengingatku dan mau menyapaku.

Aku biasanya menjawab normal:
"Baik, gimana kabar lo sendiri?"
"Sibuk kerja aja."
"Selebgram? Mana bisa? Gue gak bisa berpose. Di YouTube sama TikTok harus ngapain? Video nyapu terus diupload? Wkwkwk."

Dan kalau boleh jujur, aku jadi sering menerka-nerka. Mereka bertanya begitu karena peduli... atau hanya karena penasaran padaku, pada Galih Bramastya, si teman angkatan mereka yang putus sekolah karena kemiskinan?

Namun, selalu. Aku akan menepis segala pikiran buruk. Mereka bertanya baik-baik, dengan candaan ringan yang tidak serius. Berarti, tak bermaksud buruk, kan? Mungkin hanya ingin tahu kabarku baik atau terpuruk.

Tenang saja ya, teman-teman. Hidupku sehat, aku baik-baik saja.

Aku tidak pernah update Instastory seperti teman-temanku. Tidak pernah juga upload foto di feeds Instagram-ku. Aku malu. Apa yang harus kubagikan pada teman-teman? Aku tidak pernah ke tempat-tempat bagus seperti mereka, tidak pernah makan di restoran-restoran mahal dan keren, juga tidak punya pakaian yang bagus untuk dipotret.

Ada beberapa temanku yang juga tidak kuliah. Tapi setidaknya, mereka sekolah sampai SMA. Ya Tuhan... ini memalukan. Harus sampai kapan aku mendambakan SMA? Usiaku sudah 23!

"Galih, bikinin kopi Pak Andrew, bisa? Saya mules banget, mau ke toilet." Seseorang menepuk bahuku dengan ucapan tergesa-gesa.

Itu Kak Anita, teman seprofesiku. Dia seorang office girl. Usianya lebih tua, sudah 29 tahun.

Aku mengangguk. Segera menghentikan lamunan tak berhargaku seraya berdiri dari tempat duduk. Mengambil gelas dari meja ubin panjang, kemudian mengisinya dengan kopi, gula, juga air mendidih yang baru saja aku masak beberapa saat lalu untuk mengisi termos.

DINI HARI GALIH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang