06 - Harus Lebih Keras

1.3K 229 92
                                    

**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚ ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*

".... Saya ambil formulirnya dulu, ya," ucap seorang customer service bank yang sedari tadi melayaniku. Dia berdiri dari kursinya dan pergi ke sisi lain untuk mengambil formulir yang dimaksud.

Siang ini, jam makan siangku aku gunakan untuk pergi ke bank. Aku sudah izin pada Kak Anita si office girl senior kalau-kalau aku kembali ke kantor dengan terlambat (setelah jam makan siang selesai).

Aku gembira sekali rasanya. Setelah menunggu antrean selama 1 jam, kesempatanku untuk menghadap customer service pun tiba. Kuberikan semua berkas data kepadanya. Lalu, dia meninjau beberapa saat. Aku menunggu hingga dia pun mengonfirmasi semuanya.

Tak lama kemudian,  Mbak customer service itu datang lagi. Menyodorkan secarik kertas yang harus kuisi dengan lengkap. Sekali lagi kukatakan, aku mengisi data-data ini dengan senyuman senang. Tidak sabar memberi kabar kepada Januar.

Aku mengambil tenor 36 bulan untuk mengkredit 25 juta. Cicilannya 800 ribu per bulan. Agak berat memang, sebab gajiku hanya 2 juta. Namun, hanya itu saja tenor terlama yang mereka tawarkan.

Aku berharap bisa melunasi utang ini tanpa harus terlilit. Aku akan cari-cari kerjaan lain. Aku sudah punya rencana, akan cari sampingan di malam hari. Mungkin aku akan melamar kerja di restoran tenda pecel lele Mbak Yani karena restoran itu buka malam hari.

Kabar baiknya, aku sudah tanya Mbak Yani kemarin. Katanya, ada lowongan sebagai tukang cuci piring. Kerjanya dari pukul 10 malam sampai 2 dini hari. Gajinya 50 ribu per malam, kalau 30 hari, 1 setengah juta. Sudah lebih dari cukup menutupi cicilanku per bulan. Tapi, Mbak Yani bilang, aku baru boleh bekerja 2 minggu depan.

Aku bekerja menjadi OB dari pukul 9 pagi (sebelum kantor buka) sampai pukul 8 malam. Lalu setelah itu, bekerja di tempat pecel lele. Lelah? Pasti. Aku sudah membayangkan sendi-sendiku yang bakal terasa mau patah setelahnya. Tapi kalau tak begitu, aku tak mungkin bisa membayar utang. Siapa lagi yang harus kuharapkan? Aku tak punya siapa-siapa untuk kumintai bantuan. Aku hanya berharap semoga Allah selalu memberiku kesehatan. Karena kalau aku sakit, aku tidak bisa bekerja. Dan itu akan membuatku gila. Aku harus terus bekerja untuk Nenek dan Januar.

Semoga Januar mau mempertimbangkan saranku untuk melamar jadi ojek online atau pekerjaan apa pun yang bisa dia jadikan sampingan. Aku sungguh tidak akan meminta sepeser pun dari penghasilannya. Semua penghasilannya untuk kebutuhan dirinya saja.

Waktu-waktu pun bergulir. Selesai mengisi formulir, aku menunggu lagi. Tapi, kata Mbak customer service, uang pinjamanku baru akan cair seminggu lagi sebab butuh pengecekan data di Bank Indonesia terlebih dahulu.

Yah, aku kira akan langsung cair siang ini. Padahal, mataku sudah berbinar-binar menunggu semua prosesnya. Tidak sabar mendapatkan uang yang sudah Januar idam-idamkan. 25 juta ditambah tabunganku 3 juta, 28 juta.

Aku akan menyampaikan kabar ini pada Januar. Semoga dia bisa terlihat lebih bahagia. Karena hatiku selalu perih tiap melihatnya tak bahagia dan sering marah. Aku ingin melihat adikku bahagia, sekali saja. Sebab, aku selalu merasa duniaku gelap tiap melihat tatapannya yang hampir selalu tak cerah menatap dunia, seolah dunia ini begitu jahat padanya.

Aku ingin membuktikan pada Januar bahwa dunia ini tidak sejahat yang dia kira. Aku sedih jika teringat peristiwa di hari-hari belakang. Waktu Januar masih SD sampai SMP, dia sering menangis karena merindukan Mama. Dia sangat dekat dengan Mama.

Rasanya, aku ingin membawakan Mama lagi untuknya, untukku. Tapi, bisa apa aku? Aku bukan Tuhan. Sekelas malaikat pun tak dapat mengembalikan nyawa seseorang yang telah diambil-Nya.

DINI HARI GALIH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang