09 - Dera

1.1K 204 93
                                    

**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚ ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*

Hari kembali berganti, tetapi ada satu hal yang tidak terganti---keseharianku yang monoton sekali. Begitu-begitu saja, tak ada warna lain. Namun, jangan salah paham. Aku bukannya mengeluh dan tak suka. Aku hanya ingin bilang, juga mencari tahu, apakah ada selainku yang merasa hidup ini berjalan begitu-begitu saja tak ada perubahan?

Tapi setidaknya, siang di jam makan siang ini, aku sedang merasakan senang sebab berada di bank guna menanti uang pinjaman yang akhirnya cair juga setelah seminggu penantian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tapi setidaknya, siang di jam makan siang ini, aku sedang merasakan senang sebab berada di bank guna menanti uang pinjaman yang akhirnya cair juga setelah seminggu penantian.

Di sebelah kananku, tepat di sebelahku, ada seorang pria berseragam tentara. Biru loreng warnanya. Berarti, dia angkatan udara, kan? Keren. Aku tak henti-hentinya curi pandang. Setiap pergerakannya, membuatku melirik kecil penuh penasaran. Rasanya mau bertanya apa pangkatnya, tetapi mana berani aku? Itu tidak layak dan tidak sopan.

Kami sama-sama mengantre di bank sejuk ini. Aku tak tahu apa kepentingan Bapak tentara di sampingku ini. Apakah ingin mengambil uang tabungan, meminjam uang, membayar kredit, menabung, mengirim uang atau lain-lainnya? Oh ya, kami sama-sama pakai baju berwarna biru terang. Namun, berbeda makna.

Aku pernah sangat ingin jadi tentara. Mau itu darat, laut, udara, aku siap. Semuanya aku bersedia, tergantung takdir akhirnya saja aku akan jadi tentara angkatan apa. Tetapi, apa boleh buat? Nyatanya, takdirku bukan ketiganya.

Dan anehnya, hasrat itu ternyata masih ada. Buktinya, aku jadi membayangkan memakai seragam biru loreng seperti pria yang di sebelahku ini. Aku pasti akan terlihat gagah berani. Ya ampun, aku sampai harus menutup dan menggosok pelan bibirku supaya senyumku hilang. Khawatir jika ada yang melihatku tersenyum sendirian.

"Nomor antrian 047, silakan menuju ke CS 8." Suara dari pengeras suara bank menguar, memanggil customer yang ternyata adalah pria di sebelahku. Dia berdiri, lalu menghampiri tempat CS yang sudah diperintahkan. Ternyata kami hanya berbeda satu nomor sebab nomorku 048.

Senangnya sebentar lagi aku akan segera bertemu dengan uang berharga itu.

Namun, seperti pada kebiasaannya di hidupku, di tengah kebahagiaan selalu ada batu yang mengganjal. Aku teringat keadaan Nenek yang masih belum membaik. Buang air masih sangat sering, dengan kuantitas sedikit. Warnanya pun agak aneh. Aku sungguh khawatir. Sudah dibawa ke dokter, sudah diberi obat, sudah juga diberi tahukan kemungkinan terburuknya.

Setiap saat, wajah Nenek selalu ada dalam benakku. Setiap memikirkan kemungkinan yang dokter katakan, jantungku langsung bergemuruh. Aku takut. Sangat takut hingga dadaku ngilu.

Drrrt

Ponsel pada tanganku bergetar. Pandangan mengawangku segera buyar. Menatap layar, nama Januar ada di sana.

______________________

Januar Erlangga
Mas udh ada uangnya??
Udh di bank??

DINI HARI GALIH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang