**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚ ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*
Ini adalah hari ketiga setelah Galih sakit. Semua orang di bagian OB dan Cleaning Service kantor bertanya-tanya tentang kondisi si lelaki. Tak terkecuali Pak Andrew, Bu Anggun, dan suaminya, Pak Rafdi. Selain dari mereka pun banyak yang penasaran akan kabar Galih, si OB rajin yang rendah hati.
Di restoran tenda pecel lele Mbak Yani pun sama. Banyak yang bingung dan bertanya-tanya. Apalagi, Rasti, si pacar baru Galih yang baru jadian semalam, tetapi sudah ditinggal.
Beberapa teman, baik yang di kantor dan yang di tenda pecel lele, berniat menengok Galih ke rumahnya karena yakin ada sesuatu yang tak beres terkait si pemuda. Entah ia sakit, kabur dari rumah, atau karena ingin berhenti bekerja makanya membuat ulah.
Semua orang dibuat penasaran karena satu hal: selama 3 hari ini, Galih tak bisa dihubungi. Ponselnya selalu tidak aktif.
Itu imbas dari sang pemilik yang sudah tak ada semangat pun gairah tuk mengisi baterai ponselnya. Neneknya sudah tua, tidak mengerti yang begituan. Adiknya apatis, tidak peduli pada Galih yang dianggap demam biasa dan sekadar belum sehat untuk pergi bekerja.
Hari ini, belum ada perkembangan dari kondisi Galih. Satu strip parasetamol pembelian Januar bahkan sudah mau habis. Vitamin yang Bu Anggun beri beberapa waktu lalu, turut dikonsumsi. Namun, tak ada yang berbuah baik.
Sungguh, Galih itu butuh obat lain. Demamnya bukan demam kecil. Mungkin sesuatu seperti DBD, Tifus, Malaria, atau bahkan yang lebih parah? Tak ada yang tahu. Galih selalu menolak ke dokter atau rumah sakit, beralasan tidak punya BPJS dan tak ada uang membayar konsultasi serta resep dokter yang pasti akan mahal.
Kalau untuk Nenek dan Januar, Galih tidak keberatan untuk membayar biaya konsultasi dan resep dokter yang biasanya akan di atas 300.000. Bahkan, untuk ke rumah sakit pun Galih tidak urung. Yang penting nenek dan adiknya sembuh. Walau ada BPJS sekalipun, ia akan mencari uang untuk membiayai prosedur-prosedur tambahan jika perlu.
Tapi untuk dirinya, Galih tidak sepeduli itu. Ia tahu betul, Nenek tak mungkin mencari uang sedangkan Januar tak mau disuruh mencari uang. Jadi, Galih hanya bisa pasrah. Jika sembuh, ia mensyukurinya. Jika tidak, ia pun takkan protes pada ketentuan Tuhan.
Pukul 11 malam, seseorang mengetuk pintu rumah. Beruntung, si adik keparat sedang ada di rumah. Ia membukakan pintu setelah ketukan dan salam ketiga.
Klek
"Permisi, ini betul rumahnya Galih?" tanya seorang gadis berambut gelombang sedada begitu pintu terbuka.
"Iya, betul." Januar menatap dua gadis tak dikenalnya itu secara bergantian. "Mau cari Mas Galih?" tambahnya.
Salah satu gadis mengangguk. "Iya. Aku Rasti, pacarnya Mas Galih. Mas Galih-nya ada?" tanyanya lembut dengan raut agak buru-buru.
Huh? Pacar? Januar baru tahu kalau Galih bisa pacaran. Tapi Januar tidak sepenuhnya salah, sih... soalnya Rasti memang pacar pertama Galih.
KAMU SEDANG MEMBACA
DINI HARI GALIH ✔️
General FictionTentang Galih yang penuh pengorbanan. Selalu sabar, menyayangi tanpa syarat. Bersusah-payah, berkorban tanpa ingin dilihat. Asal Nenek dan Januar adiknya bahagia, Galih rela melakukan apa saja. Galih tak pernah rakus akan dunia. Tak pernah minta keb...