24 - Lenyap Berkumpul (TAMAT)

3.6K 245 196
                                    

**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚ ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*

FEBRUARI 2023

Sang waktu kian melaju ke depan. Meninggalkan hari-hari sendu yang menghantui setiap saat. Mencampur sesal dan sesak jadi satu kesatuan. Tak menyisakan satu pun ruang untuk bahagia. Desau suara lembut yang tak lagi ada, terus memekakkan telinga. Raut-raut indah yang tak lagi terlihat, senantiasa hinggap di dalam benak.

Januar Erlangga, pemuda itu sudah berusia 18 sekarang. Baru ulang tahun di Januari belakang. Kini, dirinya bekerja sebagai sales counter di salah satu dealer sepeda motor terkenal, inisialnya 'H'.

Kuliah teknik sipilnya? Belum. Belum jadi masuk. Tentunya bukan karena biaya pendaftaran, UKT, atau sejenisnya---sebab ia lulus ujian-ujian bidikmisi di kampus yang ia tuju.

Lalu, mengapa dia bekerja bukannya kuliah?

Karena semua jadi pelik setelah Galih pergi. Januar kehilangan tonggak hidup terbaik. Segala kenyataan berbalik, lalu menghujam mimpi-mimpi. Seolah-olah, semua ini berasal dari pembalasan dendam jiwa yang telah mati. Ingin Januar merasakan sakitnya berjuang sendiri.

Tidak, bukan. Bukan Galih yang mau membalas dendam dari akhirat sana. Tak ada dalam hatinya sesuatu yang jelek---selain terlalu menyayangi adiknya, Januar.

Ini semua kehendak Tuhan, yang ingin Januar merasakan bagaimana beratnya bertahan hidup sendiri tanpa satu pun penolong yang bersedia jadi sandaran.

Januar belum dapat berkuliah sebab neneknya tak mungkin ia suruh bekerja. Kakaknya, sang tulang punggung, sudah tiada. Tak ada yang bisa diharapkan. Maka, terpaksa ia menghentikan kuliahnya yang belum juga dimulai. Nanti kapan-kapan saja, kembali kuliah ketika dirinya sudah ada kesempatan, pikirnya.

Oh, utang di bank? Sudah jadi tanggungan Januar. Beruntung, Galih memberinya pin ATM kala itu. Lumayan memudahkan dalam mengurus perkreditan atas nama Galih, yang sudah diubah atas nama Januar dengan sebab pengkredit awal telah meninggal.

Januar menjual ponsel 27 jutanya seminggu setelah Galih meninggal. Lakunya lumayan, 25 juta, karena masih sangat baru dan bagus kondisinya.

2 juta, Januar pakai untuk membeli ponsel yang biasa. 3 juta, ia pakai untuk keperluannya dan Nenek sebelum mendapat pekerjaan. Ditambah uang tunjangan meninggal dari kantor Galih beberapa juta, cukup untuk menopang hidup Nenek dan Januar, yang kala itu belum punya pekerjaan.

Lalu, 20 jutanya? Ia gunakan untuk membayar kredit di bank. Masih sisa beberapa juta ditambah denda dan bunga. Tapi beberapa bulan kemudian, semua utang itu lunas setelah Januar diterima bekerja di sebuah dealer sepeda motor. Terhitung sejak bulan ke-7 sepeninggal kakaknya, Januar tak lagi berurusan dengan bank.

"Yang terjadi sama kamu, belum seberapa dengan yang terjadi sama Galih. Dia putus sekolah di umur 15 tahun, di saat-saat sensitif di mana orang-orang akan menganggap dia sebelah mata, karena putus sekolah di waktu seharusnya masih wajib belajar 12 tahun."

"Kalau kamu, setidaknya sudah lulus SMA. Kuliah memang penting, tapi setidaknya label 'tidak kuliah' tidak serendah label 'tidak lulus SMA'. Betul, kan? Cari kerja juga masih lebih gampang kamu ketimbang Galih karena ijazah kamu setidaknya sudah standar, meski kamu gak mungkin kerja di jabatan tinggi. Tapi pelan-pelan, pasti kamu bisa naik kelas. Karena kesempatan kerja itu ada di mana-mana asal gak gengsian dan mau usaha."

DINI HARI GALIH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang