08 - Tidak Sedih

1.1K 205 101
                                    

**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚ ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*

Galih B
Astaghfirullah.... Jgan salah paham dulu temen2 sama saya.... Saya gamau nikung😟 saya wktu itu ketemu sama bu anggun didpn bank. Ga sengaja, saya abis dr bank dan bu anggun abis ambil uang di atm banknya. Saya diajak makan siang sama bu anggun mungkin karna bu anggun gaada temen makan siang makanya jd ajak saya makan.. Jgan laporin ke pak rafdi ya temen2..😞 Saya sama sekali gak punya niat mau merebut bu anggun dari pak rafdi. Saya sangat2 menyesal dan saya minta maaf... Saya minta tolong jgn dikasih tau ke pak rafdi, saya betulan gak ada niat2 seperti itu... Makasih temen2... Saya minta maaf skli lagi..

______________________

Kira-kira, seperti itulah balasan pesan yang kutulis di dalam Transjakarta dan kukirim ke grup WA. Aku mengetiknya dengan sangat cepat. Tanganku dingin dan agak gemetar. Jantungku berdebar sangat keras. Aku takut membaca kalimat-kalimat mereka, takut mereka tidak percaya, takut Pak Rafdi tahu dan marah.

Begitu sampai di kantor, tepatnya di ruang khusus OB dan cleaning service, aku langsung diserbu dan disergap. Ditanyai banyak pertanyaan dan dimintai banyak penjelasan. Aku mirip seperti artis atau pejabat yang diburu wartawan.

Tidak semua anggota grup WA menginterogasiku karena sebagian ada yang sedang bekerja. Namun, tetap saja mendebarkan.

Mereka menanyakan banyak pertanyaan, seperti detektif andal. Bahkan, pertanyaan yang sungguh tak masuk akal pun ada, yang bahkan tak pernah terlintas dalam otakku yang pas-pasan. Namun meski begitu, aku tetap berusaha menjawab semampu yang kubisa.

"Gal, ini serius, ya. Lo mending ngejauh deh dari Bu Anggun," ujar salah satu teman OB-ku, si Bang Rano. Sedari tadi, beliau ini yang banyak sekali omong. Aku sampai terbungkam karena tak punya kesempatan mengobrol.

Wajahku meringis, menahan ngeri. Sebenarnya, sedari tadi ekspresiku sudah begini akibat serangan mereka yang bertubi-tubi.

"Bener, Galih. Bukannya mau sok tau, ya, tapi saya mah realita," sambung Kak Anita.

"Realistis!" kata yang lain membenarkan.

"Iya, realistis." Kak Anita membalas malas, lalu melanjutkan, "Kamu meskipun OB, tapi kamu tuh ganteng, terus lebih muda dari Pak Rafdi. Bisa aja kan Bu Anggun terbawa perasaan? Pak Rafdi kan sibuk banget, siapa tahu Bu Anggun kurang kasih sayang terus jadi suka sama kamu?" cerocos Kak Anita.

Lantas, yang lain semakin ribut, bersahut-sahutan, mengiya-iyakan. Aku merasa seperti dihimpit ketat. Mengerjap-ngerjap. Hal itu tidak pernah terpikirkan. Dan apa? Aku ganteng?

"Gini ya, Gal." Bang Rano kembali bicara, aku langsung fokus menatapnya. "Lo tuh baik, polos. Sederhananya, kita takut Bu Anggun baper sama lo tapi malah lo yang disalahin. Soalnya kita orang susah, biasanya orang susah yang bakal diinjek kalau ada apa-apa. Misal Bu Anggun suka sama lo, yang disalahin Pak Rafdi pasti lo, bukan Bu Anggun!" tambahnya begitu menggebu. Wajah gemuk Bang Rano bahkan sudah berkeringat gara-gara berbicara keterlaluan seru.

Aku menelan ludah. Apa iya akan seperti itu?

"Iya, Mas Galih... Fitri jadi sedih kalau Mas Galih disalahin sama Pak Rafdi," imbuh Fitri dengan logat Jawa-nya yang sangat kental.

DINI HARI GALIH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang