32. Nightmare 🌔

24 6 0
                                    

Sorakan para muda-mudi di salah satu sirkuit membuyarkan keheningan malam ini di sana ada dua orang pengendara sedang menancap gas motor mereka dengan kencang. Salah satunya adalah Satya.

Ctass!

Sebuah motor ninja berwarna hitam melewati pita berwarna merah yang menandakan bahwa dia pemenangnya. Sang pengendara motor melepaskan helmnya lalu mengibaskan rambut hitamnya itu.

"Mantap! Gue yakin lo menang malam ini!" ucap Rivan.

"Selamat, Satya!"

Satya tersenyum mendengar ucapan selamat dari teman-temannya, tiba-tiba sebuah motor berwarna merah menyala mendekat ke arahnya.

"Lihat! Adik tiriku menang dalam balapan malam ini, gue berpikir kira-kira pacarnya marah nggak ya?" cibir Nicholas.

"Hahahaha marah, tuh pasti! Kan Satya cuma tunduk sama pacarnya doang." Salah satu anak buah Nicholas mengompori.

Satya turun dari motornya dan menghampiri Nicholas. "Mau lo apaan?!"

"Mau gue pacar manis lo itu hmm siapa namanya? Oh ya Frisca. Gue mau dia," jawab Nicholas dengan nada sinis.

"Dia bukan barang yang bisa gue taruhin."

"Kenapa? Lagipula lo lagi bertengkar sama dia kan? Bentar lagi juga putus, daripada lo buang-buang cewek modelan kayak dia."

"Lo mau gue kasih apa? Saham Papa? Silahkan. Asalkan jangan bawa-bawa Frisca," sahut Satya dengan garang.

"Gue muak dengan saham. Mending gue sama cewek itu, lagipula kalau dilihat-lihat lumayan juga buat gue mainin sebentar."

BUAKK!

Satya meninju wajah Nicholas hingga cowok berambut gondrong itu oleng ke belakang. Satya langsung menarik kerah baju Nicholas dan menatapnya dengan tatapan tajam.

"Mau lo gitu?! Oke! Gue taruhin pacar gue sekarang."

Satya langsung menghempaskan tubuh Nicholas ke tanah. Erick, dan Rivan yang mengetahuinya hal itu langsung mencoba menghalangi Satya.

"Lo kenapa, sih?! Sama aja lo kayak Nicholas, goblok!" teriak Erick.

"Gue kagak ada pilihan lain," jawab Satya dengan wajah kesal.

"Lo bisa kasih pilihan yang lain bego!" sahut Rivan.

Erick dan Rivan hanya bisa mengusap wajah kasar, mereka tidak habis pikir dengan Satya.

Satya bersiap dengan motornya di samping kanannya ada Nicholas bisa dilihat senyuman lebar terbit di wajah cowok itu, sedangkan Satya menahan kesal melihatnya. Sebuah pistol di angkat ke udara saatnya para pengendara menyalakan mesin motor mereka.

Di saat pistol hendak ditembakkan Satya sudah siap mengalahkan Nicholas malam ini untuk kedua kalinya. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang memegang pundak Satya dengan lembut.

"Jangan, Satya."

Satya tentu saja kesal karena ada yang menggangu acara balapannya, dia turun dari motornya lalu membanting helmnya. Saat itu juga Satya terpaku di tempatnya.

"Frisca?"

Frisca tersenyum manis sambil menatap ke arah Satya. Tanpa aba-aba cowok itu langsung memeluk Frisca, masa bodo dengan semua orang yang berada di sirkuit.

"Aku mencintaimu, Frisca. Tolong jangan pergi, tetaplah di sini."

Frisca membalas pelukan Satya dan berkata, "Aku akan selalu di sini."

"Aku menyayangimu. Jagalah hatimu untukku jangan ada cowok lain yang berada di sini," ucap Satya sambil menunjuk tepat di depan dada Frisca.

"Aku berjanji, sampai kapanpun hanya kamu Satya."

Satya tersenyum ke arah Frisca lantas memeluknya kembali, lalu Satya mengajak Frisca naik ke motornya dan membawanya jalan-jalan mengelilingi kota. Frisca yang duduk di jok belakang langsung memeluk pinggang Satya dengan erat, cowok itu sedikit terkejut lantas dia menggenggam tangan Frisca yang masih mengait di perutnya.

Angin malam sepoi-sepoi menyambut kedatangan mereka. Sejenak Satya merasakan ketenangan sekaligus kehangatan, di belakangnya Frisca masih menyandarkan kepalanya di punggung miliknya.

Motor Satya berhenti di depan sebuah kafe, dia menyuruh Frisca untuk menunggu di sana dahulu. Sedangkan Satya langsung mengacir ke tempat lain.

Ternyata Satya berjalan ke toko bunga dekat dengan kafe itu hanya tinggal menyebrang saja. Beberapa menit kemudian Satya kembali dengan sebuket bunga tulip putih kesukaan Frisca, di sana gadis itu sedang menunggu kedatangannya dengan wajah berseri-seri.

Baru beberapa langkah menyebrang tiba-tiba dari arah berlawanan sebuah mobil berwarna putih melaju dengan cepat

dan. . .


BRAKKK!

***

"SATYAA!!"

Frisca terbangun dari mimpinya dengan napas terengah-engah, saat Frisca mengusap wajahnya di sana ada bekas air mata. Apakah dia menangis saat tidur? Tetapi mimpi itu benar-benar terasa sangat nyata sekali baginya.

"Gue mimpi apaan?" gumam Frisca.

Frisca melirik ke arah jarum jam ternyata masih pukul sebelas malam, dia lantas mengambil ponselnya dan menelepon Juanda. Temannya itu pasti jam segini sibuk begadang menonton serial drama Korea terbaru.

Sambungan telepon terhubung sebuah suara lembut menyapa pendengar Frisca.

"Kenapa, Fris?" tanya Juanda di seberang sana.

Alih-alih menjawab Frisca malah balik bertanya, "Lo lagi ngapain?"

"Biasalah. Nonton drakor," jawab Juanda.

"Nda," panggil Frisca.

"Lo kenapa? Eh bentar! Suara lo kayak serak-serak gitu? Lo nangis?!"

"Ndaa. . .gue tadi mimpi Satya kecelakaan."

"Kok bisa?!"

"Gue nggak tau. Tapi itu mimpi nyata banget, Nda. Gue takut terjadi apa-apa sama dia," jelas Frisca.

"Lo masih chat dia nggak?"

"Gue sama dia lost contact tiga hari yang lalu."

"Anjir! Harusnya lo chat dia Friscaaa!"

"Gue masih marah sama dia karena kejadian 3 hari yang lalu. Dan sekarang rasanya canggung mengawali percakapan lagi."

"Harusnya lo mulai lagi kayak gitu sama aja bikin hubungan kalian berakhir gitu aja."

Frisca memijat kepalanya pening, dia sekarang jelas khawatir tentang Satya. Namun untuk saat ini rasa gengsinya lebih tinggi dari apapun.

Di sisi lain Satya duduk di salah satu bangku penonton yang berada di sirkuit, tempat dia melakukan balapan. Manik mata hitam legamnya melihat ke sekelilingnya Satya merenungkan semuanya.

Angin malam yang dingin menemani dirinya yang kesepian sambil menatap bulan yang hendak purnama itu.

"Bagaimana aku bisa benci sama kamu? Maafin aku, Fris. Aku salah, aku nggak pantas buat kamu."

Satya menundukkan kepalanya dalam-dalam kini rasa sesak itu kembali ke permukaan. Rasa bersalah  menghantui pikirannya setiap malam, setiap melihat wajah Frisca.

Andaikan waktu bisa diulang kembali Satya harusnya tidak mengenal Frisca, dan Frisca tidak jatuh cinta pada sikap dingin Satya. Mereka berdua sudah terlalu dalam jatuh cinta sampai melupakan bahwa Tuhan mereka berbeda.

"Tuhan kita saja berbeda, Frisca. Dan aku udah terlanjur mencintai dirimu tetapi jika kita terus seperti ini, sama saja kita sudah melawan restu Tuhan kita."

Tanpa sadar setetes air mata turun membasahi pipi Satya cowok itu mulai menangis di dalam dekapan malam yang dingin. Tiba-tiba Satya merindukan sang ibunda yang telah abadi di alam sana. Sang ibunda yang selalu menyeka air matanya ketika turun, dan menenangkan dirinya.

"Ma. . .Satya kangen Mama."

i. Tresno Satya [END]✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang