❝ Gue ngga bakal percaya kalo CINTA itu ada bye ❞ -Satya
❝ Ati-ati kepelet tau rasa lo❞
Hanya kisah manis dan pahitnya cinta Prasatya Aditya.
Satya si kulkas berjalan,yang tidak percaya dengan CINTA ingat itu baik-baik.
Bagi Satya cinta hanyalah...
Terkadang Satya benci saat banyak orang membicarakan tentang masa lalu keluarganya. Satya hanya hidup dalam kegelapan, tumbuh dalam amarah dan dendam yang tak terbalaskan.
Satya terbelenggu dalam api amarah yang tak kunjung padam. Saat dia marah dia akan mengikuti balapan liar dengan memainkan gas motor maka hatinya akan semakin membaik.
Semakin dia menancap gas motornya semakin baik juga perasaannya. Satya tidak peduli jika dia akan terjatuh, menabrak pembatas jalan,dan lain-lainnya.
Lagipula tidak ada yang peduli kecuali adiknya sendiri.
* * *
Dulu dia pernah mengikuti balapan liar saat mengetahui Ayahnya bersenang-senang dengan keluarga barunya. Dengan menancap gas motor hingga membuat para penonton bersorak, dan saat itu juga demi menumpahkan seluruh kekesalannya kemarahannya Satya menabrak pembatas jalan dikarenakan motornya tak bisa dikendalikan lagi.
Kepalanya terbentur, tangan kaki seluruh tubuhnya dipenuhi luka bahkan saat darah mengucur dari pelipisnya Satya masih bisa bangkit sambil tersenyum angkuh.
Walau terasa pusing Satya masih nekat pulang ke rumah dengan keadaan seperti itu.
Flashback on:
tok-!! tok-!!!
Suara pintu di ketuk mengalihkan perhatian Bi Inem yang merupakan kepala pelayan dirumah Satya. Walaupun Satya dan Yudhistira tidak tinggal bersama ayahnya dia masih bisa merasakan kehangatan karena disini seluruh pelayannya begitu menyayangi dirinya dan juga adiknya
"ASTAGFIRULLAH ADEN!!" Bi Inem seketika langsung berteriak saat mendapati Satya dengan keadaan mengenaskan seperti ini.
Teriakkan Bi Inem mengundang pelayan yang lain termasuk Yudhistira yang lagi main game di ruang tengah.
"Ada apa Bi? Apa yang terjadi-" perkataan Yudhistira terpotong saat melihat Satya sedang dituntun oleh Bi Inem dan pelayan yang lain.
"ABANG LO KOK BISA BEGINI?!"
Yudhistira langsung memeluk erat abangnya itu yang lagi bersandar di sofa.
"Sesek napas gue anjim."
"Ehehehe, btw bang kok lo bisa kek gini sih? Pasti lo balapan liar lagi?!" Yudhistira terus menghujani Satya dengan berbagai pertanyaan.
"Shut! Tutup lambe mu itu wahay adik ku." Jari telunjuk Satya mendarat dengan sempurna di mulut adiknya, lalu dengan santainya Yudhistira malah mengigit jari Satya.
"Sakit bego."
"Biarin salah sendiri ikutan balapan kek gitu kalo Abang kecelakaan koma terus mati gimana, hah?!"
"Gak bakal, abang kan strong boy."
PLAK-!!
"SAKIT OGEB SANTAI AJA NAPA?!" teriak Satya saat adiknya menampar pipinya.
Tidak tau situasi emang si jaenudin tau abangnya lagi sekarat malah ditambahin.
Flashback off
***
Disinilah Satya berdiri di atas jembatan kayu kokoh dekat taman kota. Daun-daun kering berguguran seakan tau apa yang ada dipikiran Satya.
Satya tidak pernah tau kenapa ayahnya masih bisa bersenang-senang diatas penderitanya. Bahkan saat mayat ibunya disemayamkan ayah dan juga ibu tiri ah tidak lebih cocok dipanggil jalang murahan itu, dengan penuh percaya diri tanpa dosa apapun berciuman tepat di depan jasad Diana.
Dan saat adegan itu dengan mata kepalanya sendiri Satya melihat tangannya mengepal erat pertanda bahwa amarahnya diujung ubun-ubun.
Terkadang Satya enggan memanggilnya sebagai Ayah.
Hendery juga saat itu tidak pernah menoleh pada kebaikan Diana, matanya dibutakan oleh harta dan juga kasih sayang pada Cinthya dan juga anak tirinya.
Keji? Memang.
Tapi Diana tetap melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan seorang ibu pada anak-anaknya. Sejak usia dini Satya dan Yudhistira dididik kerasnya kehidupan oleh sang kakek.
Bagi Satya keluarganya hanya ibu, adik, kakek, dan neneknya.
Satya menghela napas lelah pikirannya dari semalam berkecamuk. Kemarin malam Satya tidak bisa tidur karena harus menjaga adiknya, seperti biasa anxiety Yudhistira kambuh lagi.
Satya berbalik pergi menjauh dari tempat dia berdiri, baru beberapa langkah tiba-tiba
BRUK!!!
"Aduh maaf," ringis seseorang.
"Maaf aku tidak melihatmu," ujar Satya.
"Tidak apa-apa, harusnya saya yang minta maaf karena tak sengaja menabrak mu."
Gadis itu membeku saat dia mengetahui siapa yang dia tabraknya begitu pula dengan Satya.
"KAMU?!" Mereka berdua saling menunjuk.
"Sepertinya kita pernah bertemu?" tanya gadis itu.
"Iya, lo yang waktu itu pas upacara kan?"
"Hu'um, ternyata benar itu kamu."
"Boleh kenalan?" tawar Satya.
"Boleh. Salam kenal Frisca Putri kelas 10 MIPA 3," kata Frisca mengawali perkenalan.
"Salam kenal juga Prasatya Aditya 10 IPS 4."
Mereka berdua saling berjabat tangan, dengan anggun Frisca tersenyum manis. Entah mengapa tiba-tiba jantung Satya berdegup kencang ada rasa-rasa yang tidak pernah dirasakan mungkin rasa durian, stroberi, jeruk.
"Lagi ngapain disini?" tanya Satya pada Frisca.
"Cuma jalan-jalan aja hehehe."
"Ke cafe deket sini, mau?"
"Boleh."
Satya dan Frisca berjalan beriringan menuju ke Cafe Chamber 5 dekat taman. Setelah memesan mereka duduk di dekat jendela, Satya memesan hot cappucino sementara Frisca hanya memesan iced choco.
Tidak ada perbincangan diantara keduanya. Mereka berdua sama-sama hanyut dalam pikiran masing-masing hingga Satya membuka suara.
"Diem-diem aja gini?"
"Eum, ngga tau mau bahas apa hehehe."
Drrt drrt drrt
Ponsel Frisca bergetar tanda ada seseorang menelponnya, dengan cepat Frisca langsung mengangkatnya. Setelah sesi telpon-menelpon selesai Frisca segera pamit pulang pada Satya, dia segera mengemasi barang-barangnya lalu pergi meninggalkan cafe.
Satya menatap kepergian Frisca dengan wajah sendu, entah kenapa dia merasa nyaman saat berada dengan gadis itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.