16. rasa yang kembali

2.1K 164 28
                                    

Riana salah mengira ketika memasuki kamar Kenzie.
Ia berpikir mungkin bila membiarkan Kenzie sendiri di kamarnya untuk beberapa saat anak itu akan melakukan sesuatu, nyatanya Kenzie masih dalam posisi diamnya seperti terakhir kali Riana meninggalkannya.

Riana masih mempertahankan senyum di bibirnya kala mengusap lembut kepala Kenzie. Dengan telaten ia menyuapi Kenzie bubur yang sedari pagi bahkan belum tersentuh itu mulai dingin.

"Kenzie.. mama punya kejutan buat Kenzie.." Riana memperhatikan Kenzie yang masih tak menunjukkan respon apapun.

Bahkan saat Riana sengaja sedikit menekan lukanya saat mengoleskan salep, anak itu tak bergeming sedikitpun. Seperti trauma kali ini menyakiti Kenzie luar dalam.

Tak lama suara ketukan pintu terdengar sebelum Khanza menampakkan dirinya sambil memperhatikan kakak laki-lakinya yang seperti mayat hidup.

Kulit Kenzie yang dasarnya seputih susu semakin terlihat pucat seperti tak di aliri darah. Bahkan bibir kenyal yang semula semerah ceri itu nampak kering dan mengelupas.

"Ada apa sayang?" Tanya Riana

"Oh, itu ma.. tamu mama udah Dateng di bawah" kemudian Khanza mengalihkan atensinya pada Riana yang nampak sumringah.

Riana kembali memegang tangan Kenzie, ia tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya. Sambil tersenyum ia berkata "kejutannya udah dateng nak. Kamu tunggu sebentar ya.." ia hendak melangkah sebelum akhirnya beratensi pada Khanza yang masih mematung memandang Kenzie yang menurutnya aneh.

Memang selama ini Khanza tidak begitu akrab dengan Kenzie. Apa boleh buat, sejak kecil mereka sudah di pisahkan jarak yang jauh. Sehingga akan canggung bila mereka memulai tali persaudaraan di usia remaja.

"Sayang... Kamu bisa temenin kakak kamu sebentar kan? Mama mau bawa dia ke atas."

"Oh, iya ma..." Jawab Khanza seadanya. Sebenarnya ia tidak mengenal wanita yang ia yakini lebih muda dari sang ibu itu. Meski dandanannya tergolong sederhana tapi itu tidak menutupi kecantikan alami wanita itu.


Beberapa saat kemudian Riana masuk terlebih dahulu, namun wanita itu masih berdiam di ambang pintu. Terlalu kaget melihat pemandangan di depan matanya. Ia bahagia, namun di saat bersamaan ia juga merasa sedih mendengar kisah Kenzie dari Riana yang memohon-mohon ia untuk datang sekedar melihat keadaan Kenzie dan meninggalkan keluarganya di kampung yang sebenarnya ia juga tidak tega untuk meninggalkan mereka karena suatu alasan.

Namun melihat kegigihan Riana yang jauh-jauh mencari alamatnya di kampung yang sebenarnya itu bukan kampung halamannya yang dulu bukanlah perkara mudah, juga mendengar Kenzie dalam keadaan yang buruklah yang membuatnya rela meninggalkan keluarganya sebentar sampai keadaan Kenzie yang sudah membaik.

Tentu saja Riana juga melihat kelemahan keluarganya dan mengiming-imingi bayaran yang fantastis yang justru ia tolak mentah-mentah. Karena akan terkesan ia melakukannya atas dasar uang, bukankah akan lebih fatal bila Kenzie mengetahuinya? Pikirnya.

"Ayo mbak. Sini..." Ajak Riana melambaikan tangannya.

"I..iya buk" jawabnya sungkan.

Saat itu pula telinga Kenzie mendengar suara yang bahkan sudah ia lupakan bertahun-tahun lamanya, namun saat mendengarnya kembali untuk pertama kali seperti baru kemarin ia mendengar suara lembut nan menenangkan itu. Seperti saat kau bertemu dengan orang untuk pertama kalinya dan kau mengenalinya dari aroma parfumnya, itulah yang Kenzie rasakan saat ini.

Tanpa sadar ia menggerakkan bola mata yang selama ini seperti tak ingin melihat dunia lagi. Ia menangkap sosok familiar dari ekor matanya.
Air matanya menetes tanpa perintah. Bibirnya bergetar menahan tangisan rindu.

Sehari Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang