Riana memandang tubuh lemah anaknya yang masih saja tak menunjukkan perubahan apapun.
Beberapa saat lalu Kenzie sudah di pindahkan ke ruang perawatan biasa karena memang terhitung sudah tiga hari Kenzie berada di dalam ruang ICU yang merupakan batas waktu yang di berikan dokter untuk melihat perkembangannya.
Namun dengan berat hati dokter kembali mengingatkan Riana dan Zayn bahwa Kenzie memang sudah berada di level vegetatif.
Meski demikian, semua alat serta kabel-kabel yang rumit masih menempel di badan Kenzie, karena hanya dengan semua benda itulah jantung Kenzie masih dapat berdetak.
Air mata Riana sepertinya tidak pernah kering sejak malam dimana Kenzie kecelakaan.
Pikirannya kacau, namun tak lebih kacau dibanding perasaannya yang remuk redam beberapa waktu lalu.
Dunia serasa runtuh di depan matanya. Sinar matahari seperti terserap awan kelabu.
Ia marah. Ia kecewa. Raya, sosok yang ia harapkan dapat menjadi penolong justru membuat dirinya semakin kehilangan arah.
Seolah ia bukanlah Raya yang selalu di banggakan Kenzie sebagai pelindungnya, justru Raya sosok monster yang kini telah menunjukkan wujud aslinya setelah sekian lama berperan sebagai peri baik hati.
Bagaimana bisa seorang Raya menginginkan kematian Kenzie, anaknya yang malang. Oh, andai Kenzie tahu apa yang Raya ucapkan beberapa waktu lalu, sudah tentu Kenzie akan sadar bahwa tidak ada yang menyayanginya melebihi Riana.
Ibu kandungnya.
Ibu yang sudah pasti akan terus mempertahankan hidup Kenzie.
Ya, Riana patut berbangga diri setelah tadi, ia, bahkan Zayn mendengar sendiri penuturan Raya yang telah merelakan hidup Kenzie.
Melepas Kenzie, seolah memang tidak ada jalan lain kecuali mengabulkan keinginan Kenzie yang terdengar kejam di telinga Riana.
Maka dari itu, sekarang jadilah Riana seorang diri di dalam kamar rawat Kenzie. Tak membiarkan barang seorangpun masuk. Tak terkecuali Zayn yang akhirnya memilih menemani Khanza.
Sedang Raya, entah dimana keberadaan wanita itu setelah Riana menampar wajahnya dengan keras sebelum akhirnya mengusirnya.
Raya mengatakan bahwa saat ini ia hanya ingin mengabulkan keinginan terakhir Kenzie, meski dengan air mata yang terus mengalir dan suara yang bergetar, ia berkata dengan yakin kepada semua pasang mata termasuk Riana dan Zayn serta dokter Andy bahwa ia merelakan Kenzie untuk mendonorkan organ yang di butuhkan pasien lain yang masih memungkinkan dapat terselamatkan oleh bantuan Kenzie.
Lalu bagaimana dengan nasib Kenzie sendiri?
Tidak.
Sampai kapanpun Riana tidak akan membiarkan itu terjadi.
Selayaknya ibu di luaran sana, ia juga akan melakukan apapun yang terbaik untuk anaknya.
Ia akan memperjuangkan hidup Kenzie, apapun yang akan terjadi. Bahkan ia rela menukar posisinya andai bisa.
.
.
.
.
"Kenzie... Nak.. mama tahu Kenzie denger mama sekarang." Riana mengelus surai legam anaknya yang masih setia terbaring lemah.Di genggamnya tangan Kenzie yang bebas dari selang infus serta oximeter. kemudian ia angkat sebelum mengecupnya beberapa kali.
"Sayang.. ayo kita buktiin kalo mereka semua salah nak.. ayo.. mama percaya Kenzie itu kuat. Kenzie cuma capek aja kan nak, pengen istirahat agak lama.. oke, mama tunggu sampai Kenzie puas tidurnya. Tapi mama mohon Kenzie harus mau bangun lagi ya sayang.. biar Raya nyesel karena sudah ambil keputusan yang salah."
.
.
.
.
.
Di sisi lain gedung, tepatnya di musholla, Raya tengah khusyuk duduk bersila dengan tasbih digital melingkari telunjuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehari Untuk Selamanya
General Fiction"pokoknya nji mau nya mama yang suapin" _kenzie "Kamu apa-apaan sih Kenzie? Udah gede gitu emang nggak malu?" _Riana "Tapi mama kan udah janji seharian bakal turutin permintaan nji?" _kenzie "Iya tapi hari ini kamu tuh aneh. Manja banget. Mama juga...