22. di jemput papa

1.4K 123 4
                                    

Sebuah ketukan mengagetkan Raya pagi ini. Bahkan adzan subuh belum berkumandang. Ia bergegas ke arah pintu tanpa membangunkan tiga lelaki yang sedang asyik menyelami mimpi mereka masing-masing. Ia membenarkan posisi Reno terlebih dahulu sebelum beranjak, anak itu tertidur menungging dengan mulut sedikit terbuka.

"Eh, bapak?" Tanyanya setelah melihat sosok di balik pintu.

Zayn hanya tersenyum. Rasa kantuk bercampur lelah membuatnya malas banyak berkata. Ia langkahkan tungkainya memasuki rumah Raya setelah di persilahkan.

Dari ruang tamu yang tidak terhalang apapun, ia bisa langsung melihat ke ruang tengah. meski tanpa penerangan, Matanya menangkap dua lelaki tertidur dengan pulas nya meski hanya ber alaskan kasur lantai, oh tidak, ada satu lagi makhluk kecil entah apa bentuknya karena posisi tidurnya yang tidak elit sama sekali. Tapi dari penampakannya Zayn yakin benda itu manusia karena mempunyai kepala serta tangan dan kaki.

"Maaf pak, saya nggak tahu bapak mau datang.. "

"Iya nggak apa-apa"

"Silakan duduk dulu pak." Kata Raya memberikan sebuah kursi plastik tanpa sandaran. "Maaf pak, seadanya ya pak. Silakan.." Untung di rumahnya selalu sedia air panas, jadi tidak perlu menunggu lama untuk membuatkan segelas teh panas untuk majikannya.

Lagi-lagi Zayn hanya tersenyum. " Itu Kalian emang tiap hari tidurnya begitu?" Ia menunjuk dengan dagu di sela kegiatan menyesap teh panas. Ia lelah, sungguh lelah karena malam tadi ia diam-diam langsung berangkat ke kampung Raya sepulang dari kantor. Itu saja ia mencari-cari alasan ada pekerjaan di luar kota. Entahlah, tidak biasanya Khanza semanja itu.

Seharusnya sudah dari kemarin ia menjemput Kenzie, namun Khanza selalu menahannya. Gadis itu selalu menelepon agar Zayn cepat pulang. Ia bilang rindu pada ayahnya, ingin di temani entah sekedar jalan-jalan di taman komplek rumah mereka atau sekedar di temani tidur.

Tentu saja Zayn sulit menolak permintaan anak gadisnya, ditambah akhir-akhir ini kondisi Khanza memang sering naik turun. Anak itu juga sukar tidur di malam hari, mungkin itu juga yang memperparah kondisinya. Dalam sebulan ini saja ia sudah tiga kali demam, tapi seperti biasa anak itu tidak mau ke rumah sakit kecuali untuk melakukan perawatan wajibnya mendapat transfusi darah.

"Oh. Iya pak, tadinya mah kita tidur di kamar masing-masing.."

"Ooh."

Tak lama sosok Suryo ikut dalam obrolan. Ia terbangun karena suara mereka.

"Ini masih jam tiga, mending bapak istirahat dulu di kamar biar nggak capek." Usul Suryo.

"Iya, saya memang harus istirahat sebentar, soalnya nanti mau langsung balik Jakarta."

"Jadi bapak sekalian jemput Kenzie?" Tanya Raya. Sedikit tak rela bila harus kembali meninggalkan suami serta anaknya. Ia berencana untuk berangkat beberapa hari lagi, tentu saja untuk membujuk Reno juga perlu waktu berhari-hari agar mau di tinggal kembali.

"Ya itu tujuan saya. Dua hari lalu Kenzie telepon minta di jemput."

"Kenzie yang minta bapak jemput dia?" Tanda tanya besar kini memenuhi pikiran Raya. Dimana dua hari lalu Kenzie baru saja bilang, bila bisa ia ingin tetap di kampung saja, tinggal bersama keluarga Raya dan mencari sekolah baru.

Meski Raya juga tidak keberatan dengan keinginan Kenzie, namun ia tetap menolak dengan halus, bukan apa-apa. Ia tahu alasan Riana memperkerjakannya kembali hanya untuk merawat Kenzie saja, bukan menjauhkan Kenzie dengan keluarganya. Karena Raya juga melihat usaha Riana mendekati Kenzie selama ini.

Sehari Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang