"bang ji... Ayo mam dulu, udahan mainnya nanti lagi.." ucap seorang perempuan muda pada bocah empat tahun yang sedang asik memainkan mobil-mobilan di lantai.
Si bocah lantas menghentikan kegiatannya seraya menatap mbak aya, panggilan untuk Raya si baby sitter yang kini berdiri di pembatas antara dapur dan ruang tengah dengan tatapan polos nya yang membuat siapapun gemas ingin mencubit pipi tembam itu.
"Mama mana mbak?" Tanya nya setelah tak mendapati siapapun di meja makan. Kaki pendeknya belum mencapai lantai kala Raya mendudukkannya di kursi meja makan.
"Mama di kamar lagi bobok in dedek. Udah bang ji makan sama mbak." Jelasnya lembut.
"Ayo... Bang ji mau makan pake apa? Mbak udah masakin ayam goreng pentung nih kesukaan bang ji.. ada sayur sop juga looh..." Sambungnya mencoba mengalihkan perhatian bocah lelaki yang kini nampak kecewa dengan tatapan yang susah di artikan. Ia mengangkat satu potong ayam goreng paha bagian bawah kesukaan anak asuhnya.
Dengan gerakan tiba-tiba Kenzie, bocah itu turun dari posisi nya dengan menurunkan kedua kakinya sekaligus yang menggantung di udara.
"Mau kemana Kenzie?" Tanya Raya seraya meletakkan kembali ayam goreng ke piring saji. Bermaksud untuk meraih tubuh kecil Kenzie yang sudah terlebih dahulu berlari dengan kaki-kakinya yang pendek.
"Nji mau di tsuapin tsama mama" jawab anak itu masih sambil berlari menuju lantai dua mencari keberadaan ibunya.
Memang sampai usia enam tahun Kenzie baru bisa mengucapkan huruf S dan R Secara sempurna. Itupun masih sering kali kelupaan kalau harus mengatakan banyak kalimat.
Raya menahan langkahnya di depan pintu kamar majikannya kala mendengar percakapan ibu dan anak empat tahun itu dengan bayi perempuan di gendongannya. Balita dua tahun itu nampak bergerak tak nyaman karena suara yang mengganggu pendengarannya.
"Kan ada mbak?" Kalimat monoton yang keluar dari mulut Riana. Tubuhnya mengayun ke kanan dan kiri agar balita yang sedang kurang sehat dalam gendongannya dapat tertidur kembali.
Ayolah. Ia sudah lelah semalaman begadang karena anak bungsunya yang rewel. Sudah dua hari ini Khanza demam. Meski sudah membawa berobat ke dokter tapi kondisinya belum sepenuhnya membaik. Anak itu akan tertidur selama tiga jam setelah di berikan obat pereda demam. Namun setelah efek obat itu hilang anak itu akan kembali rewel karena suhu badannya yang meninggi kembali.
Memang Khanza berbeda dengan Kenzie yang mempunyai badan sehat, sejak lahir Khanza sering di serang demam. tubuh mereka pun jauh berbeda, bila Kenzie mempunyai pipi tembam dan badan gendut yang lucu, maka Khanza hanya mempunyai sedikit pipi tembam dengan tubuh yang kurus. Badannya pun agak lebih kecil dari balita seusianya yang lain.
"Tapi nji mau di tsuapin mama.." pinta Kenzie sambil menarik ujung baju ibunya yang masih fokus pada adiknya.
"Nanti ya sayang.. dedek nya lagi rewel ini.. udah nji sama mbak dulu sana. Mbak.. nih bawa Kenzie dulu" Riana menyerahkan genggaman tangan anaknya pada Raya yang kini masuk kedalam kamar.
"Gak mau. Nji nggak mau tsama mbak aya. Tsama mama pokoknya" rengekan Kenzie kini terdengar. Ia menghempaskan tangan ibunya sebelum Raya mengambil alih tangan kecil Kenzie yang kini justru memukuli kaki Raya.
"Mbak pelgi. Mbak pelgi." Racaunya dengan suara keras yang membuat Khanza menangis.
"Udah mbak. Bawa aja. " Ucap Riana masih mencoba sabar.
Namun Kenzie yang masih kecil belum mengerti apa-apa. Yang ia tahu, sejak ia mempunyai adik kasih sayang keluarganya berkurang. Tidak ada lagi ibunya yang dulu selalu menyuapinya dengan kesabaran karena Kenzie tipe anak yang tidak bisa diam saat makan. Ia akan asik pada mainannya. Begitupun di meja makan, entah mobil-mobilan atau robot pasti lebih menarik perhatiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehari Untuk Selamanya
Ficción General"pokoknya nji mau nya mama yang suapin" _kenzie "Kamu apa-apaan sih Kenzie? Udah gede gitu emang nggak malu?" _Riana "Tapi mama kan udah janji seharian bakal turutin permintaan nji?" _kenzie "Iya tapi hari ini kamu tuh aneh. Manja banget. Mama juga...