Karina terbangun pada pukul dini hari karena merasa tenggorokannya kering.
"win, temenin gue ke dapur yuk. Gue mau ambil minum" ucap Karina membangunkan Winter yang tertidur pulas di sampingnya.
"eung.." Winter hanya bergumam tanpa bereaksi apapun.
"aduh, gue takut lagi turun sendirian" gumam Karina.
"bodo amat ah daripada nanti pagi suara gue ilang" ia pun beranjak dari tidurnya sambil mengikat rambut, bersiap untuk mengambil minum di dapur.
Sesampainya di bawah, hampir seluruh penerangan remang-remang. Namun ia tetap memberanikan diri berjalan ke dapur.
"ah lega.. akhirnya" ucapnya setelah meneguk segelas air putih.
Saat hendak mengambil air lagi untuk diminum, Karina mendengar percikan air yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"eh suara apa tuh anjir" Karina pun mengendap-ngendap mengikuti arah suara air tersebut.
"eh siapa tuh di pinggir kolam? orang atau bukan ya? tapi kalo diliat-liat bentukannya kaya Jeno" batin Karina.
"jen–" Karina mengurungkan niatnya saat melihat Jeno menunduk dan pundaknya bergetar, ini kali pertamanya ia melihat Jeno menangis.
Beberapa saat Karina memperhatikan Jeno, ia pun segera kembali ke dapur saat Jeno hendak beranjak dari tempatnya. Benar saja, mereka bertatapan saat Jeno melewati dapur.
Karina merasa canggung, begitupun dengan Jeno dengan mata merahnya. Untuk memecahkan keheningan, Karina pun tersenyum dan menyapa.
"hai!" Jeno hanya membalas dengan senyuman sambil mendekat ke samping Karina.
"lo ngapain jam segini di dapur?"
"emm.. ini gue, gue kebangun terus haus, jadi ambil minum deh. Lo mau juga?" Jeno menggelengkan kepala.
"rin, apa yang lo liat tadi–"
"j-jen maaf, tapi gue.. gue ngga senga–"
*GREP!*
Jeno memeluk tubuh Karina dengan erat, ia menenggelamkan wajahnya di tengkuk Karina. Sedangkan Karina hanya membeku karena kaget dengan perlakuan Jeno.
"Jeno nangis? di pundak gue? astaga gue harus gimana.." batinnya.
Perlahan Karina membalas pelukan Jeno, ia menepuk bahu Jeno perlahan tanpa mengucap apapun supaya Jeno lebih tenang dan meluapkan semuanya dengan puas. Beberapa saat kemudian, mereka duduk bersama di meja makan.
"nih, diminum dulu" ucap Karina sambil menyodorkan segelas air.
"makasih lo udah ngijinin gue buat nangis di pundak lo. Tapi tolong rahasiain ini dari yang lain ya?"
Karina mengangguk paham, "iya lo tenang aja"
Seketika beberapa saat hening hingga Karina memutuskan untuk memecah keheningan mereka.
"jen, ngga semua orang itu kuat ditinggal pergi sama orang yang dia cintai, apalagi pergi untuk selamanya. Lo boleh nangis kok, lo boleh luapin semua kesedihan lo. Cowok itu juga punya perasaan, jadi gue ngga setuju sama opini 'cowok yang nangis berarti lemah'. Dan lo juga bisa ceritain apapun yang lo rasain ke orang lain yang lo percaya" Jeno tersenyum mendengar ucapan Karina.
"kalo orang itu lo, boleh gue ceritain semuanya sama lo?" tanya Jeno yang membuat Karina sedikit kaget.
"itu hak lo, dan gue juga janji ngga akan bocorin ke siapapun"
***
Paginya, Taeyong perlahan membuka mata saat cahaya matahari masuk melalui celah celah jendela kamarnya. Tangannya terasa berat saat hendak digerakkan, ia pun menoleh ke samping mendapati Hyera tertidur di sampingnya berbantal lengannya. Taeyong menyingkirkan beberapa helai rambut yang sedikit menutupi wajah Hyera, lalu menatap wajah kekasihnya beberapa saat. Tanpa sadae, Taeyong mengusap pelan pipi Hyera hingga sang kekasih perlahan membuka matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZOO Siblings (Completed)
FanfictionGiselle menarik tangan Jeno untuk dirangkul, "Jeno adalah saudara kembar gue" sontak semua penonton terkejut mendengarnya. "sedangkan kak Hendery dan kak Yangyang adalah abang kandung gue. Emang salah gue pelukan sama abang sendiri?" lanjutnya denga...