Harapan Jenaka tak Tersampaikan

11.3K 941 44
                                    

Alisa terkejut melihat kemunculan Ibu mertuanya di depan teras rumahnya. Sontak sepasang mata Alisa tertuju kepada Lembayung yang ikut turun dari mobil setelah menurunkan Nilo. 

Lembayung menyapa Ibu mertua Alisa dengan anggukkan kepala singkat, namun Ibu mertua Alisa sama sekali tidak membalasnya. Tatapan wanita berusia di akhir lima puluhan tersebut malah melengos, menatap Alisa dengan tatapan sinis bercampur kesal.

Baru tiga minggu anaknya meninggal. Baru kemarin Alisa menangis di depan jenazah suaminya, mengeluh kenapa suaminya meninggalkan dirinya terlalu cepat. Di depan Ibu dan Ayah mertuanya, Alisa berkata ia tidak berniat menikah lagi sekali pun ada lelaki yang berniat menikahinya.

Sekarang apa, belum ada empat puluh hari suaminya pergi, Alisa terlihat menempel dengan lelaki baru. Berpenampilan mahal dengan setelan jas rapi, mengendarai mobil, sampai tetangga di kanan dan kiri menggosipkan menantunya.

Ibu mertua Alisa malu. Kalau pun Alisa ingin menikah lagi, apa tidak mau menunggu agak lama? Atau gosip tentang Alisa yang selingkuh sejak suaminya sakit-sakitan itu benar adanya?

"Aku balik duluan kalau gitu." Lembayung pamit pada Alisa, menyapa Ibu mertua Alisa sekali lagi walau tetap tidak mendapat respons.

Alisa memegangi lengan kanannya. "Iya, hati-hati ya, Lembayung. Makasih buat tumpangannya."

"Hm," angguk Lembayung.

Sebelum ia masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan rumah Alisa, Lembayung mengajak Nilo berbicara. Nilo pun kelihatan sudah akrab. Melihat itu, Ibu mertua Alisa bertambah panas. Ia memanggil Nilo, sedikit menariknya hingga Lembayung menegakkan punggung.

"Nilo, ingat pesan Nenek, ya. Jangan pernah mau diajak ngobrol sama orang asing! Ngerti?" Ibu mertua Alisa memperingatkan cucunya. Si kecil Nilo mendongak, mengerjapkan matanya, lalu menganggukkan kepala.

Situasi menjadi canggung. Sejujurnya Alisa tidak enak kepada Lembayung. Ibu mertuanya mengatakan hal barusan di depan Lembayung, dengan nada suara yang sinis dan ketus.

Lembayung memberi isyarat dengan anggukkan kepala, seolah mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Alisa menatap kepergiaan Lembayung hingga lelaki itu masuk ke dalam mobil.

Setelah mobil Lembayung pergi, Ibu mertua Alisa mendengus keras. Ia menjadi sangat kesal melihat menantunya seolah tidak tahu malu. Saling menatap seperti barusan. Tidak heran kalau Alisa mulai menjadi bahan gosip para tetangga.

"Bu." Alisa mengekor di belakang Ibu mertuanya.

Ibu mertua Alisa menggandeng cucunya. Mulutnya sudah gatal ingin mengomeli Alisa. Seketika ia menjadi kesal, ia menyesal karena membiarkan Alisa menikahi anak lelakinya dulu.

"Jenazah suami kamu baru dimakamkan tiga minggu lalu, tapi kamu udah nempel-nempel sama lelaki baru! Kamu punya pikiran, nggak?" Ibu mertua Alisa marah-marah. "Kamu tahu, kamu sama lelaki tadi lagi dibahas sama tetangga. Sampai kemarin waktu Ibu ke pasar, Ibu ditanya ada hubungan apa kamu sama lelaki tadi. Kamu jangan bikin Ibu sama Bapak mertua kamu malu, Lisa!"

"Aku sama Lembayung cuma teman, Bu," jelas Alisa. "Aku sama dia udah temenan dari lama, sejak SMA, dan setelah Reeno meninggal, kita ketemu lagi."

"Kebetulan banget, ya? Atau sebenarnya kalian udah punya hubungan dari Reeno masih hidup? Iya?" cecar Ibu mertua Alisa. "Kamu pikir Ibu percaya? Di dunia ini nggak ada kata berteman antara lelaki dan perempuan. Apa lagi kalian sama-sama dewasa. Sekarang Ibu tanya, apa lelaki tadi nggak punya pacar? Tunangan? Atau bahkan anak dan istri? Istri dia tahu nggak, suaminya nganterin kamu pulang kayak tadi?!"

Alisa terdiam, Lembayung memang bukan lajang lagi. Lelaki itu bercerita sedang menyiapkan gugatan perceraian kepada istrinya. Tapi, apa urusannya dengan Alisa? Ia dan Lembayung sungguhan tidak memiliki hubungan apa-apa selain berteman.

Ayo, Kita Cerai! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang