Luluh Sekaligus Hancur

12.1K 922 52
                                    

"Sebelumnya korban mengeluh diikuti seseorang tidak dikenal. Hampir setiap malam korban ketakutan jika pulang sendirian. Dan Dimar, orang yang sering menjemput korban di tempat bekerja. Bukankah ini cukup menjadikan alasan kamu membunuh korban?"  

Selanjutnya, seorang petugas memutar sebuah video dari laptop-nya. Ia menunjukkan bukti CCTV yang menunjukkan Awan membuntuti Nasti sepulang bekerja. Dalam video itu, Awan mengenakan pakaian serba hitam, penutup kepala, dengan jalan sedikit mengendap memerhatikan Nasti dari belakang.

"Bisa kamu jelaskan ini apa? Masih mau mengelak?"

Iya, benar. Awan memang membuntuti Nasti malam itu. Tepatnya tiga hari sebelum Nasti ditemukan meninggal di apartemen Jenaka. Tapi Awan berani bersumpah, bukan dirinya pembunuh Nasti.

Ia melakukannya karena kesal Dimar lebih memilih menjemput Nasti daripada memberi perhatian kepada Awan. Dan apa yang dibilang Dimar memang benar. Dimar datang menjemput Nasti malam itu. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Nasti pulang bersama Dimar. Tapi setelahnya Awan memutuskan pulang akibat terlalu kecewa.

Awan tidak mengelak. Dengan adanya bukti CCTV yang diputar, Awan mengakui bahwa dirinya memang membuntuti Nasti. Namun, itu pertama dan terakhir kalinya Awan melakukannya. Karena setelah malam itu, Awan berusaha tidak peduli kepada Dimar atau Nasti. Awan terlalu kecewa.

"Saya memang nggak suka sama Nasti karena dia dekat sama Dimar. Tapi demi Tuhan, saya nggak pernah berniat membunuh orang, apa lagi Nasti." Awan bersikeras mengelak.

"Di hari Nasti ditemukan meninggal di apartemen, kamu berada di mana?" tanya petugas.

Awan mencoba mengingatnya. Ia dengan yakin menjawab, "Di rumah, saya tidur."

Petugas menyodorkan bukti lagi. "Dari keterangan tetangga di apartemen kamu tinggal, kamu keluar apartemen pukul sebelas malam. Dan setelah kami mendapatkan CCTV dari penjaga, kamu kembali dua jam kemudian. Bisa kamu jelaskan selama dua jam berlangsung, apa yang kamu lakukan?" 

Awan menghela napas panjang. "Awalnya saya memang tidur, Pak. Tapi nggak bisa. Makanya saya memutuskan buat pergi ke minimarket."

"Ke minimarket sampai dua jam? Sepanjang apa antrean-nya? Apa kamu pergi ke minimarket yang ada di luar kota?" sindir petugas.

"Saya nggak sengaja ketemu sama teman, Pak. Kami ngobrol lumayan lama. Tapi nggak ingat apa itu sampai dua jam karena memang nggak terasa."

"Kalian ngobrol di mana?"

"Di...," gumam Awan, ragu.

Di kala ia pusing memikirkan hubungannya dengan Dimar yang mulai renggang, Awan berusaha mencari tempat pelarian. Ia keluar dari apartemen setelah mencoba tidur, tapi ia tidak berhasil. Akhirnya Awan berniat pergi ke minimarket membeli minuman dan camilan. Mungkin, ia akan menghabiskan malamnya untuk menonton sampai ia bisa ketiduran. Namun, ketika Awan selesai berbelanja dan keluar dari minimarket, Awan berpapasan dengan temannya—tidak, mantannya.

Awan ikut pulang ke rumah mantan pacarnya malam itu. Ia mengungkapkan kekesalannya kepada Dimar dan Nasti. Mantan pacar Awan mendengar cerita Awan seksama, seolah memahami perasaan Awan. Hingga akhirnya mereka saling terbawa perasaan, dan... Awan mengkhianati Dimar.

Awan dengan cepat tersadar walau sudah terlambat. Awan memutuskan pamit pulang dan meninggalkan barang belanjaannya.

"Kenapa nggak bisa jawab? Di mana kamu dan teman kamu mengobrol?" tegur petugas, geram.

"Di depan minimarket..." Awan terpaksa berbohong. Jika ia jujur, Dimar akan mengetahuinya. Dan hubungan yang ia dan Dimar jalin selama bertahun-tahun bisa berakhir kandas. Awan tidak bisa kehilangan Dimar.

Ayo, Kita Cerai! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang