Kekhawatiran Jenaka

8.7K 672 62
                                    

Alasan di balik kaburnya Malaka adalah, gadis itu diminta pulang ke kampung halamannya untuk dinikahkan dengan seorang lelaki. Tapi masalahnya di sini, lelaki yang akan dinikahkan dengan gadis itu tidak lain salah satu pelaku yang melecehkan Malaka. 

Jenaka kehabisan kata-kata. Ia ikut kecewa kepada kedua orang tua Nasti. Malaka sudah cukup menderita akibat pelecehan yang dialaminya. Sekarang, Ibu dan ayahnya mau menambah beban Malaka juga?

Pantas saja Malaka kabur. Di rumah penampungan Sina, Malaka jauh lebih baik. Kamya selalu mengabari Jenaka soal kemajuan Malaka yang berangsur membaik dari hari ke hari. Namun, ketika kedua orang tuanya datang hendak mengajaknya pulang, Malaka justru ketakutan. Dan di hari yang sama Malaka memilih kabur. Beruntung Kamya segera menghubungi Jenaka. Malaka berhasil ditemukan oleh Dimar. Saking ketakutannya Malaka, gadis itu pergi tanpa menggunakan alas kaki.

Dimar melepas sepatu yang ia kenakan. Meletakkannya di bawah kaki Malaka, lantas membantu gadis itu memakainya. Malaka cuma menunduk dan membiarkan Dimar membantu memakai sepatu. Wajah Malaka sangat pucat, tangan dan kakinya menjadi dingin sekaligus gemetaran.

"Tolong aku, Kak. Aku nggak mau nikah sama orang itu." Malaka menangis ketakutan sembari menggigit ujung kukunya. "Aku nggak butuh pertanggungjawaban salah satu dari mereka."

Dimar berdiri, bertukar posisi dengan Jenaka. Dipeluknya Malaka sembari mengusap punggung gadis itu. Jenaka berjanji akan membantu Malaka bicara dengan kedua orang tuanya. Malaka tidak akan menikah dengan orang yang telah menghancurkan masa depannya.

Kini, Malaka beserta kedua orang tuanya berada di rumah Dimar. Tidak lupa Jenaka memberi kabar bahwa Malaka telah ditemukan kepada Kamya. Di telepon, Kamya mengucapkan terima kasih. Perempuan itu ikut lega setelah mendengar Malaka baik-baik saja.

"Ibu, Ba—" Dimar menyenggol lengan Jenaka. Membuat Jenaka menelan suaranya kembali. "Apa?" tanyanya, bingung.

"Ada yang ingin saya sampaikan ke Bapak sama Ibu."

Suasana menjadi hening ketika Dimar yang berbicara. Perdebatan di antara Malaka dan ibunya berhenti. Ibunya tidak lagi memaksa Malaka pulang sebab Dimar akan menyampaikan sesuatu.

"Saya yang akan bertanggungjawab atas bayi yang dikandung sama Malaka," ujar Dimar.

Sontak saja membuat semua orang menjadi terkejut, termasuk Jenaka sendiri. Sepasang mata dan bibir Jenaka membulat secara bersamaan. Dalam kepalanya sekarang muncul pertanyaan, "Dimar, serius?" Tapi Jenaka menahan diri. Ia akan menunggu sampai Dimar selesai bicara.

"Saya nggak akan mempermasalahkan siapa Ayah kandung bayinya. Ibu sama Bapak nggak usah khawatir tentang masa depan Malaka beserta bayinya lahir kelak. Saya akan jamin kehidupan mereka," ujarnya. "Setelah Malaka melahirkan, Malaka bisa melanjutkan pendidikan. Dan semua biaya sekolah hingga kuliah Malaka sampai lulus, saya yang akan bertanggungjawab. Begitu pun dengan bayi Malaka."

"Kak Dimar," gumam Malaka, tidak jauh berbeda dengan Jenaka yang bingung.

"Kalau Bapak sama Ibu khawatir saya—"

"Kami nggak akan meragukan kamu, Mar. Tapi kamu pikir sekali lagi. Malaka korban pelecehan. Gimana sama keluarga kamu nantinya? Ibu nggak mau Malaka malah jadi bahan cacian." Ibu Malaka mengutarakan kegelisahannya.

Siapa yang akan mau memiliki calon menantu seperti Malaka? Biarpun Malaka memiliki paras cantik, tetap saja masa lalunya akan dianggap aib seumur hidup. Ibunya Malaka tidak mau kalau sampai Malaka dijadikan bahan hinaan oleh keluarga Dimar. Mungkin Dimar bisa menerima segala kekurangan Malaka, tapi tidak dengan keluarganya.

"Soal itu, Ibu sama Bapak jangan khawatir. Biar saya yang urus." Dimar menatap kedua orang tua Malaka bergantian. "Sekarang tinggal Ibu sama Bapak, dan juga..., Malaka." Tatapan Dimar berakhir kepada Malaka. Gadis itu diam tidak bisa bergerak selain balas menatap Dimar.

Ayo, Kita Cerai! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang