8 : Kilas Balik 2010 (Surat)

11 2 0
                                    

Sesuai janji, membuat surat untuk di tukarkan ke teman pun di mulai. Bahkan, kini sudah selesai setelah berlalu beberapa jam.

Dan buruknya, Anindita tidak tahu harus tukar ke siapa. Mau tukar ke teman sebangku, sudah di tukar.

"Nin, udah punya teman tukar, nggak?" tanya seseorang di depan Anindita. Anindita menggeleng.

"Cepet tukar lho, Nin." ujar teman sebelah Anindita.

"Gue tau satu orang sih, tapi lo mau tukar sama dia?"

Mendengar apa yang Caca ucap, Anindita langsung setuju. Daripada dia menganggur begini tanpa teman tukar surat.

"Tuh, yang paling pojok."

Caca menunjuk ke arah wanita yang sedang menatap suratnya.

"Gue liat-liat sih, dari tadi nggak ada yang tukar surat sama dia."

"Yakin lo, Ca? Saranin dia?"

"Yakinlah. Nggak boleh gitu sama teman. Ajakin bicara."

"Tampang dia rada ketus sih."

Anindita langsung berjalan ke arahnya. Wanita tadi langsung menatap Anindita.

"Udah tukar surat belum?"

"Belum."

Anindita langsung memberikan suratnya pada wanita itu. Dan mengambil surat di genggaman tangannya.

"Kita tukar surat, ya."

"Gue?"

"Yoi. Baca ya."

Setelah Anindita pergi, dia membaca surat yang di berikan Anindita. Walau hanya surat biasa tanpa hiasan apapun, itu berarti.

Yah, walau bisa di akui, surat Anindita seperti amplop putih berisi uang yang di berikan tamu kepada pengantin di acara kondangan.

"Gimana, Nin? Di terima nggak?"

"Yoi, Ca."

Dan setelah itu, semua pun mulai membaca surat-surat yang di tukar. Termasuk Anindita membaca surat wanita tadi.

"Oalah, namanya Nadindra Binar, toh."

Dia berbalik ke belakang, mengecek jika wanita tadi membaca suratnya atau tidak. Dan benar adanya jika suratnya pasti di baca.

"Oke! Semua sudah baca, kan?"

"Sudah, Kak!"

"Bagus. Sekarang, kita ke perpustakaan, ya. Ambil buku materi untuk kalian pakai besok buat belajar. Yang baik-baik ya, harus antri. Kalau ada yang belum dapat, lapor ke saya."

Semuanya langsung mengikuti Rena menuju perpustakaan untuk mengambil buku paket. Berharap jika semuanya cukup.

"Hei."

Anindita langsung menghampiri teman tukar suratnya.

"Nama lo Nadindra Binar kan? Gue harus manggil siapa. Nadin atau Binar?"

"Binar aja."

"Wah, kalau gitu manggil gue Anin aja, ya. Jangan panggil Wina."

"Oke."

Langsung saja kedua anak ini akrab mendadak. Bahkan perjalanan ke perpustakaan itu mereka sering berbicara banyak hal.

Tapi ada satu yang mengganggu Anindita ini.

"Anin! Dapat teman baru nih?"

Mahesa, masalahnya. Kebetulan kelas Mahesa juga ke perpustakaan. Dan bertemu Mahesa pula di depan perpustakaan.

TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang