3 : Kepikiran

9 3 0
                                    

"Din, lo nggak ada niatan nikah gitu?"

"Nggak ada."

"Yakin lo, Din? Pacar lo nggak ngajak nikah gitu?"

"Baru putus nih, Kak. Dia nggak serius."

Binar tengah menyantap martabak yang barusan dia beli pagi tadi. Tak lupa dia mengajak teman satu seperjuangan mereka saat SMA, Dinara Elisha. Hanya beda setahun dengan Anindita dan Binar.

"Nih martabak enak banget dah, Kak. Beli di mana?"

"Di warung dekat warung Bu Laila, lho. Dan baru tau Bu Laila jualan seblak. Di liat-liat, harganya murah terus enak lagi."

"Kudu langganan sih ini, Kak. Kapan lagi porsi banyak bayar dikit."

Di saat dua manusia penyantap martabak itu sibuk berbicara, Anindita masih sibuk tenggelam dalam pikiran.

Dia teringat Mahesa terus. Pertemuannya dengan Mahesa itu mendadak. Tanpa persiapan apapun.

"Oit, mikirin apa, Anin? Serius amat."

Binar membuyarkan lamunan Anindita dengan memberinya sepotong martabak.

"Abis makan seblak langsung overthinking aja lo, Nin."

"Hush, jangan ganggu dulu. Gue lagi mikir."

Dinara tertawa sejenak. Anindita saat serius malah seperti orang bodoh, katanya. Dan jarang melihatnya berpikir serius.

"Kalau mikirin duit, tenang. Ada gue kok, Kak." ucap Dinara dengan bangganya. Binar menggeleng melihatnya.

Walau memang dia akui jika Dinara uangnya lebih banyak daripada mereka berdua.

"Kalian ingat Mahesa, nggak?" tanya Anindita pada mereka berdua.

"Mahesa? Si Mahesa?" tanya Binar balik.

"Iya, lo ingat kan?"

Binar mengangguk. Takkan dia lupa Mahesa. Dan Dinara pun tahu jelas. Karena dia tidak lupa dengan Mahesa yang juga temannya.

"Kak Mahesa yang sering bareng lo kan, kak?"

"Iya. Lo pada tau, gue ketemu dia setelah bertahun-tahun woi."

Binar dan Dinara bertukar pandang. Senyuman Binar mengisyaratkan suatu hal yang hanya Dinara tahu.

"Oh.. jadi dia nih, yang dari tadi lo pikirin terus?" ucap Binar sambil mencubit pelan bahu Anindita.

"A-apa sih. N-nggak kali ya."

"Hayoloh gagap tuh gagap!"

Dinara kebablasan tertawa di temani oleh Binar pula. Rasanya panas di wajah Anindita.

"Setelah bertahun-tahun akhirnya tumbuh juga ya benih-benih cintanya."

"Bener, Din. Jarang-jarang lho, si Anin suka cowok."

"Malah cuma kak Mahesa doang dah yang berani pepet dia. Walaupun kayak kejebak friendzone."

Anindita diam sejenak. Mana mungkin dia menyukai Mahesa. Dia hanya menganggap Mahesa itu teman. Sejauh ini pun dia berhasil hidup tanpa Mahesa.

Dan jelas, apa yang di katakan kedua anak di depannya ini hanyalah bacotan bagi anak yang selalu di mabuk oleh cinta.

"Pulang nanti, mau beli seblak juga kak. Tapi belinya di tempat Bu Laila aja. Wanginya tadi enak banget."

"Oke. Tapi bayarnya pake uang lo kan?"

"Ya iyalah, Kak. Tenang aja."

Dinara berseru senang. Seblak juga termasuk favoritnya. Dan akan dia makan saat tiba di rumahnya nanti.

•••

"Mahesa."

"Mahesa Aditya."

"Lama juga ya, kita baru ketemu."

Anindita tengah merebahkan tubuh di kasurnya. Dia terus teringat pertemuannya dengan Mahesa pagi tadi.

Pertemuan yang benar-benar tak disangka. Di saat Anindita sudah tidak yakin akan bertemu, Mahesa malah muncul di hadapannya.

"Terakhir ketemu sama dia itu kapan ya? 2 tahun setelah kelulusan nggak sih?"

"Di hitung-hitung itu udah lama banget."

Di tatapnya ponsel miliknya sejenak. Menampilkan notifikasi dari chatting WhatsApp atau Instagram. Tapi rasanya dia tidak berniat untuk menjawab pesan itu.

"Kira-kira, besok Mahesa ada lagi nggak ya di warung seblak Bu Laila?"

"Hm.. gue cek aja kali?"

"Atau... nggak usah? Ngapain juga sih."

"Ah, tau deh. Gue nggak tau lagi sekarang."

Anindita menarik selimutnya agar bisa tidur. Tapi mengingat Mahesa terus-menerus, dia sudah menganggap dirinya gila.

"APAAN SIH, ANIN! LO MIKIRIN MAHESA TERUS IH!"

Dia berteriak di balik bantalnya itu. Bahkan memukul-mukul ranjangnya karena memalukan sekali.

"Lo nggak usah lebay, Nin. Dia cuma muncul. Nggak lebih. Lo jangan termakan omongan Binar sama Dinara."

"Lo itu pure nggak tau apa-apa soal cinta. Lo sendiri nggak pernah menjalin hubungan."

"Dan waktunya, tidur."

Anindita langsung mematikan lampu, menarik selimut, memejamkan mata dan mencoba tidur dengan tenang.

"Mahesa?"

"ASTAGA ANIN! KENAPA MIKIRIN MAHESA TERUS SIH!"

TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang