19 : Pergi

39 2 0
                                    

Anindita tiba di stasiun. Malam begitu dingin, hingga mengharuskan dia mengenakan jaket yang cukup tebal. Dia hanya sendiri.

Seperti yang dia katakan siang tadi, bahwa Binar dan Dinara tidak perlu mengantarnya. Kini, dia hanya berdiri di depan rel kereta, menunggu kereta itu datang.

Walau membutuhkan waktu setengah jam, itu tidak membuatnya lelah untuk berdiri.

Justru, rasanya dia tidak kelelahan. Pikirannya kini di penuhi banyak hal. Mulai dari Mahesa dan Ratih. Dan juga, mengenai dirinya.

"Aku bukannya menghadapi malah kabur."

"Harusnya aku bahagia untuk mereka. Harusnya aku di sana juga, karena ini satu-satunya kesempatan kita bisa berbincang."

"Tapi nyatanya, aku malah memilih pergi, cuma gara-gara sakit hati. Bodoh memang."

Suara telepon tiba-tiba berbunyi. Itu dari bibinya yang ada di Bandung. Sedikit mencengangkan karena Anindita memilih untuk ke Bandung lebih awal.

"Halo, Tan?"

"Kamu udah mau jalan?"

"Iya. Tinggal nunggu kereta."

"Yaudah. Tapi Tante heran deh, sama kamu. Kenapa cepat banget datangnya? Gapapa kamu, kan?"

"Iya, Tan. Aku minta cuti kok. Aku mau istirahat sebentar."

"Suara kamu rada serak, sih. Ada masalah?"

"Enggak, Tan. Aku habis nangis bahagia, lho."

"Eh? Nangis bahagia kenapa?"

Anindita tersenyum di balik rambut hitamnya.

"Temanku hari ini nikah, Tan."

"Wah? Selamat dong, kalau gitu."

"Aku bahagia banget, Tan. Buat mereka. Bahagia banget."

"Sampai-sampai aku.."

"Aku..."

"Aku..."

"...nangis..."

Anindita tiba-tiba terisak saat menelepon. Membuat bibinya itu panik dari sana.

"Kamu kenapa nangis? Ini kamu serius nangis bahagia?"

"Iya kok, Tan.. aku nangis bahagia betulan.."

"Tante tutup deh. Kamu tunggu kereta aja. Di stasiun sini nanti, Tante jemput. Oke?"

"Oke.."

Saat telepon kini terputus, Anindita menangis. Tangannya itu menutupi wajahnya agar tidak di lihat orang-orang.

Nangis bahagia apanya. Justru dia menangis karena sakit. Sakit dengan kenyataan yang di lihatnya.

"Kereta malam dengan tujuan Sukabumi-Jakarta kini telah tiba. Untuk tujuan selanjutnya, Jakarta-Bandung."

"Harap bagi penumpang segera duduk di tempat dengan tenang, dan secepatnya untuk masuk sebelum kereta berangkat."

Anindita buru-buru masuk ke kereta dan duduk setelah mendengar pengumuman dari stasiun. Entah apa yang merasukinya sampai harus benar-benar pergi dari Jakarta.

"Aku butuh jarak."

"Aku nggak bisa liat kamu sama Ratih terus.."

Anindita menunduk dan menggenggam ponselnya itu. Dia tidak bisa terus-terusan menangis begini. Orang-orang terus menatapnya.

Ting!

Pesan baru muncul dari ponselnya. Di lihat dari notifikasi WhatsApp, pesan itu dari Mahesa. Menanyakan keberadaannya kini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang