18 : Luka

24 3 0
                                    

Rasanya aneh. Aku begitu berdebar-debar untuk ini. Rasanya seperti gugup untuk menghadiri pernikahan Ratih.

Hari ini, pernikahan Ratih benar-benar terlaksanakan. Aku sampai tak kuasa untuk menahan air mata, padahal kami belum bertemu.

"KAK ANIN! UDAH SIAP?!"

"UDAH!"

Ku langkahkan kakiku menuju mobil Dinara. Kini, kami berangkat ke pernikahan itu. Aku tidak bisa membayangkan ekspresi bahagia Ratih kini.

Dan lagi, dia pasti begitu cantik.

"Kak Anin, bawa tissue nggak? Keringat nih."

"Bawa."

Ku berikan sebungkus tissue kering itu pada Dinara yang tengah mengelap keringat yang bercucuran. Tanda dia juga begitu gugup.

Di sisi lain, ada Binar yang tengah menelepon. Dia menelepon Setya, memberitahukan posisi kami yang sudah di perjalanan.

"Santai dong, Set. Gue juga lagi otw nih."

"Cepetan deh!"

"Iya-iya."

Sekilas aku mendengar suara Setya yang begitu tegas ketika berbicara pada Binar. Sedangkan Binar sendiri, menghela nafas.

"Udah cantik kan gue, Nin?" tanya Binar padaku sambil merapikan rambutnya.

"Iya cantik kok. Nggak usah ngaca gitu." ucapku.

Aku pun sendiri juga menatap diriku di cermin milik Binar. Sesekali untuk mengecek penampilanku. Haha, aku pun sama seperti Binar. Tidak ada bedanya.

"Udah nyampe kita."

Dinara menghentikan laju mobilnya dan memarkirkannya. Benar saja, kini kami tiba di sebuah gedung besar yang cukup mewah.

Binar berjalan menghampiri Setya yang sepertinya mengomeli Binar. Dan ada Dinara yang sibuk dengan memarkir.

"Anin! Udah datang aja nih." sapa Adit lalu menghampiriku.

Benar, pernikahan ini membuat kami berkumpul lagi. Setelah sekian lamanya.

Tapi aneh, aku sama sekali belum melihat Mahesa berlalu lalang. Harusnya dia datang, jika Setya dan Adit sudah ada.

"Ratih ada di dalam, nggak?"

"Ada, Nin. Udah mau mulai."

"Kalau gitu masuk deh. Dinara! Binar! Ayo!" teriakku lalu masuk ke dalam gedung. Ada begitu banyak orang.

Dan kerabat dari Ratih pun banyak. Tapi bukan itu yang ku pikir.

Aku penasaran dengan mempelai prianya. Dan aku akan melihatnya hari ini.

Namun sebelum itu, aku berbincang-bincang dengan teman lama kami. Teman SMA. Bahkan Caca pun hadir.

"Makin cantik aja nih, ada calon nggak?"

"Belum."

"Biasa, Ca. Anin nggak tertarik amat sama cinta-cintaan."

"Iya sih. Dulu deket sama si Mahesa itu kan."

"Hooh. Cuma nggak mau mengakui dia."

Aku menatap Binar. Dia terus membicarakan Mahesa di depanku.

Tapi serius, aku mencari keberadaan Mahesa. Dan sepertinya, yang lainnya tidak menyadari itu. Dan hanya aku yang menyadarinya.

Tak lama, Dinara memanggil kami untuk ke depan. Melihat sang mempelai yang siap-siap memasuki panggung.

TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang