AL-4

83 13 198
                                    

Henry nampak mendatangi sebuah pemakaman di mana dia berdiri sedikit lebih jauh dari para pelayat yang hadir. Pria itu sedikit menunduk memperhatikan sepatu yang di kenakan seorang wanita muda yang berdiri membelakangi-nya. Wanita berambut pirang dengan gaun serba hitam namun aneh-nya memakai sepatu hak warna merah. Yang mana seperti-nya berhasil menarik perhatian si henry sejak tadi.

Pelayat pun mulai berbalik dan pergi, meninggalkan area pemakaman tersebut. Henry mengikuti yang lain untuk pergi namun pandangan-nya banyak tertuju pada si wanita pemakai heels merah tadi.

Tiba-tiba diri-nya teringat akan sosok roh emma yang mungkin sudah terbangun lagi dan lagi. Dan yang mana pasti sangat membutuhkan bantuan-nya untuk menerima keadaan. Lantas dia pun cepat memasuki mobil dan pergi.

Sesampai-nya di rumah, henry sedikit terganggu oleh kehadiran seorang anak laki-laki yang tengah berdiri agak jauh dari halaman rumah-nya. Bocah berambut pirang dengan ransel hitam di punggung-nya. Membuat henry menyempatkan diri mengamati anak laki-laki itu yang entah kenapa terlihat sedang mengawasi-nya juga. Dia tak lain adalah jack anak didik emma yang mana tidak di kenal oleh henry. Dan bocah itu pergi saat merasa henry mencurigai kehadiran-nya sehingga membuat-nya ketakutan dan memilih pergi. Mengurungkan niat untuk mendatangi rumah duka milik henry di karenakan kebetulan rumah-nya satu komplek dengan henry dan jack nampak-nya ingin melihat kondisi mayat emma. Hanya saja tidak tau cara melakukan-nya.

Henry memasuki rumah-nya dan sempat mengintip ke kaca di pintu untuk memastikan apakah jack benar-benar pergi dari halaman rumah-nya. Dia mengunci pintu rumah-nya itu agar lebih aman dan segera menuju ke kamar-nya.

Setelah membersihkan tubuh, henry turun ke tangga menuju ruang bawah tanah di mana tempat basement-nya berada. Pria itu membuka pintu basement dan di sambut oleh tatapan lemah dari emma yang sudah duduk bersila di brankar dan memeluk tubuh-nya sendiri. Sejenak henry diam, lalu menghampiri emma yang nampak kedinginan. Henry sempat terganggu karena tak sengaja melihat kaki emma yang tertekuk dan mengeskpos sepasang paha besar di sana. Membuat-nya berdehem sembari berjalan menuju pojok ruangan di mana tempat jubah-nya di gantung. Seperti biasa, henry memakai apa yang diharuskan sebagai formalitas. Lalu menghampiri emma. Wanita itu hanya diam.

"Apa kau lapar?" tanya henry memulai pembicaraan yang mana mengundang tatapan bingung dari emma.

"Apa kau bercanda?" tanya wanita itu nampak heran dengan pertanyaan sederhana henry. Dan pria itu tau betul apa yang membuat emma kini memandangi-nya dengan tatapan sulit di artikan. Lantas henry pun duduk di salah satu brankar yang berada di samping brankar emma sehingga mereka berdua berposisi saling berhadapan. Lalu henry bersedekap dada.

"Kau bisa makan kalau kau lapar."

"Bagaimana cara-nya? Kau bilang aku sudah mati?" henry mengangguk dengan kekehan ringan.

"Jadi kau sudah menerima kematian mu emma taylor? Kemajuan yang cepat." balas-nya balik memberikan pertanyaan yang jelas di balas gelengan kepala oleh emma.

"Tidak, aku yakin aku belum mati. Bahkan asal kau tau, sedari tadi aku kedinginan. Pakaian ini sangat tipis, dan aku rasa tubuh ku akan membeku setelah ini. Udara di sini sangat dingin."

Lagi, henry menganggukkan kepala seperti sudah paham akan keluhan wanita itu.

"Itu sudah biasa. Seperti yang kukatakan sebelum-nya, kau bisa merasakan apa yang manusia hidup rasakan. Tapi hanya sementara."

"Anggap saja aku percaya, lalu bagaimana cara-nya aku mengatasi rasa lapar ku?"

"Jadi kau benar-benar lapar?" emma mengangguk seraya memegangi perut rata-nya. "Kurasa begitu."

AFTER | LIFE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang