-Kekasih Halalku-
"Ka, tahajud dulu yuk." Azka menggeliat mendengar Syifa yang berusaha membangunkannya.
"Ayo Ka, ntar disirem pake air lagi sama Ustadzah Fira kalo kamu gak bangun tahajud," jelas Syifa menepuk pelan pipi Azka.
"Lo aja sana, gue masih ngantuk," ucap Azka kesal dengan matanya yang masih tertutup.
"Gak bisa gitu Ka, kamu termasuk tanggung jawab kita bertiga. Kalo kamu gak ikut sholat, kita juga kena omel karena gak bangunin kamu." Azka membuka matanya pelan, menatap Syifa yang tersenyum tulus kepadanya.
"Iya deh, gue ambil whudu' dulu." Azka bangun dari tidurnya lalu melangkah menuju kamar mandi.
Syifa, Dela beserta Ria tersenyum melihat Azka yang mau mengikuti sholat tahajud berjama'ah di masjid, meskipun butuh perjuangan untuk membangunkannya.
"Ish, ini ustadzah Fira ngehukum gue atau gimana sih? Lama bener, mana orang-orang udah pada masuk kelas lagi," lirih Azka kesal.
Bagaimana tidak, sudah satu jam lebih ia berada di lapangan ini. Yap, Azka dihukum karena tertidur saat sholat subuh berjamaah pagi ini.
"Panas lagi. Ah! Kalo kayak gini caranya mending gue tadi pura-pura sakit aja," ujarnya menendang batu kerikil yang ada dihadapannya.
Duk!
"Siapa itu yang lempar?" Pertanyaan itu membuat Azka menoleh kesumber suara. Matanya membola melihat siapa yang baru saja terkena kerikil yang ia tendang.
"Duh, maaf gue gak sengaja. Beneran dah," ujarnya menangkup kedua telapak tangannya di depan dada.
Pemuda itu melangkahkan kakinya menuju Azka yang terlihat was-was. Takut jika pemuda itu balik memarahinya.
"Coba ulang," ujar pemuda itu menatap Azka datar.
"U-ulang tendang kerikilnya?" Tanya Azka gelagapan.
"Bukan. Permintaan maafnya tolong diulang," jawab pemuda itu.
"Oo, maaf gue gak sengaja," ucap Azka tersenyum kikuk.
"Gue? Sejak kapan di pesantren ini boleh menggunakan bahasa gaul seperti itu?" Tanya pemuda itu lagi.
Azka menggaruk pelipisnya. "Y-ya gak boleh sih, tapi beneran saya gak sengaja."
"Baiklah, saya maafkan dan kembali lah ke kelasmu."
Azka menatap pemuda itu berbinar, pemuda itu menyelamatkannya dari hukuman yang sedari tadi belum berakhir. "Baiklah, terimakasih."
"Heh? Ganti dulu mukenanya dengan seragam sekolah," peringatnya yang langsung diangguki Azka.
Azka berlari menuju asramanya dan dengan segera mengganti mukena yang ia pakai dengan seragam sekolah.
🌿🌿
"Abis ini belajar apaan?" Tanya Azka pada Syifa yang duduk di sebelahnya.
Syifa tersenyum mendengar pertanyaan Azka. "Ushul Fiqih dan ini pelajaran favorit aku," jawab Syifa tersenyum lebar.
"Pelajaran favorit? Lebih tepatnya guru yang ngajar yang jadi favorit," timpal Ria yang duduk di belakang Azka dan Syifa.
"Lebih tepatnya, guru yang ngajar jadi favorit semua santri putri di pesantren ini," jelas Dela menambahkan.
Azka bingung dengan apa yang diucapkan ketiga gadis itu. "Bodoamat dah gue," lirihnya kembali memainkan pulpen ditangannya.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucapan salam itu menghentikan aktifitas Azka dan ia ikut menjawab salam itu bersama semua santri putri di kelas ini.
"Baiklah, silahkan keluarkan buku catatannya masing-masing." Azka mengarahkan pandanganya kedepan, lebih tepatnya kearah meja guru. Disana berdiri seorang pemuda yang tak asing di mata Azka.
Deg!
Azka terkejut kala pandanganya bertemu dengan pemuda itu. Langsung saja ia kembali menunduk.
Duh! Mati gue! Gak sopan banget bicara gue tadi pagi ke dia. Mana lagi pake bahasa gaul, bisa-bisa gue ditandain nih dan nilai gue dikasih jelek.
"Itu, yang sedang melamun bisa perhatikan pelajaran saya?" Pertanyaan itu membuat Azka tersentak kaget.
"Eh iya maaf," refleksnya meminta maaf. Semua santri menatap Azka tak suka, kecuali Syifa, Dela dan Ria yang menutup wajah mereka masing-masing.
Azka yang sadar tengah diperhatikan seisi kelas langsung merubah raut wajahnya menjadi datar. "Natapnya biasa aja kali," ucapnya datar.
"Eh! Kamu itu sedang bicara dengan putra Kiyai, dimana sopan santunmu?" Tanya seorang santri putri yang duduk paling depan didekat meja guru.
Azka tersenyum tipis mendengar pertanyaan itu. "Lo sendiri gak punya sopan santun bicara disini, udah tau ada putra Kiyai malah bertanya dengan nada yang begitu keras kepada saya," jawab Azka santai.
"Gak menghargai. Mana lo duduk paling depan lagi," lanjut Azka tersenyum miring.
"Sudah selesai berdebatnya?" Kali ini Ustadz muda itu yang bertanya dengan nada datarnya, seisi kelas hanya terdiam mendengar pertanyaan itu dari Gus mereka.
"Nah kan, Gus Miftah marah nih," lirih Dela pada Ria yang juga bisa didengar Azka dan Syifa.
Yap. Dialah Gus Miftah, putra Kiyai pengasuh pondok sekaligus ustadz muda yang juga mengajar di pesantren ini.
"Kenapa hanya diam? Tadi dengan lantangnya kalian beradu argumen dihadapan saya," lanjut Miftah kala tak mendapati jawaban dari mereka.
"Dija berdiri kamu," titah Miftah pada santri yang beradu argumen dengan Azka tadi.
"Dan kamu yang disana juga berdiri," ucap Miftah yang ditujukan pada Azka.
"Nama saya Azka Tadz," ucap Azka berdiri sambil memperkenalkan namanya. Syifa mencubit lengan Azka yang berbicara tak sopan pada Miftah, ia tak ditanya tetapi ia mengenalkan namanya sendiri. Bagi mereka itu tak sopan.
Azka mengusap lenganya tanpa ekspresi, sebenarnya sakit tapi ia berusaha menahannya. Sedangkan Miftah mencoba menahan senyumnya kala melihat gadis itu.
"Baiklah, kalian berdua silahkan keluar dari kelas saya hari ini." Dija yang mendengar perintah itu langsung melotot, ia tak terima jika harus keluar kelas ustadz muda yang ia kagumi. Sedangkan Azka langsung melangkahkan kakinya keluar kelas.
"Ta-tapi ustadz, saya ingin belajar," ujar Dija tak ingin melewatkan satu menit pelajaran Miftah.
"Kamu sudah melanggar perjanjian agar tidak ribut dikelas saat jam pelajaran saya, jadi tak ada toleransi untuk hari ini."
Dengan berat hati Dija membawa langkahnya keluar kelas, ia memilih duduk didepan kelas agar masih bisa mendengarkan penjelasan Miftah.
Bodoamat, disuruh keluar yaudah gue turutin. Tu Ustadz tau aja kalo gue lagi males banget belajar. Azka terkekeh kecil sambil terus berjalan menuju taman pesantren.
🌼🌼🌼
Next ya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Halalku [Sudah DiRevisi] ✓
RandomJudul awal👉bersamamu takdirku Diganti👉KEKASIH HALALKU [VERSI REVISI] When Umar Bin Khatab said : "Ada kalanya orang yang paling buruk di masa silam akan jadi paling baik di masa depan"