Demozza menatap bayi dalam gendongannya dengan bingung. Kernyitan di keningnyanya menandakan bahwa Demozza tidak benar-benar bisa nyaman menggendong anak itu. Bagi Demozza, si gembul dalam gendongannya ini adalah bayi yang tidak bisa membantunya sama sekali. Neneknya sekarang malah pergi entah kemana dengan waktu yang tidak sedikit, Demozza enggan berlama-lama dengan anak ini, tapi tidak bisa melakukan apa-apa karena tidak ada yang bisa membantunya menjaga makhluk kecil ini.
"Kenapa kamu lihat saya begitu?" tanya Demozza pada Dimi yang menatapnya hampir tidak berkedip. "Hei, makhluk kecil, berhenti menatap saya."
Sayangnya anak kecil seperti Dimi tidak akan pernah mengerti dengan ucapan Demozza yang terkesan kasar itu.
"Pappppp aaaaa."
Demozza semakin mengernyitkan kening. "Saya bukan papa, saya Demozza."
Pria itu tidak sadar bahwa dirinya sekarang terlihat begitu konyol karena bicara demikian dengan balita. Bahkan Dimi hanya sibuk berkata 'pa pa pa' setiap kali Demozza mempertanyakan dan meminta anak itu berhenti menatapnya.
"Mana ibumu? Kenapa anak sekecil kamu bisa menyasar ke rumah Oma? Kamu kenal Oma? Kamu sangat berani sampai menghancurkan guci kesayangannya yang mahal itu, makhluk kecil. Bahkan aku yang cucunya saja tidak akan hidup tenang jika berani menyenggolnya sedikit saja."
"Pap aa pa."
Demozza menghela napasnya dan menyadari sudah mengajak bicara orang yang salah.
"Kamu memang hanya tahu kata papa, ya?"
"Pa pa pppaaaa."
Demoz meyakini bahwa memang bahasa anak gembul itu adalah papa saja. Karena Dimi hanya mengganti intonasi saja tanpa mengganti kata-kata apa pun.
"Dasar anak aneh. Kamu masuk ke rumah ini dan sekarang menjebak saya di sini sampai Oma datang."
"Siapa yang kamu bilang aneh, Ozza?" tanya Demoonel yang datang dengan wajah tak suka.
"Anak ini," ucap Demoz dengan mengangkat tubuh Dimi sebagai penjelasan.
"Anak ini, anak ini. Dia punya nama, Ozza. Jangan panggil dia hanya dengan sebutan anak ini."
Demoz tampak tidak peduli dan mengamati kedatangan perempuan yang diyakini sebagai pengasuh si anak gembul itu. Karena menggunakan pakaian pengasuh yang biasa Demoz lihat.
"Kamu pengasuhnya?" tanya Demoz dengan keras. "Kamu mengasuh anak ini dan membiarkannya masuk rumah orang lain? Pekerja macam apa kamu? Harusnya majikanmu berhenti mempekerjakan kamu. Bagaimana jika nyawa anak ini terancam karena kamu yang lalai? Kamu membahayakan anak kecil yang penuh rasa penasaran ini."
Demoonel tahu tatapan Atri padanya menunjukkan kebingungan untuk menjawab Demozza. Jadi, Moonel putuskan untuk menghentikan omelan Demoz pada Atri.
"Berikan Dimi pada pengasuhnya, Ozza."
Demoz menatap Dimi dengan tatapan membaca sebelum memberikannya pada Atri. Sayangnya, anak itu langsung menangis.
"Dimi ... sama Mbak Atri, ya."
"Paaaa au paaaa!"
Dimi benar-benar merengek dan membuat gerakan meminta digendong oleh Demoz. Moonel sampai bingung harus bersikap bagaimana karena cicitnya itu ingin bersama ayahnya.
Demoz menatap neneknya dengan bingung. "Apa anak ini nggak punya ayah, Oma?" tanya Demoz yang menyadari bahwa Dimi menginginkan sosok laki-laki untuk menggendongnya.
Moonel menaikkan kedua alisnya dan sibuk memutar otak untuk menemukan jawaban tepat dan tidak menimbulkan curiga dari Demoz.
"Ya, ayahnya memang nggak ada untuk Dimi sejak lama. Mungkin dia seneng kamu gendong, Ozza."
Demozza tidak langsung meraih Dimi ke gendongannya lagi karena sibuk mengamati Dimi yang merajuk pada pengasuhnya.
"Aku akan menemaninya," ucap Demozza yang mengejutkan Moonel karena bersedia bersama Dimi.
"Ozza ... kamu yakin?" tanya Moonel.
"Yakin. Asal aku meminta izin lebih dulu kepada orang tua anak ini, Oma."
Oh, tidak! Moonel salah mengira akan keinginan Demozza ini.
"Buat apa minta izin ke orang tuanya? Ini ada pengasuhnya. Biar nanti pengasuhnya yang sampaikan."
Atri mengangguk dan tersenyum untuk membantu Moonel.
"Nggak. Aku bukan orang yang suka bermain dengan anak orang tanpa izin. Aku nggak mau orang tuanya salah paham, apalagi anak ini nggak memiliki sosok ayah. Ibunya pasti akan mudah tersinggung kalo anaknya bersama pria asing."
Demoonel mengutuk pikiran Demoz yang terlalu memperkirakan sejauh itu.
"Kalo gitu biar Oma yang ke sana meminta izin. Oma kenal dengan ibunya Dimi karena kami bertetangga cukup lama."
"Nggak bisa, Oma. Aku akan bawa anak ini ke ibunya, minta izin." Demoz menatap Atri dan meminta Dimi untuk masuk dalam rengkuhan Demoz lagi. "Kamu ikut saya. Beritahu saya dimana tempat tinggal anak ini dan ibunya. Kamu juga nanti yang panggilkan ibunya."
Atri kebingungan dengan sikap Demoz. Atri tidak tahu harus berbuat apa untuk mengatasi ayah Dimi yang tidak disukai oleh majikannya.
"Saya nggak berani bawa orang asing, Pak."
Demoz mengernyit. "Maksudnya? Saya justru mau memperkenalkan diri supaya nggak dinilai orang asing yang ajak anak ini main."
"Em ... ba-bapak lebih baik ajak main dek Dimi aja. Saya yang bakalan bilang ke majikan saya kalo dek Dimi ada di sini sama cucunya oma Moonel."
Demoz tidak tahu kenapa dua orang perempuan itu melarangnya habis-habisan. Dia bukan anak-anak yang bisa dikelabui begitu saja, dan melihat Dimi ... rasanya ada yang berbeda dengan anak itu. Jika bukan cucu Demoonel, maka Demozza tidak akan memiliki kadar keras kepala yang seperti ini. Dia melangkah dengan cepat membawa serta Dimi dalam gendongan dan menuju arah nenek serta pengasuh makhluk kecil itu muncul.
"Makhluk kecil, dimana rumah kamu?" tanya Demoz seolah Dimi adalah lawan bicara yang lebih bisa diandalkan.
"Noh noh."
Demoz menyeringai tipis, dia tahu Dimi adalah makhluk kecil yang jujur. Meski belum tahu siapa anak dalam gendongannya kini, Demoz justru semakin tertantang untuk menemui ibu dari anak ini yang kata neneknya tidak memiliki ayah.
"Ozza!" seru Moonel mengejar cucunya yang langkahnya tidak bisa diimbangi nenek-nenek itu. "Jangan sembarangan ke rumah orang, Ozza!"
Demoz menatap neneknya yang kentara sekali menyembunyikan sesuatu.
"Semakin Oma melarang tanpa alasan yang jelas, semakin aku merasa bahwa ada yang Oma sembunyikan." Demoz mengangkat tubuh Dimi ke depan wajah neneknya. "Anak ini, nggak mungkin seenak jidat masuk ke rumah tanpa terbiasa."
Demoonel menepuk keningnya. "Ya, jelas Dimi terbiasa. Mamanya dan Oma tinggal di lingkungan yang sama. Bahkan sebelum Dimi lahir, Oma membantu mamanya untuk bisa tenang—"
"Siapa ibu dari anak ini yang Oma pedulikan itu? Siapa namanya?" todong Demoz tanpa ampun.
"Amaaa maaamaaa."
Demoz menatap Dimi yang mengisap telunjuknya hingga basah.
"Ama mamama."
Atri mendekat dan meminta Dimi dari Demoz. "Maaf, Pak. Ini sudah waktunya dek Dimi minum susu."
"Saya ikut!"
"Apa???" Atri dan Moonel berseru bersamaan.
"Kamu mau ikut apa, Ozza? Mau ikut nyusu?"
Demozza tahu neneknya memang suka sekali membuat pemikiran konyol. Tidak disangka pemikiran konyol itu dilakukan oleh wanita itu saat ini.
"Oma ... jangan konyol disaat begini. Aku mau memastikan sesuatu." Demoz menatap Atri. "Jalan di depan saya, cepat!"
Demoz tidak akan melepaskan mangsanya lagi kali ini. Jika perkiraannya benar, maka Demoz harus segera mengikat mangsanya.
[Baca duluan di Karyakarsa: kataromchick. Sudah tersedia sampai bab 32]

KAMU SEDANG MEMBACA
COMPLICATED DADDY
Romance[Tayang satu minggu sekali.] Demozza Galendra tidak mengerti apa yang dirinya inginkan. Untuk sejenak, dia berambisi mendapatkan Artemisia Sirius yang sudah berstatus sebagai istri Archipelago Cakra. Namun, disisi lain dia tak mau Lillia Posey lepas...