20. Trap

959 174 10
                                        

[Special Chapter 19 yang isinya *ekhem* ada di Karyakarsa kataromchick, ya. Bab terbaru juga udah ada di sana. Yang mau baca akses cepat bisa banget, yes. Dukungan kalian adalah semangatku😍. Happy reading!]

Demoz tidak menyangka bahwa dirinya harus menuntaskan ronde kedua di kamar mandi milik Lily, karena Dimi menggedor pintu dan memanggil mamanya begitu keras. Rupanya perkiraan Demoz mengenai putranya yang mungkin sudah tertidur dengan Atri adalah salah. Dimi menghancurkan ekspektasi papanya dengan menggedor pintu kamar dan membuat pria itu terbirit-birit menuju kamar mandi dengan gerakan tangan yang tak seberapa memuaskan selayaknya milik Lily.

Demoz tidak masalah dengan pandangan Atri, tapi bagi Lily itu adalah masalah besar. Lily tak suka dengan tatapan bertanya-tanya dan curiga dari pengasuh Dimi itu. Seolah mereka memiliki masalah berat dan Demoz menjadi sasaran empuk dari rasa kesal Lily.

"Aku udah bilang buat nggak bersikap sembarangan!" Lily membiarkan Dimi tidur di kamarnya malam ini. Menghindari terkaman Demoz jika pria itu masih mengincar ronde yang gagal. 

"Aku nggak sembarangan, kamu yang terlalu merasa sensitif dengan semua tatapan yang Atri berikan."

Demoz menatap Dimi yang tidur dengan kaki terbuka lebar dan sisa ASI di ujung bibirnya. Anak itu membuat Demoz menyadari betapa miripnya mereka. Bukan hanya Demoz yang menyadari itu, bahkan Lily juga. Perempuan itu tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Demoz jika kelak mereka benar-benar satu rumah dan kemiripan antara ayah dan anak itu semakin menjadi-jadi. Karena Demoz pasti akan menjadi tokoh utama yang Dimi tiru dan keduanya akan semakin membuat Lily kelimpungan. 

"Aku nggak bisa biasa aja dengan tatapan Atri yang seperti itu. Kamu itu selalu meremehkan segala hal, tahu, nggak?" 

Pria itu menghela napasnya dan mendapati Lily yang agaknya murung. "Kamu sangat menikmatinya tadi. Suara kamu menjelaskan bahwa kamu adalah pihak yang paling bergairah. Salah aku? Harusnya kamu berkaca dengan diri kamu sendiri sebelum menyalahkan aku."

Lily mengernyit tidak terima. "Kamu yang tadi bikin aku buru-buru pake baju seadanya, bahkan kamu juga nggak muncul-muncul dari kamar mandi. Atri heran dengan hal itu, bukan karena suara aku! Masa iya suaraku bisa kedengeran sampe luar?"

"Kamu mau bukti? Gimana kalo kita tanya langsung sama pengasuhnya Dimi itu? Kita buktikan dia curiga dengan faktor yang mana."

"Kamu jebak aku, ya?" 

"Jebak apa?"

"Ya, jebak aku dengan dalih bertanya ke Atri dia curiga ke yang mana. Kalo kita tanyakan itu, Atri bakalan tahu kita ngapa-ngapain. Sama aja kita ngasih tahu kalo kita melakukan hal yang bikin dia curiga!"

Demoz tak bisa menahan senyumannya. Tebakan Lily memang benar, dia ingin menjebak perempuan itu untuk menunjukkan pada Atri bahwa mereka memang ada apa-apa hingga menghabiskan waktu yang lama di dalam kamar.

"Tuh, kan! Kamu emang sengaja, kan?! Sengaja mau jebak aku di depan pengasuh anakku sendiri!"

Lily mencengkeram dagu Demoz hingga pria itu memajukan bibir karena gerakan tersebut. Tidak adanya penolakan membuat Lily tertawa sendiri mendapati ekspresi lucu Demoz dan malah sengaja membuat mimik muka pria itu semakin jelek, meski Demoz tidak akan jelek dengan hal semacam itu. Mereka tertawa, lupa bahwa apa yang dilakukan itu membuat mereka tampak menjadi pasangan sesungguhnya. 

Sampai di satu titik, Demoz menangkap tangan Lily dan membuat perempuan itu maju dan menubruk dada sang pria.

"Kamu suka melakukan hal begini, kan? Kamu suka membuat aku kelihatan jelek di depan kamu?"

Lily tertegun, dia menatap mata Demoz dan tidak bisa lepas. Apa yang terjadi dengan mereka berdua? Apakah mereka memiliki cinta atau tidak? Apa yang harus Lily yakini dengan hubungan yang berawal dari tipuan ini? 

"Hiks, maaa maaaa."

Lamunan mereka kembali diganggu dengan rintihan Dimi. Entah kenapa anak itu mendadak menjadi sangat rewel dan terus memanggil Lily. Bahkan Dimi mendadak menjadi begitu manja pada Lily, jauh sekali dari kebiasaannya. 

"Ssttt, Sayang. Mama di sini."

Demoz memperhatikan seluruh interaksi ibu dan anak itu. Tidak ada yang salah, hanya saja Demoz iri karena putranya hanya bergantung pada Lily. Hanya 'mama' yang anak itu panggil dalam kondisi sadar ataupun mengigau seperti sekarang ini.

"Apa dia selalu manja dan rewel begini? Seingatku, waktu aku memaksa menginap di sini dia nggak rewel."

"Nggak biasanya Dimi begini, aku juga nggak tahu kenapa."

"Apa Dimi tahu dia mau punya adik?" 

Lily menatap Demoz seolah berkata 'jangan main-main sama ucapan kamu' dan mendengkus. Perempuan itu tak mau menimpali apa pun yang dikatakan oleh Demoz. 

"Kamu pulang sana. Nggak ada nginep-nginep."

"Aku hanya boleh di sini kalo kita resmi menjadi suami istri?" tanya Demoz.

"Hm."

"Ok. Besok pagi siap-siap aku bawa kamu ke KUA."

Lily terkejut, sedangkan Demoz bergerak dengan cepat keluar dari kamar. Lily yakin, jika Demoz sudah bergerak pergi, itu berarti tidak ada kata 'nanti' dan jelas, besok pagi akan terjadi.

***

Demoonel menatap rumah Lily dari jendela kamarnya yang memang menghadap ke sana. Dia tahu bahwa cucunya menjadi lebih dekat dengan Lily dengan kegiatan yang tidak perlu dijabarkan lagi. Hanya saja dirinya tidak dilibatkan dalam keputusan keduanya yang akan segera menyambut seorang bayi. Demoonel selalu tahu apa yang cucunya lakukan, meski seharusnya lebih baik tak tahu, tapi Demoonel harus menjaga dari jarak jauh. 

Dia tak mau Lily terluka dengan perilaku Demoz, karena latar belakang keluarga cucunya tidak bahagia. Namun, disisi lain, Demoonel juga menginginkan Demoz bahagia. Mungkin dirinya juga tak kunjung mati karena tak rela meninggalkan Demoz dan membiarkan sesuatu yang buruk menimpa cucunya. Hidup Demoz sudah liar sejak kecil, Demoonela ingin melihat, setidaknya satu kali saja kebahagiaan menyapa Demoz. 

Meski selama ini dirinya bersikap seolah tidak memihak Demoz, tapi sebenarnya Demoonel sangat menyayangi cucunya hingga melindungi Demoz dan menyelamatkannya dari masalah. 

"Nyonya. Hari ini saya menemukan orang suruhan Pak Demoz menyiapkan dokumen resmi untuk pernikahan di KUA besok pagi."

Demoonel mendengkus. "Anak itu. Melakukan apa pun semau hatinya saja. Mana ada KUA yang mengurus pernikahan dalam semalam? Memangnya kisah Roro Jongrang?"

"Sepertinya Pak Demos tidak peduli dengan hal itu, Nyonya. Apa saya harus melakukan sesuatu untuk menghentikan keinginan Pak Demoz, Nyonya?"

Demoonel menggelengkan kepalanya, dia tak mau memiliki beban jika suatu saat nanti dia tak ada lagi di dunia ini. Demoz harus memiliki pondasi untuk tetap hidup dengan baik. 

"Biarkan saja dia melakukan apa pun yang dia inginkan. Saya ingin tahu apa yang akan dirinya lakukan untuk keluarga kecilnya. Biarkan dia belajar menjadi kepala keluarga."

Demoonel bukanlah orang yang terbuka dengan orang lain, hanya orang kepercayaannya yang bisa mengerti bahwa hati wanita tua itu agaknya rapuh dengan seluruh pengalaman hidup yang dilihatnya. 

"Apa Anda baik-baik saja, Nyonya?" 

Demoonel tertawa dan memberikan dokumen kepada orang kepercayaannya itu. "Ini. Kamu simpan di tempat yang saya sebutkan dan jika suatu saat nanti saya tiada, berikan amanat saya pada orang yang saya tuliskan di dalamnya. Kamu mengerti?"

"Baik, Nyonya."

Demoonel tidak tahu kapan dirinya pergi, tapi dia berharap nyawanya dicabut disaat melihat Demoz bisa tersenyum dan tertawa lepas begitu menemukan kebahagiaan yang dicari selama ini. 

COMPLICATED DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang