PESONA KEUKENHOF

277 44 13
                                    


Pekan demi pekan berlalu. Udara perlahan bertambah hangat, seiring dengan semakin banyaknya bunga-bunga yang bermekaran. Rosa sudah terbiasa dengan rutinitas kuliahnya, apalagi ada Jasmijn yang satu jurusan. Dia adalah teman belajar, teman belanja, dan juga teman jalan-jalan yang sempurna buat Rosa.

Alya juga sudah semakin sibuk dengan kuliah dan tugas-tugasnya. Karena gedung kuliah mereka berada di lokasi yang berbeda, praktis Rosa bertemu dengan Alya hanya pada malam hari dan ketika akhir pekan. Beberapa kali Alya curhat pada Rosa, dia merasa tidak percaya diri di kampus. Teman-teman dari negara lain, terutama Belanda, cenderung lebih aktif dan berani mengungkapkan pendapat di kelas. Sedangkan Alya lebih banyak diam di pojokan. Dia baru menjawab jika ditunjuk oleh profesor. Meskipun sebetulnya ia memahami materi yang diajarkan dengan baik. Apakah ini merupakan efek perbedaan sistem pendidikan antara Indonesia dan Belanda, yang diterima selama bertahun-tahun sebelumnya? Atau memang karakter Alya yang memang cenderung introvert. Entahlah.

Beda lagi ceritanya dengan Zaki. Pria itu sejak awal sudah bercita-cita lulus tepat waktu dengan deretan publikasi ilmiah yang banyak. Hari-harinya banyak dihabiskan di laboratorium dan perpustakaan. Hanya jika ada kegiatan pengajian atau kumpul-kumpul orang Indonesia di akhir pekan saja, Zaki berusaha hadir. Katanya, semua itu demi menjaga kewarasan sekaligus perbaikan gizi. Hanya di acara kumpul-kumpul itu kesempatannya menikmati pempek, batagor, rawon, hingga coto makassar.

"Kalian mau jalan-jalan ke Keukenhof?" tanya Jasmijn suatu malam. Dia sengaja berkunjung ke kamar Rosa dan Alya.

"Mau ... mau!" Rosa langsung bersemangat. "Belum Afdhal ke Belanda kalau tidak pernah ke Keukenhof."

"Keukenhof itu tempat apa memangnya?" Alya ikut menanggapi.

"Salah satu taman bunga terbesar di dunia dan hanya dibuka selama bunga tulip mekar saja. Kalau kita terlambat datang, biasanya bunga-bunganya sudah mulai layu," jelas Jasmijn.

"Waah ... kalau begitu aku mau ikut! Taman yang seperti di gambar wallpaper itu kan? Kita naik apa ke sana? Sepeda?" Alya jadi sangat antusias.

"Neee ... tempatnya jauh, sekitar 2,5 jam pakai mobil dari sini. Kalau kalian mau, kita bisa kesana sama-sama dengan mobilku."

Siapa yang akan menolak jika ditawari jalan-jalan, lengkap dengan paket transportasi dan local guide pula. Mereka bertiga pun asyik membuat rencana perjalanan luar kota untuk akhir pekan ini. Mulai dari membeli tiket masuk, membahas perbekalan yang akan dibawa, sampai memikirkan tempat untuk sholat Zhuhur dan Ashar. Taman Keukenhof sendiri tidak menyediakan tempat untuk shalat. Mereka juga ingin mengajak Zaki untuk ikut, kasihan juga kalau ditinggal sendiri. Rosa mengambil ponselnya, lalu mulai menuliskan pesan.

[Bang Jack, Sabtu ini mau ikut jalan-jalan ke Keukenhof, nggak? Diajakin Jsmijn nih ...]

[Tugasku banyak kali lah ... Ada 3 paper pula yang harus kubaca]

[Halah Bang, tugas itu nggak akan pernah kelar sebelum kita berhenti jadi mahasiswa. Itung-itung menjaga kewarasanlah ...]

[OK lah, kutanya istri aku dulu, ya. Nanti dikiranya aku senang-senang aja pun di sini.]

Rosa dan dua temannya pun tertawa geli, membayangkan Zaki diomeli istrinya di telepon.

Sabtu yang dinanti pun tiba. Pagi-pagi sekali Rosa dan Alya sudah heboh di dapur menyiapkan sarapan dan juga sandwich untuk bekal makan siang. Selain lebih murah, membawa bekal sendiri juga lebih yakin dengan kehalalannya. Sedangkan Jasmijn fokus menyiapkan mobil dan juga snack selama perjalanan.

Ketika mereka sarapan, tiba-tiba Awan muncul di ruang makan, dengan setelan training dan keringat bercucuran. Dia mampir sehabis jogging di taman Noorderplantsoen yang tidak jauh dari rumah itu.

His ScentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang