THE IRON PRINCESS WEDDING

206 32 16
                                    

Sorry ya ... bab ini agak panjang, tapi semoga bisa dinikmati :) Jangan lupa tinggalkan jejak bintang, komentar, dan masukan, ya ... biar authors makin semangat :)

===================================

Sebuah kereta kuda bertabur berlian menjemput Putri Mawar Putih dari petualangannya di desa. Para pengawal menyampaikan salam rindu dari ratu dan raja, lalu mempersilakannya duduk di kursi-kursi empuk bertabur serbuk emas. Selama perjalananan, mereka sudah mempersiapkan makanan-makanan enak yang cantik dan mengenyangkan. Sang Puteri tersenyum lebar. Istana memang bukan tempat favoritnya, tapi selalu bisa menjadi tempat dia pulang untuk melepaskan lelah...

Aaaah, nyamannya! Rosa meregangkan tubuh dalam kabin kelas bisnis. Ia tidak dapat membayangkan kalau dirinya harus terjebak dalam sesaknya kelas ekonomi lagi. Sebenarnya, Rosa merasa beruntung, tanpa bekerja pun rekeningnya akan terus menggendut karena deviden dari perusahaan keluarga terus bertambah. Artinya, dia tak perlu khawatir tidak bisa naik kelas bisnis kalau ingin bepergian.

Badannya baru terasa pegal-pegal sekarang. Selama di Belanda, Rosa selalu sibuk. Dia bersyukur karena kesibukan membuat dirinya melupakan hal-hal buruk. Rosa merebahkan kursi, menyelimuti dirinya, memasang headphone dan penutup mata. Dalam sekejap, ia sudah terlelap.

**

[Kak Inah, lagi mandi kembang ya? aku udah di Jakarta.]

[Lagi meeting di Singapore. Kok nggak bilang hari ini datangnya? Biar sopir jemput.]

[What? meeting? alamak! Udah ngga usah, aku naik taksi aja!]

[Ah, dasar kamu, ya udah hati-hati ya.]

[Ok!]

"As expected, Regina Winata Kusuma, H-3 pernikahan, meeting. She must get a life." gumam Rosa sambil menekan aplikasi taksi online. Tadinya Rosa membayangkan akan menemani kakaknya ke salon, manicure, pedicure, luluran, coba-coba style rambut baru, atau hal-hal semacam itu. Sia-sia memang.

***

"Hey, bangun Iros tukang tidur!" Kak Inah menepuk-nepuk pipi Rosa.

"Aah, ngapain sih ah, berisik!" Rosa menutup mukanya lagi dengan selimut.

"Hey! Bangun, sholat subuh! sudah jam 6 pagi ini!" kakaknya menarik selimut itu kembali.

"Haaaaah!" Rosa langsung melompat dari kasurnya, berwudhu dan sholat. Regina cuma geleng-geleng kepala. Tampaknya jam biologis gadis itu masih butuh penyesuaian. Di Belanda saat itu masih tengah malam.

"Kapan sampai, kak?"

"Dari malam juga sudah di sini. Hari ini kamu sibuk nggak?"

"Sibuk."

"Oh, ya? sibuk apa?"

"Tidur"

"Setelah itu?"

"Tidur lagi"

"Setelah tidur?"

"Ya menyempurnakan tidur agar paripurna"

Blaak! Bantal pun mendarat di muka Rosa yang juga masih mirip bantal.

"Emang Kak Inah mau ngajakin ngapaiiin? Beraninya gangguin orang sibuk."

"Bagi-bagi bingkisan, syukuran dulu lah sebelum resepsi."

"Ooo, pake wartawan nggak? kalau pake malas ah."

"Ya nggak, lah, ayo cepetan!"

Berurusan dengan Kak Inah-nya memang harus serba cepat dan seksama. Jadwalnya padat sejak subuh sampai pukul 10 malam. Dalam 15 menit, mereka sudah menunggangi motor, menjauh dari ibukota.

His ScentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang