(Agar pesan di part ini tersalurkan dengan baik, di mohon untuk memutar lagu Still Life milik Big Bang sebelum lanjut membaca atau kalian bisa meng-klik tombol play di layar multimedia diatas. Terimakasih).
* * *
"Kecelakaan pesawat Boeing 777-300 Swiss Airlines penerbangan LX40 memakan korban jiwa. Seluruh penumpang serta awak pesawat tak terselamatkan..."Televisi di ruang tengah itu menyala tanpa ada yang menonton. Kursi bayi yang tadinya terisi kini kosong tak ada yang menduduki. Apartemen mewah itu terlihat sepi ditinggal pemiliknya yang beberapa saat lalu pergi tanpa sempat mematikan televisi.
* * *
Di pukul dua siang. Lima belas menit sebelum pesawat yang akan membawanya terbang ke Santa Monica, California lepas landas. Jiyong mendapatkan panggilan telepon dari Lalisa. "Oppa..." Suara halus Lalisa memenuhi gendang telinga Jiyong, membuat pria itu merasa sesak luar biasa. Baru satu kata tapi berhasil membuat Jiyong terisak.
"Mian..." ujarnya serak. Dia merasa amat bersalah.
Lalisa terdiam, dia jadi bingung ingin mengatakan apa. Jiyong terkenal akan sifat melankolisnya dan Lalisa tahu hal itu. Haruskah dia melunak? Toh, sesungguhnya ini bukan kesalahan Jiyong.
"Kamu sudah tahu semuanya, kan? Apa karena itu kamu memilih untuk pergi, baby?" tanya Jiyong dan Lalisa mengakuinya.
"Kenapa oppa jahat sekali? Bagaimana jika aku sungguhan salahpaham dan benar-benar pergi?" tanyanya. "Atau, oppa memang menginginkan aku untuk pergi, ya?"
"Aniyo!"
"Lalu, kenapa seperti ini?"
"Oppa hanya tidak ingin kamu terluka olehnya," ungkap Jiyong. "Walau pada akhirnya justru oppa yang menyakitimu. Mian..." sesalnya.
"Oppa tahu apa yang membuatku kecewa?" tanya Lalisa. "Kamu tidak percaya padaku. Kamu tidak membiarkan aku untuk tahu. Alih-alih menjelaskan, oppa justru membuatku kebingungan sendirian."
"Aku bersalah. Lalisa mau memaafkan oppa, kan?"
Hening. Lama Lalisa terdiam, begitupun dengan Jiyong. "Baby?"
"Akan kujawab saat kita bertemu nanti," balas Lalisa. "Tapi, jika nantinya kita tidak bertemu, oppa akan tetap menungguku, kan?"
"Tentu saja. Tentu saja oppa akan menunggu kamu datang." Jiyong terlalu cepat menjawab hingga dia tidak sadar dengan ucapan aneh Lalisa barusan. Pria itu terlalu bahagia karena akan bertemu dengan kekasihnya. Sedang di seberang telepon Lalisa justru tersenyum pahit. Gadis itu merasakan perasaan sakit luar biasa. Entah perasaan apa itu namun yang jelas, jantungnya bertalu sangat hebat.
.
.
Jiyong tiba di bandara Santa Monica, California, tepat pukul dua belas malam, bersama dengan Soonho ia menunggu kedatangan Lalisa di restoran bandara. Pesawat yang gadis itu tumpangi diperkirakan akan tiba di pukul satu lebih dua puluh menit dini hari nanti.
"Hyung, aku pergi ke toilet sebentar. Pesanlah makanan untuk kita," kata Jiyong pada Soonho yang sedang membolak-balik buku menu.
Setelah kepergian Jiyong, Soonho yang hendak memanggil pelayan tanpa sengaja melihat ke layar televisi yang menyala. Disana seorang pembaca berita tengah memberikan informasi tentang kecelakaan penerbangan.
"....pesawat naas itu jatuh di Pesisir Nova Scotia, Kanada. Salah seorang penumpang adalah anggota grup K-Pop terkenal. Lisa Blackpink tercatat dalam daftar korban meninggal dunia," papar pembawa berita wanita itu, lalu setelahnya foto Lalisa muncul memenuhi layar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intuition : I Know You Lie (JILICE)
FanfictionJiyong tidak tahu bahwa berbohong pada seorang wanita adalah sebuah kesalahan besar. Jiyong tidak tahu bahwa intuisi seorang wanita bisa begitu tajam. Jiyong tidak tahu bahwa Lisa benar-benar tahu apa yang sudah ia lakukan di belakang kekasihnya itu...