Ponsel itu jatuh ke atas lantai dengan begitu keras, bersamaan dengan tubuh Lisa yang limbung. Jatuh terjerembab di ubin yang dingin. Ia menelan ludah dengan susah payah. Napasnya tersengal, seakan-akan ia baru saja berlari ribuan mil tanpa henti.
"Lisa... Lisa?" Jisoo yang berdiri paling dekat dengan gadis itu memanggilnya dengan penuh kekhawatiran. Ia menghampiri tubuh Lisa yang tampak bergetar. Wajah Lisa begitu pucat, seolah tak ada aliran darah di sana.
"Eonnie...." suara Lisa bergetar saat mengatakannya, lalu setelahnya tangis pun terdengar. Gadis itu menangis begitu pilu, membuat semua orang panik tak terkecuali Yang Hyun-suk dan CEO Bo-kyung.
Jiyong berjalan tergesa-gesa, menghampiri sang kekasih. Ia mencoba untuk menenangkan gadis itu, namun Lisa yang tengah kalut tidak ingin Jiyong menyentuhnya. Ia menepis kasar tangan pria itu.
"Lisa, ada apa?" tanya Jennie. "Jangan menangis seperti itu. Kau membuat kami takut."
Lisa terlalu emosional, hingga gadis itu tidak dapat mengeluarkan suaranya. Ia hanya dapat menangis sembari memeluk erat Jisoo. "Lisa, tenanglah. Kau membuat kami semua khawatir dengan tangisanmu itu."
"Eonnie...." cicit Lisa pelan di telinga Jisoo. "Rasanya aku benar-benar akan mati saat ini juga."
Jisoo tersentak, ia dengan cepat melepaskan tubuh Lisa dari pelukannya. "Apa maksudmu?" cerca Jisoo. "Apa sesuatu yang buruk telah terjadi?"
Lisa menyeka air matanya dengan kasar, lalu tertawa sarkastik. "Banyak yang telah terjadi belakangan ini, Eonnie. Semuanya bahkan membuatku nyaris gila dan putus asa."
"Ada apa?" suara Jisoo terdengar rendah. Mendadak perasaannya menjadi tidak enak setelah mendengar perkataan Lisa.
Lisa tidak menjawab. Gadis itu justru bangkit berdiri. Memungut ponselnya di lantai dan menarik tas jinjingnya. Ia kemudian menatap Jiyong dengan penuh luka.
"Baby...." Jiyong mendekat, hendak menarik tubuh gadisnya itu.
"Kenapa kau begitu jahat padaku?" tanya Lisa. Setitik air mata keluar kembali, mengalir begitu saja membasahi pipinya.
"Kau tahu 'kan bahwa aku mencintaimu? Aku selalu mentolerir segala hal untukmu. Apapun itu. Skandal. Rumor kencan bahkan sikap genitmu pada teman-teman perempuanmu," ujarnya dengan suara bergetar. "Aku juga masih menutup mata saat kau sering menghabiskan malammu bersama dengan wanita itu. Tapi haruskah sampai seperti ini? Haruskah aku selalu menjadi Lisa yang naif dan bodoh selama bersamamu. Haruskah aku terus berdiam diri? Tidak. Aku rasa sudah cukup. Kali ini kau sudah keterlaluan...."
Lisa melempar ponselnya ke arah Jiyong, tapi laki-laki itu tidak menangkapnya. Alhasil benda pipih itu jatuh di bawah kakinya. Layar ponsel itu menyala terang, menampilkan sebuah foto. Foto Jiyong dengan Nana berada di klinik kandungan.
"....sepertinya aku tidak bisa lagi melakukan hal itu. Aku tidak bisa lagi bersikap masa bodoh dengan kelakuan tidak setiamu di belakangku." Lalisa menyeka air matanya dengan kasar. "Karena itu.... ayo, berakhir! Aku mulai muak denganmu dan hubungan sampah ini."
Lalisa meraih tas hendak berlalu namun Jiyong tidak sebodoh itu untuk membiarkannya pergi begitu saja. Mereka bertengkar hebat, Jiyong memohon pengampunan gadis itu. Bersujud dan memeluk kaki Lalisa, namun gadis itu bergembing di tempatnya. Ia menepis kasar tangan Jiyong dari kakinya.
Keadaan menjadi kacau. Lalisa hilang kendali, dia bahkan menarik kasar kalung yang melingkar di lehernya, membuat luka gores tercetak di kulit putih mulusnya. Cincin pertunangan yang menjadi bandul kalung itu pun terjatuh, menggelinding di bawah kaki Jiyong.
"Itu cincin yang kau pakai untuk melamarku, kan?" Gadis itu berkata sembari menatap sendu ke arah Jiyong. "Kukembalikan. Pertunangan kita batal. Selamat tinggal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Intuition : I Know You Lie (JILICE)
FanfictionJiyong tidak tahu bahwa berbohong pada seorang wanita adalah sebuah kesalahan besar. Jiyong tidak tahu bahwa intuisi seorang wanita bisa begitu tajam. Jiyong tidak tahu bahwa Lisa benar-benar tahu apa yang sudah ia lakukan di belakang kekasihnya itu...