Pt. 24
Sehun ingat kapan dia melihat gadis itu, saat dia nyaris mati di tanah karena ulah ayahnya. Dengan air yang menyelimuti matanya, wajahnya yang penuh lebam dan tubuh kurusnya yang nyaris tak terawat. Setelah itu, gadis itu menghilang dari pemukaan. Meski Sehun tau betul dimana dia berada, dia tidak pernah berusaha mencarinya.
Bukan tak mau, bukan tak mampu. Tapi dia yang memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan mereka agar Seungwan tak lagi berdampak rasa ingin balas dendam itu. Dia pikir itu satu-satunya cara agar Seungwan selamat, hidup bahagia tanpanya. Dia pikir itu satu-satunya cara agar gadis itu mendapatkan kembali kasih sayang ayahnya, satu-satunya kebahagiaan yang dulu melingkupinya sebelum dia datang dan menghancurkan kehidupan gadis tersebut.
Itu yang dia kira.
Nyatanya kelapangan dadanya tidak membuahkan hasil, dia menemukan gadis itu, di depan pintu apartemennya tengah meringkuk berharap sebuah hal yang dia yakin akan dapatkan darinya -pertolongan.
Sehun duduk di pinggir ranjang, menghadap pada Seungwan yang tengah tidur tenang disana. Hembusan nafasnya panjang, "Dari semua orang di dunia, mengapa kau harus menghampiriku, Seungwan?"
Keresahan itu nampak di air wajah Sehun, tapi ia tak salah. Mengapa Seungwan berharap pada sesosok iblis sepertinya yang kehadirannya merupakan benalu bagi Seungwan?
Jemari Sehun terangkat, mengusap pelan rambut rambut gadis tersebut dalam gerakan yang begitu halus agar tak mengganggunya. Lalu pelan-pelan turun, pada keningnya yang biru, kantung mata yang menghitam entah berapa malam dia terbangun dan menangisi, pipinya yang kurus-yang dulu begitu menggemaskan, hingga bibirnya yang pecah dan Sehun mengutuk dirinya.
Hanya satu bulan, dan Seungwan sudah babak belur seperti ini. Tidak heran, pria itu memang psiko!
"Sehun."
Suara parau itu menarik jemari Sehun, pria itu bertemu dengan obsidian sendu Seungwan, entah sejak kapan dia terjaga. Sehun tak bersuara.
"Kau disini," senyum mungil yang tipi itu tertangkap oleh bola mata Sehun, "Kau disini," ulang Seungwan.
"Seungwan," Sehun akhirnya bersuara, "Tanganmu patah."
Saat Seungwan mencoba menggerakkan tangan kirinya, dia meringis. Sehun tak salah.
"Tapi aku tak mau ke rumah sakit."
Sehun menggeleng lalu dia berdiri dan Seungwan mencoba untuk duduk sambal bersandar. Gadis itu mengelilingi apartement Sehun dengan kedua bola mata indahnya, semuanya masih sama seperti terakhir kali dia ke kamar ini dan hal itu membuat Seungwan tersenyum kecil. Hanya tidak ada lagi fotonya bertengger di nakas atau tergantung di figura dinding. Kali ini ia mencoba mengerti.
Sehun kembali dengan sebuah kotak putih, sepertinya obat-obatan. Lalu dia mengulurkan tangan untuk melihat tangan Seungwan, serta merta pria itu mulai memberikan obat pada luka-luka tersebut.
"Aku melompat dari kamarku," jelas Seungwan, meski Sehun tak bertanya, "Aku jadi menyesal tidak melakukannya lebih dahulu."
Sehun memilih tak bersuara, hanya diam mendengarkan. Masih sibuk dengan pekerjaannya.
"Ayahku akan membunuhku jika aku pulang. Aku tau ini berlebihan, tapi bolehkah aku tinggal disini untuk beberapa hari ke depan?"
"Silahkan."
"Tapi..." Seungwan mengulum bibir bawahnya, banyak sekali yang terpendam di benaknya, tapi dia takut menghancurkan moment ini, "... Kau akan ada disini kan?"
Pria tersebut yang semula fokus, memandang balik kedua bola mata Seungwan. Dalam dan penuh pertanyaan, makna, dan satu hal yang Sehun tak ingin akui -kerinduan yang begitu dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
As Long As You Love Me
Fanfic"As long as you love me, we could be starving, we could be homeless, we could be broke. As long as you love me, I'll be your silver, I'll be your platinum, I'll be your gold." -Sehun.