[15]-Ungkapan Hati

117 33 3
                                    

-
Seakan hati itu membuat kita bimbang dengan keadaan kita saat ini, hingga kita merasa bahwa kita tak memiliki tempat lagi untuk berbuat apapun
-

Disekolah, Damian dan Zein sedang mengobrol ditaman, mereka nampak sesekali memakan cemilan mereka lalu kembali mengobrol

"haha, kamu kayak gitu Mian? ternyata kamu gak sepolos yang aku kira.. Ahaha"

"ketawanya jangan keras² Zein, nanti ada orang lain denger, kepo lagi.. aku gak mau ada orang yang tau selain kamu"

"iya juga ya, kalau ada orang lain yang tau, kamu bisa berabe Mian, haha"

"suttt! udah dibilangin jangan ketawa keras²!"

Ditengah canda tawa mereka, tiba-tiba saja pak kepala sekolah datang menghampiri mereka

"Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam.."

Melihat kedatangan pak kepala sekolah, Damian bangkit dari tempat duduknya, dan mempersilakan pak kepala sekolah duduk, begitu pula dengan Zein yang ikut bangkit dari tempat duduknya "Eh? pak kepala sekolah.. silakan duduk pak" ucap Damian

"tidak perlu nak, bapak kesini hanya untuk mengajak Zein.. nak Zein bisa kan ikut bapak sebentar?"

"bisa kok pak.."

"yaudah, ayo nak" Zein mengangguk patuh

"Damian, tunggu aku dikelas ya"

"iya Zein.."
.

.

.
Tepat dibawah ruangan kepala sekolah, terlihat Fendra yang sedang menaiki tangga menuju keruangan ayahnya itu

Saat hendak memasuki ruangan ayahnya, Fendra melihat ayahnya dan Zein sedang membicarakan sesuatu, Fendra yang penasaran pun mengurungkan niatnya dan lebih memilih untuk menguping

"nak, selama ini bapak sudah melihat perkembangan mu, bapak bangga sekali dengan kerja keras mu"

"terima kasih pak.."

"saat ini bapak ingin mengatakan hal penting mengenai pertandingan basket tiga bulan kedepan, kamu juga termasuk timnya kan?"

"iya pak"

"tadi bapak sudah membicarakan hal ini kepada wasit kamu, beliau juga setuju dengan keputusan bapak untuk menjadikan kamu ketua tim!"

Fendra yang berada diluar dibuat terkejut dengan ucapan ayahnya, begitu pula dengan Zein yang tak kalah terkejut

"bener pak? saya jadi ketua tim?"

"iya nak, kamu tidak perlu khawatir, kebutuhan mu selama menjadi ketua tim, bapak yang urus"

"waah, terima kasih banyak pak!"

"sama-sama nak Zein, ini semua juga karena usaha kamu selama ini"

"Alhamdulillah.. kalau begitu, Zein permisi dulu ya pak, Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam.."

Melihat Zein yang berjalan keluar, Fendra kembali bersembunyi dibalik pintu, terlihat ia memandang kepergian Zein dengan tatapan tajam, tangannya mengepal kuat, lalu berjalan memasuki ruangan ayahnya

"pa.."

"iya Ndra?"

"Fendra kecewa sama papa!"

"lho? kecewa karna apa Ndra?"

"papa kenapa lebih milih Zein yang jadi ketua dibanding anak papa sendiri yang lebih berpengaruh dengan papa?!"

"Fendra dengar papa nak.." Fendra menepis kasar tangan Ayahnya saat hendak menyentuh bahunya

Selamat Tinggal✔ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang