[20]-Keputusan Fendra

145 34 4
                                    


Keputusan bisa saja mengubah hidup, berhati-hati dalam mengambil keputusan adalah yang terbaik dan tidak akan mengecewakan

Dua hari berlalu.. dikediaman Fendra, terlihat ia sedang memainkan pisau disela-sela jarinya, ia nampak memikirkan sesuatu yang membebani fikirannya

Plant!
Pisau itu terlempar menghantam lantai

"akh! keputusan gue udah bulat sekarang!" teriak Fendra dengan suara lantang memenuhi ruangan

Fendra meraih ponselnya yang berada dimeja kecil didepannya

Drett,,
"[ada apa?]"

"gue udah bulatin keputusan gue, gue bakal.. bunuh Zein sekarang"

Degh!
"[apa? woi lo jangan gegabah! tunggu aba-aba dari gue dul-]"
Tiitt,,

"gue tau Za, lo pasti bakal kaget kalau gue bilang kayak gini, mau bagaimana pun, lo itu teman lama Zein, lo pasti ragu buat bantu gue" gumam Fendra, lalu berjalan keluar ruangannya

Ceklek,,
Seorang bocah perempuan berumur sekitar tiga belas tahun membuka pintu mendahului Fendra, Fendra menatap bocah perempuan itu dengan tatapan bingung

"kamu siapa?" tanya Fendra bingung

Bocah perempuan itu tertawa kecil "tuh kan bun, pasti kakak lupa aku siapa" ucapnya berbalik kearah ibunya yang baru saja memasuki rumah

"yailah, pasti kakak kamu lupa, kita perginya kan udah lama banget, gak ngasih kabar lagi, kalau lupa itu mah wajar sayang" ucap wanita yang diyakini ibu Fendra yang telah lama berada di-jepang

"bu-bunda?" Fendra sungguh tak percaya, wanita yang kini berjalan kearahnya adalah ibunya yang telah lama pergi

"kenapa sayang? kamu gak percaya ya bunda ada dihadapan kamu sekarang?" tanya wanita itu dengan senyuman khasnya "iya bunda tau bunda datangnya gak bilang², jadi maafin bunda y-"

Puk!
Tak sempat melanjut ucapannya, Fendra lebih dulu memeluk wanita itu

Buliran bening mengalir dari kelopak mata Fendra, akhirnya rasa rindu kepada ibunya terobati. Menyadari putra sulungnya menangis, wanita itu mengeratkan pelukannya pada putranya

"syukurlah kakak seneng dengan kedatangan bunda" batin bocah perempuan itu

Ibu dan anak itu perlahan melepas pelukan mereka. Fendra mengusap air matanya pelan

"udah sayang gak usah nangis, bunda gak akan pergi lagi kok"

"biasalah ma, kakakkan cengeng"

Fendra menatap bocah perempuan itu dengan tatapan senang tak karuan "Ni-nia? kamu Nia kan??" tanya Fendra dan diangguki oleh Nia, dengan cepat Fendra memeluk adeknya itu, Nia menanggapi Fendra dengan senyumannya, lalu membalas pelukan Fendra

Setelah puas melepas rindu mereka, kakak beradek itu perlahan melepas pelukan mereka

"ehehe, kakak jangan nangis.. Nia dan bunda bakal tinggal bareng kakak mulai hari ini"

"iya dek, ohiya ma.. Zeo mana?" tanya Fendra yang menyadari adek keduanya tak ada, itu membuat Nia sedikit kesal, kenapa kakak keduanya diingat oleh kakak pertamanya? sedangkan ia tidak? menyebalkan sekali!

"kak Zeo lagi bareng papa, tadi sih kak Zeo mau ikut pulang kerumah, tapi papa minta kak Zeo sama papa aja pulang kerumah nanti" ucap Nia menjelaskan

"ooh, yaudah Nia, kakak pergi dulu ya"

Selamat Tinggal✔ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang