[34]-Takut Kehilangan

152 33 8
                                    

-
Perasaan dimana kita benar² tak ingin suatu hal itu terjadi. Usaha untuk membuatnya tidak terjadi bisa saja menjadi sia-sia
-

Pada malam hari dikamar Jevan dan Nayla..

"mas.." Nayla menggoyangkan pelan tubuh suaminya yang berbaring disebelahnya. Jevan berbalik dan menatap istrinya dengan tatapan tanya. "hm?"

"aku takut kehilangan Zein mas.. aku takut.." keluh Nayla

Jevan meraih punggung istrinya lalu membawa tubuh istrinya itu dalam dekapannya "udah jangan takut, ada Allah. disisi anak kita" ucap Jevan menenangkan istrinya. Walau selalu menenangkan istrinya, perasaan Jevan saat ini pun sangat terpuruk, ia juga merasakan hal yang sama seperti istrinya, perasaan dimana ia benar² takut kehilangan seseorang yang disayanginya
.

.

.
Sedangkan dikamar Zein, terlihat Tezza dan Faaz yang termenung, mereka saat ini pun merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh Jevan dan Nayla

Setelah Membaca keterangan mengenai pernyatan penyakit Zein, sejak saat itu senyum mereka berdua memudar, kini hanya tangis dan perasaan takut itu yang menemani mereka

Baru saja mereka merasakan kebahagiaan yang terasa sangat menyenangkan, kini berakhir dengan kesedihan

Tezza memandang keluar jendela, ia sungguh berharap dunia terus berjalan seperti disaat mereka semua bahagia

Faaz pun mengharapkan hal yang sama, saat ini ia berbaring dengan perasaan gelisah, ia tak dapat tidur karena rasa takutnya kehilangan Zein sahabat pertamanya

Alih² ia terisak dalam tangisnya, senyum sahabat pertamanya itu melintas dibenaknya, membuatnya ikut tersenyum lalu terlelap dalam tidur yang tak diingankannya saat ini
.

.

.
Keesokan harinya, hari dimana dunia terasa suram, senyum semuanya kini tak terlihat lagi, Jevan dan Nayla memutuskan untuk cuti selama tiga bulan

Walau Zein telah siuman, ia saat ini tak nafsu makan, berusaha menampakkan senyumanya selalu, malah semakin membuatnya kesakitan

Wajahnya yang mulai memucat, perasaan yang dirasakannya bahwa sebentar lagi ia akan dijemput oleh Sang Pencabut Nyawa. membuat Zein harus siap dan tabah saat ini

Melihat orang tuanya yang selalu bersedih dengan kondisinya, membuat Zein tak siap menghadapi kematiannya. "pa, ma.. papa sama mama jangan sedih terus dong.."

Nayla mengusap pelan air matanya yang mengalir, lalu memeluk tubuh putranya

"Kalau mama emang mau nangis dipelukan Zein, sekarang mama bisa sepuasnya, menangislah ma, sebelum Zein pergi, agar senyuman manis mama kembali.."

Jevan memandang istri dan putranya dengan perasaan sedih, ia saat ini pun ingin sekali memeluk putranya. Setelah melepas pelukannya dari Zein, Nayla menepuk pelan pundak suaminya yang termenung

"mas.. aku tahu apa yang kamu pikirkan, sekarang mas juga bisa melakukannya sepuasnya"

Tanpa basa-basi Jevan langsung memeluk tubuh putranya, ia kini pun terisak dalam tangisannya "maafkan papa nak, papa yang telah membuat mu merenggang nyawa seperti ini.. hiks.."

"papa jangan minta maaf, papa gak pernah ngelakuin kesalahan apapun pada Zein, papa kan sayang sama Zein"

"hiks.. hiks.."

Setelah puas memeluk putranya, Jevan melepas pelan pelukannya dari tubuh putranya. Zein tersenyum "pa, Zahfi mana?" tanya Zein menyadari adeknya tak ada dikamarnya

"Zahfi lagi tidur nak, nanti kalau adek kamu udah bangun, papa akan bawa kesini" jawab Jevan

Zein mengangguk pelan "iya pa.."

Selamat Tinggal✔ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang