Terima Cinta

4.5K 404 20
                                    

Alhamdulillah! 🥳🥳🥳🥳

Akhirnya selesai juga cerita ini 🤗

Terima kasih untuk kalian yang mau & bersabar menantikan kisah Hani & Tian. Aku sangat terharu.

Aku tahu, aku udah lama nggak bikin cerita dan ini rasanya nggak kayak ceritaku yang sebelum-sebelumnya, tapi kalau nggak dilanjut sampai selesai, mungkin akan lebih kaku dan aneh lagi. Jadi ya ... Beginilah hasilnya.

Bahkan rasanya aku belum pantas untuk mendapat banyak apresiasi dari kalian semua 🥺 tulisanku masih jauh dari kata sempurna. Apabila dibandingkan dengan tulisan penulis lain, rasanya kayak bumi dan langit. Tapi kalian masih mau baca sampai selesai 🥺🤗

Maaf karena mungkin cerita ini nggak sesuai dengan harapan kalian. Maaf juga untuk komentar yang tidak terbalas, tetapi aku baca komentar dari kalian 🤗

Aku harap, aku masih bisa menulis untuk kalian di waktu mendatang. Semoga kalian juga masih betah, ya 🤗

Untuk extra part, tungguin aja, tapi kasih aku jeda dulu, ya 😂


























































Hari itu adalah dua hari setelah pecahnya ribut di antara mereka. Hani masih dirundung perasaan bersalah pada Tian, tetapi masih takut untuk meminta maaf. Ia paham apa maksud Tian untuk memberi mereka jeda waktu, yaitu untuk saling introspeksi diri sendiri.

Tian masih menawarinya untuk berangkat bersama, walau Hani menolaknya. Bukan karena tidak ingin berangkat dan pulang bersama, tetapi karena ia sedang tidak ingin pergi ke mana pun. Lebih baik ia menerima sejumlah kerugian karena bunga-bunganya tidak lagi segar dan tidak bisa dijual, daripada bekerja dengan pikiran tidak menentu.

Hari itu, Hani bangun dengan perasaan gelisah. Tidak ada Tian di sampingnya. Kasur di sisi kanannya terasa dingin saat disentuh, karena Tian tidak tidur bersamanya.

Selain hubungannya dengan Tian yang mengganggu pikirannya, kesehatannya yang akhir-akhir ini kurang baik juga menyita perhatiannya. Hani pikir, ia mendapat tamu bulanan lebih cepat dari jadwal sebelumnya, karena dulu pun ia sering begitu. Namun, pagi hari setelah malamnya mereka ribut, tidak ada darah yang memenuhi pembalut yang ia pakai. Hanya flek kecokelatan yang sepertinya ia dapat sejak memakai pembalut itu.

Di hari-hari selanjutnya, tidak ada lagi flek yang keluar. Pikiran Hani langsung mengembara, ada perasaan khawatir dan antusias yang memenuhi dadanya.

Semenjak menikah dan berharap untuk cepat hamil, Hani sering membaca artikel mengenai kehamilan di portal online, juga membaca banyak komentar dari ibu-ibu lain di sebuah akun milik dokter kandungan yang banyak digandrungi orang di Instagram. Hal itu membuat Hani memiliki banyak harap di keadaannya saat itu, hingga ia dengan perasaan takut pun menghubungi ibu mertuanya.

“Tapi Hani lagi jarang berhubungan sama Tian, Ma,” ujarnya saat Widuri meyakini kalau Hani sudah mengandung saat itu.

“Jarang kan bukan berarti nggak pernah, Hani. Kita kan nggak tahu, janin itu terbentuknya kapan. Sebelum ngambek-ngambekan ini masih rutin berhubungan, kan?”

Hani menggigit bibirnya, agak malu membahas masalah seksualnya bersama suami, walau kepada mertuanya sendiri.

“Ya masih sih, Ma. Tapi ... apa bisa?”

Terdengar Widuri berdecak di seberang. “Ya bisa dong, Sayang. Flek itu wajar kok, untuk awal kehamilan. Rahim yang biasanya luruh karena gagal dibuahi, sekarang berhasil dibuahi. Itu kan juga perlu terbiasa menerima perubahan,” jelas Widuri dengan sabar. “Kamu ke rumah sakit aja, nanti Mama temani ke dokter kandungan. Mau, ya?”

Garis BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang