Awal Putusan

2.4K 422 14
                                    

Silakan dibaca. Jangan lupa like & komennya, ya 🤗


















Awal Putusan


Hani terkejut saat pintu tokonya dibuka begitu saja tanpa ada aba-aba. Ia melihat Nano mendekat dengan napas memburu. Terlihat kesal dan ... mungkin marah?

"No, lo habis lari-larian?" Ia bertanya sembari tertawa kecil.

"Jawab pertanyaan gue jujur," Nano berekspresi begitu serius. "Beneran lo sama Tian mau nikah?"

Hani terkesiap, ia lantas menghela napas panjang. Meletakkan gunting yang tengah ia pakai untuk memotong daun-daun di batang bunga yang ia kerjakan, lantas menyuruh agar Nano duduk di hadapannya.

"Hani, tinggal jawab aja apa susahnya?" Nano mendesak, membuat perasaan bersalah itu muncul lagi di hati Hani.

"Iya," sahut Hani singkat. Tidak berusaha menutupi sama sekali.

Hati Nano mencelus. Ia sama sekali tidak menyangka kalah kabar yang baru didapatkannya tadi, saat ia pulang ke rumah, itu benar adanya. Gadis yang ada di hadapannya ini adalah Hani, sahabatnya, dan akan menikah dengan Tian, yang juga sahabatnya.

Nano tertawa miris. Ia berkacak pinggang dan melepaskan tawanya lebih kencang.

"Kita ini apa sih, Han? Katanya kita sahabat, tapi hal penting kayak gini aja, lo berdua nggak mau cerita sama gue?" tanyanya dengan nada sakit hati yang begitu kentara. Kedua matanya bahkan terlihat berkaca-kaca, membuat Hani mengalihkan pandangan ke arah lain. "Lo berdua anggap gue apa, Han?"

"No, nggak gitu-"

"Tapi kenyataannya gitu, kan? Tiap hari kita ketemu, ada banyak waktu yang bisa kita pakai buat ngobrol nggak jelas, tapi malah masalah kayak gini, lo berdua mengabaikan gue?"

Hani kembali menggeleng. Ia mengepalkan kedua tangannya di atas meja. Berusaha menguatkan dirinya sendiri. Mengatakan hal ini kepada Nano rasanya lebih berat dari apa pun. Ia tidak ingin melukai siapa pun dengan cara apa pun. Namun, sekarang ia malah melukai perasaan Nano dengan menyembunyikan hal sepenting ini.

"No, lo dengerin gue dulu, dong," pinta Hani dengan memelas.

Nano mendengkus, ia membuang pandangan ke arah lain. Wajahnya masih terlihat merah, napasnya juga memburu. Terlihat sekali kalau ia sedang kesal.

"Ini juga tiba-tiba buat gue. Eyang Win yang melamar gue buat Tian."

Nano langsung menoleh, ia kembali terkejut dengan fakta itu.

"Lo dipaksa, maksudnya?"

Hani menggeleng. Ia tidak mau menjelaskan ini sendirian kepada Nano, tetapi Tian tengah menemui salah seorang kenalannya yang akan membantu mereka untuk mengurus acara lamaran dan pernikahan nantinya.

Iya, mereka akan sesegera mungkin menikah. Bukan karena tuntutan dari Winarti lagi, namun kedua orang tua Tian yang kurang memiliki waktu senggang. Jadwal operasi untuk beberapa pasien sudah dipastikan untuk bulan depan, dan bukan tidak mungkin kalau jadwal itu akan kembali acak-acakan kalau ada pasien yang mendadak butuh pertolongan dadakan, atau bahkan mendapat pasien baru.

Oleh karena itu, kedua calon mertuanya itu mengusulkan agar pernikahan dipercepat. Lamaran diadakan sederhana saja, hanya sebagai simbol kalau Hani sudah resmi akan dimantu oleh mereka. Dan keputusan itu disetujui oleh kedua orang tuanya, yang kemudian sibuk memberitahukan kabar yang menurut mereka bahagia ini, kepada sanak saudara yang tinggal di lain kota.

Hani tidak dapat mundur lagi. Semuanya serba cepat. Bahkan rasanya ia baru bisa merasakan napasnya lagi setelah bangun tadi pagi. Di saat ia menyadari, kalau sebentar lagi ia akan menikah. Diperistri oleh seorang lelaki, yang ternyata adalah sahabatnya sendiri.

Garis BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang