First Move!

3.2K 486 25
                                    

Kejutan di bagian akhir nanti. Mungkin kamu butuh es biar agak dingin? 😂






























“Kamu mau pergi juga ngga apa-apa, kok,” ujar Hani sambil melirik-lirik suaminya.

Namun, Tian tidak mendengarkannya. Ia malah ikut merapikan bunga-bunga yang baru saja datang. Masih begitu segar dan beraneka ragam.

Tadi pagi, mereka datang begitu pagi. Membersihkan toko yang sudah cukup lama tidak dibuka. Sejak Hani masuk ke rumah sakit, dan baru dibuka lagi hari ini. Hani belum sempat menyeleksi calon pegawai yang sudah mengirimkan lamaran kepadanya, namun ia sudah memikirkan satu orang yang akan ia pilih nantinya.

“Nggak sibuk emang, Yan?” tanya Hani lagi.

“Enggak.”

“Kamu sekarang jadi kelihatan sering nggak sibuk, ya? Nggak kayak dulu, sering nggak ada kabar.”

Tian menyeringai, ia tetap membantu membuang daun-daun yang ada di batang bunga, lalu memasukkannya ke dalam ember berisi air. Bunga-bunga ini nantinya akan jadi stok dan dimasukkan ke dalam kulkas khusus agar tetap segar meski sudah beberapa hari dipetik. Ia sudah cukup paham dengan aktivitas ini, sehingga tidak memerlukan begitu banyak contoh dari Hani.

“Nanti sore jadi ke rumah buat cek ini itu?”

Tian mengangguk. Ia memperhatikan Hani yang sibuk memilih kertas untuk buket pesanannya nanti.

“Jadi. Kamu nggak pulang sore dari sini, kan?” tanya Tian balik.

“Belum tahu, sih. Ini bunganya masih banyak yang belum diurus. Paling kalau ke sana, ya langsung aja dari sini. Nggak mandi dulu aku.”

“Ya, nggak apa-apa,” sahut Tian kalem.

“Kamu beneran nggak ada kerjaan?” tanya Hani lagi, memastikan kalau Tian benar-benar tidak sibuk dan bisa menemaninya di toko hari ini.

Hani tidak mau membuat Tian merasa harus bertanggung jawab dengan menemaninya di sana, meskipun Hani tahu, ia tanggung jawab Tian sekarang, namun ia aman di tokonya sendiri. Tian bisa menjemputnya nanti kalau lelaki itu benar-benar khawatir kalau ia pulang sendirian sore harinya.

“Enggak. Kalau ada, pasti udah siap-siap dari rumah.”

Iya juga, sih. Hani sampai tidak sadar kalau perlengkapan kerja Tian memang masih ada di rumah mertuanya. Dari pembicaraan hangat mereka, Hani mengetahui kalau Tian mulai membuka bisnis bersama beberapa temannya. Mereka membangun sebuah studio foto yang baru mulai dirintis belum lama ini. Itu sebabnya beberapa waktu yang lalu, Tian sering tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Lelaki itu hanya tidak suka ketika pekerjaannya diganggu, itu sebabnya juga, Hani takut kalau kegiatannya ini mengganggu pekerjaan Tian. Toh dia bisa melakukannya sendiri selama ini, dan dia baik-baik saja. Yang namanya kerja pasti lelah, namun ia menyukai pekerjaannya itu.

“Yan, kalau aku kepingin sesekali dagangan aku difoto pakai kamera kamu, boleh, nggak?” Hani mencoba peruntungan. Bisa saja Tian hanya mau memotret model profesional.

Namun Hani salah, Tian langsung mengangguk untuk menjawab pertanyaannya. “Nanti kalau udah ada asisten kamu di sini, biar ada yang bantuin juga.”

“Asiiik! Janji, ya? Aku bakal tagih nanti, ya!”

Tian hanya bisa menggeleng-geleng melihat antusiasnya Hani karena persetujuannya. Ia membiarkan Hani dengan kebahagiaannya, sesekali terdengar gadis itu menggumamkan sebuah lagu, meyakinkan Tian kalau Hani benar-benar sedang merasa senang.

Hani terlihat begitu sibuk, sampai tidak menyadari kalau mereka sudah ada di sana cukup lama. Jam istirahat makan siang sebentar lagi tiba, Tian berinisiatif memesankan makanan untuk keduanya. Kalau dibiarkan begitu saja, Hani bisa-bisa melewatkan makan siangnya sampai malam. Padahal ia hanya sarapan dengan dua lembar roti tawar.

Garis BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang