Setelah Jenny menangis dan melarikan diri. Sophia pergi mencari ibu tirinya, Countess.
Rumah besar itu memiliki beberapa bangunan untuk Countess. Taman terawat, pohon eksotis, bangunan berornamen, atap mengkilat, ornamen emas.
"Dan putrinya cuma dikasih sebuah loteng di tempat luas ini."
Sophia melihat sekeliling mansion seolah dia tak senang. Dia, yang belum terbiasa dengan denah mansion memasuki gedung besar di tengah.
Sophia mengayunkan pintu gedung utama, saat pintunya terbuka lebar dia menarik perhatian orang-orang di lobi.
Reaksinya seolah melihat boneka pierrot melompat keluar dari kotak kejutan.
Namun, kejutan di mata mereka segera menghilang dan menjadi kekesalan.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Seorang pelayan mengerutkan kening padanya seperti cacing.
Tapi Sophia tidak masalah dengan sikap dinginnya dan mengabaikan pertanyaan itu.
"Ibu, dimana kamu?"
"Ibu? Ibumu kan sudah meninggal."
Ada cahaya penghinaan yang jelas di mata para pelayan. Tapi karena ini adalah perkembangan alur cerita yang umum, Sophia tidak terkesan.
"Bukan ibuku yang sudah meninggal, tapi Countess saat ini."
"Sophia!" Kemudian suara tajam terdengar dari belakang.
Pada saat yang sama, para pelayan yang berdiri, segera berbaris ke dinding dan menundukkan kepala mereka.
'Kemunculan Lucifer di rumah setan...'
Mengingat kalimat terkenal dari sebuah drama, Sophia melihat ke belakang. Gaun cantik dengan rambut merah gelap dan mata kuning keemasan. Dia adalah wanita cantik berusia awal hingga pertengahan 30-an.
'Itu Countess Rubisella Frauss.'
Ibu tiri yang Jenny bicarakan.
Dan menurut diary itu, dialah yang menendang Sophia ke loteng.
Jika dia tidak mengangkat alisnya saat memandang Sophia, dia akan mengagumi kecantikan ibu tirinya yang luar biasa.
'Jadi kamu memberitahunya ya.' Sophia menatap Jenny yang ada di belakang Countess.
Tatapan yang agak tidak emosional di pipi penuh ketidakpuasan.
'Aku nggak suka mengadu, tapi makasih ya, karenamu aku nggak perlu keliling mansion besar ini.'
Sementara Sophia tenggelam dalam pikirannya, Countess membuka bibir merahnya.
"Bukannya kamu terlalu sakit buat sekedar jalan-jalan?" Countess Rubisella mendekat dengan langkah bangga. Dia menurunkan bulu matanya yang panjang.
Mengenakan sepatu hak tinggi, dia sedikit lebih tinggi dari Sophia.
"Apa kamu menuangkan sup ke Jenny?"
"Itu lebih pantas disebut limbah makanan daripada sup."
"Sampah makanan? kamu mengartikan kebaikanku dengan cara itu?"
"Kebaikan.... Kayaknya nggak deh. Lebih masuk akal kalau kamu langsung bilang 'f*ck u' aja."
Bibir Rubisella bergetar mendengar kata-kata kotor Sophia.
"Dan emang benar aku sakit. Mana mungkin tubuh manusia bisa sehat kalau makanan yang dimakannya sampah."
"Apa?!"
"Ah, mencampur serangga dengan sup adalah sesuatu yang nggak akan pernah terjadi di mansion yang elegan ini. Bukankah begitu?" Sophia berkata dengan sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejak Kapan Anda Menjadi Penjahat? (Novel Terjemahan)
RomanceTerlalu banyak novel yang dibaca membuatnya bingung telah masuki novel berjudul apa. Berbekal pengalaman membaca banyak novel, Sophia percaya tanpa ragu Duke Utara dengan rambut hitam, mata merah, dan wajah tampan yang sempurna adalah protagonis pri...