BAB 20

154 25 1
                                    

Saat dia sampai di pintu depan, sebuah tangan yang kuat dengan kasar melemparkan Sophia ke tanah.

Tubuhnya jatuh di lantai batu teras yang dingin.

Kulit pucat, rambut lepek, dan piyama kusut. Sophia terduduk di depan teras, tak bisa berdiri untuk sementara waktu.

'Apa ini...?'

Dia bahkan tak menangis ataupun marah.

Begitu membuka mata di pagi hari, dia diganggu, jadi baik rasionalitas maupun kepekaannya tak dapat menangani situasi ini dengan baik.

"Kamu pergi ke Lady Chanelia untuk menjualku?! Kamu idiot tak berotak...!!"

Suara melengking itu menembus telinga Sophia yang berdengung. Dengan kepalanya yang masih berdenyut, dia perlahan mulai memahami situasinya.

"Seharusnya aku mengusir orang sepertimu lebih awal!!"

Wajah ibu tirinya memerah menumpahkan semua emosinya.

'Ini waktu yang sempurna jika male lead muncul...'

Sophia berjuang untuk menguatkan tubuhnya berdiri. Saat dia berhasil menegakkan tubuhnya yang terhuyung-huyung, mata Rubisella yang dipenuhi amarah menatapnya dengan aura membunuh.

"Apa kamu berniat menghancurkan reputasi keluarga dua kali? Hah?!"

Bahkan saat Rubisella menunjuk ke arahnya, Sophia dengan kasar menyisir rambutnya yang kusut dan membersihkan piyamanya yang kotor karena diseret.

Mata hijau itu perlahan menghadap nyonya rumah keluarga yang liar.

"Tuan rumah..." Suara yang rendah terdengar di antara bibirnya yang kering.

Rubisella seperti orang bodoh.

Dia mengkritik orang lain karena kemalasan tetapi mengabaikan manajemen diri. Setelah menggenggam kelemahan orang lain, dia bangga dengan kelebihannya dan merasakan sedikit kekuatan. Tapi bahkan dia bahkan tidak memiliki kelebihan tentang dirinya sendiri.

Di mata Sophia, Rubisella terlihat seperti itu.

'Jadi kamu dengar dari Lady Chanelia tentang diskriminasi yang ku alami, ya...'

Alih-alih mencoba berbicara dengan Sophia, dia memilih menjambak rambut dan menyeretnya keluar rumah. Apa dia pikir tindakan ini tidak akan memicu rumor...?

'Dia nggak waras... Kurasa.' Sophia mengangguk dan menggelengkan kepalanya.

Merupakan suatu kesalahan untuk mengharapkan sesuatu seperti akal sehat dari seorang villain.

Sophia masih tak punya kekuatan penuh ditubuhnya karena dia belum bisa makan atau minum obat. Kalau diingat, dia hanya makan setengah mangkuk sup kentang karena Ian kemarin.

Dia tidak bisa bangun dari tempat tidur karena sakit, tidak nafsu makan, dan tenggorokannya sangat sakit hingga untuk minum air pun sulit.

"Mmm, apa?" Countess mengutak-atik anting-anting safirnya yang besar.

"Nyonya rumah yang mencoreng nama Frauss." Sophia berdeham sekali lagi, berbicara lebih akurat dari sebelumnya.

Urat muncul di dahi Countess, "Kamu masih berani menjawab...!"

Tangan Countess terangkat tinggi dan menampar pipi Sophia. Cincin Rubisella menggores pipinya, meninggalkan bekas merah di wajah pucatnya.

Seketika matanya menjadi gelap dan telingannya menjadi tuli.

Sophia juga tersiksa oleh sakit kepala hebat yang melanda otaknya.

Dia pernah berpikir bahwa jika suatu hari dia ditampar Rubisella, dia akan membalasnya kembali.

Sejak Kapan Anda Menjadi Penjahat? (Novel Terjemahan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang