B
"Like a boron compound, everyone have stubborn. but, still melting with a heartwarming moment."
.
.
.******
“Kana!” panggil seseorang dari arah belakang.
Sebuah hembusan napas berat hadir sesaat sebelum akhirnya Kana menatap seseorang yang memanggilnya itu. Seorang pemuda yang selalu terlihat bersemangat di manapun. Baru saja Kana hendak menikmati kesendiriannya berjalan di tengah hari yang mulai malam. Namun apa yang ia ingin lakukan harus tertahan sebentar.
“Kenapa, Al?” tanya Kana dengan sedikit malas.
“Gue anter lo balik ya?”
“Enggak perlu. Gue mau ke toko buku dulu.”
“Ya udah, gue temenin.”
“Enggak usah!”
“Tapi kan angkot suka susah kalau malam, Na.”
“Al! Gue bukan anak kecil lagi. Kalau enggak ada angkot, ya tinggal naik ojek online kan bisa.”
Berkali-kali Alka mengeluarkan argumennya agar Kana menerima tawarannya. Namun, ternyata memang seperti apa yang ia kira. Gadis itu memang punya pendirian yang teguh. Berkali-kali pula gadis itu menolak tawarannya. Dan puncaknya, gadis itu pergi begitu saja di tengah pertengkaran kecil mereka.
Sejujurnya Alka ingin menyusul gadis itu. Hanya saja, ia tahu gadis itu pasti tidak akan menyukainya. Dan sekarang, ia hanya bisa berjalan dengan lemah menuju parkiran di dekat Gedung Seni Rupa. Tempat ia memarkirkan motornya.
************
Sebuah pulpen hitam kini diletakkan dengan kasar oleh seorang gadis dengan kasar di atas meja. Sesaat kemudian, gadis itu menyisir rambutnya dengan frustasi. Ia masih ada laporan praktikum yang harus ia kerjakan. Namun, ia tidak bisa fokus karena terus terbayang oleh kejadian tadi sore.
Ia pun menyandarkan tubuhnya untuk mendapatkan ketenangan sejenak seraya memakan beberapa kentang goreng yang ia pesan sejak ia tiba di tempat itu. Saat ia mengecek ponselnya, jam layarnya sudah menunjukkan bahwa hari sudah berganti. Namun, restoran cepat saji itu masih saja ramai oleh mahasiswa seperti dirinya.
Lagu yang berputar dari ponselnya kini berganti menjadi lagu mellow. Pikiran Kana kembali melayang entah ke mana sekarang. Dan apa yang ia pikirkan pun ia tidak tahu. Semua seakan bercampur begitu saja tanpa bisa ia pisahkan. Apa yang ia lihat menjadi kelabu lagi tanpa bisa Kana mengerti sebelumnya.
“Kana?“
Kesadarannya langsung kembali saat ia mendengar panggilan namanya itu meskipun sedikit samar. Ia menoleh dan menangkap bayangan seorang pemuda di hadapannya. Spontan ia langsung membenarkan posisinya begitu ia menyadari siapa seseorang yang kini berbicara padanya.
“Bang Irfan?”
“Aing* boleh duduk di sini? –“. Kana mengangguk dengan mantap. Ya, tidak masalah baginya, ia duduk sendiri dan terlebih, ia juga mengenal pemuda itu. Ia merapikan semua kertas yang berserakkan di meja itu hingga bisa memberikan ruang pada kakak tingkatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HI
Teen Fiction'Mereka bilang, kita kuat. Nyatanya, kita lemah.' Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut sang gadis yang telah menahan perasaannya bertahun-tahun. ******* Alka Rizkian? Pemuda itu populer di jurusan bahkan di kampus, meskipun tidak sepopuler la...