N
"I never expected you're like a nitrogen. Act cold but volatile in your smile."
.
.
.
❀❀❀❀
.
.
.Sedari tadi Alka tidak berhenti melihat ke arah layar ponselnya. Membuat semua temannya yang duduk di sekitarnya sedikit bingung dengan tingkah pemuda itu. Sepertinya ada hal yang ditunggu oleh pemuda itu. Akbar yang duduk tepat di sebelah Alka mengintip layar ponsel pemuda itu. Namun, tidak ada apa-apa di sana.
"Lo ngapain sih, Al? Dari tadi ngeliatin hape terus," tanya Akbar pada akhirnya.
"Nunggu balasan si Kana. Gue dari tadi nge-chat enggak dibales-bales."
"Elah, Al. Palingan si Kana lagi enggak ngeliat hape. Sabar aja, nanti juga dibales. Lagian, nanti di kelas anorganik juga ketemu. Dia 'kan ngambil kelas anorganik," timpa Diki.
Alka terdiam. Ia lupa akhir-akhir ini Kana memang sedang di puncak kesibukannya. Dan justru itulah yang membuatnya khawatir. Dosen mata kuliah akhirnya masuk ke kelas. Pelajaran dimulai, dan Alka mau tidak mau harus mengesampingkan terlebih dahulu perasaan khawatirnya. Meskipun pada kenyataannya, ia tetap saja sesekali melirik ke layar ponselnya. Berharap ada sebuah notifikasi pesan masuk dalam ponselnya.
*******
Rindia sedang menuruni anak tangga di dekat perpustakaan yang mengarah ke sebuah terowongan kampus saat ia menyadari ada beberapa sekat yang berdiri di salah satu sisi terowongan itu. Ia yang sedari awal berniat untuk pergi ke kantin di ujung terowongan pun mengurungkan niatnya dan menghampiri sesuatu yang ia lihat itu.
Beberapa adik tingkat yang memakai baju yang sama menghampirinya dan menawarkan Rindia untuk masuk ke tempat bersekat itu. Ia sadar. Ini adalah acara pameran foto dari unit fotografi. Semua foto hasil jepretan dari calon anggota unit itu terpajang dengan baik di sekat-sekat itu. Kenangan dua tahun lalu kembali terulang saat Rindia datang ke pameran ini juga dan foto yang membuatnya terpaku saat itu, adalah milik Kana. Meskipun saat itu ia masih belum mengenal siapa Kana.
Labirin pameran terus Rindia lalui hingga ia menghentikan langkahnya saat matanya menangkap bayangan nyata seorang yang ia kenal. Seorang gadis yang kini sedang mengamati sebuah foto di meja album. Tanpa pikir panjang, Rindia menghampiri gadis itu. Gadis itu menyadari kehadiran Rindia dan tersenyum lebar saat menatapnya.
"Lo kok di sini? Bukannya acara ini panitianya anak-anak calon anggota ya, Na?" tanya Rindia.
"Gue jadi pengawas event.”
Rindia hanya mengangguk paham dengan apa yang sahabatnya itu lakukan. Namun, entah mengapa ia merasa masih ada yang tidak ia ketahui dari sikap sedikit tertutupnya Kana. Rindia tahu, bahwa unit ini merupakan salah satu tempat untuk Kana di kampus ini. Hanya saja, gadis itu tengah terlihat tidak bersemangat menjalankan acara unitnya.
“Na, lo lagi marahan sama Alka, ya?”
“Kenapa lo bisa bilang gue lagi marahan sama Alka?”
“Ya, gue ngerasa lo agak ngejaga jarak aja sama Alka. Tadi juga dia bilang kalau lo enggak bales chat-nya dia.”
“Terus, kalau gue enggak ngehubungin Alka satu hari, itu tandanya gue marahan sama Alka?! –“ ucap Kana sedikit meninggikan suaranya. “ – Gue enggak paham deh sama orang-orang. Gue deket sama Alka dibilang pacaran. Gue enggak sama Alka dikira marahan. Gue emang bareng Alka dari kecil. Tapi bukan berarti hidup gue penuh dengan Alka, ‘kan?”

KAMU SEDANG MEMBACA
HI
Novela Juvenil'Mereka bilang, kita kuat. Nyatanya, kita lemah.' Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut sang gadis yang telah menahan perasaannya bertahun-tahun. ******* Alka Rizkian? Pemuda itu populer di jurusan bahkan di kampus, meskipun tidak sepopuler la...