Beryllium

51 22 26
                                    

Be

"You're shining and precious like emerald, which containing beryllium inside."

.

.
.

❀❀❀
.
.
.

Suara petikan gitar menggema di kamar berukuran standar untuk sebuah kamar kos-an. Permainan gitar yang acak seakan tidak serius itu selaras dengan keadaan sang pemain yang kini terus merebahkan diri di kasur seraya menatap langit-langit.

Dibandingkan dengan fokus pada permainan gitarnya, pemuda itu lebih terfokus dengan bayangan masa lalu yang seakan ia lihat bagai film. Ia, masih memikirkan apa yang terjadi selama beberapa hari ke belakang. Pergerakan jari-jarinya berhenti memainkan senar gitar itu. Tidak ada yang dilakukannya lagi selama sekitar tiga menit selain termenung dengan penuh kesadaran.

"Enggak bisa kayak gini terus! Ya! Enggak bisa!"

Gitar cokelat itu ia letakkan begitu saja di atas kasur saat ia bangkit dan mempersiapkan diri. Ia mengambil jaket hijau army dan mengenakannya dengan baik sebelum akhirnya ia mengunci pintu kamarnya. Tanpa ba-bi-bu lagi, ia sudah berada di lantai bawah, mengenakan sepatu dan mengeluarkan motor kesayangannya dari dalam rumah kos.

"Mau kemana lo, Al?" tanya seorang pemuda yang baru saja kembali ke tempat kos-an dengan membawa sekantung plastik nasi Padang.

"Biasa! Kayak enggak tau aja Lo."

"Idih, dasar budak cinta! Gue kira, anak imba kayak lo ngebucinnya sama soal ujian doang."

"Ya kali! Masih normal gua lah!" sanggah Alka.

Pemuda itu pun menaiki motornya dan menyalakan mesin sebelum ia pamit pada salah satu teman satu kos-nya itu. Motornya kini membelah jalanan ramai akhir pekan. Kota itu, rasanya tidak pernah mati, terlebih jika akhir pekan. Rasanya justru semakin bertambah ramai karena banyaknya wisatawan yang berkunjung ke kota itu. Baik untuk mempersiapkan masa kerja, atau sekadar berlibur sejenak.

Butuh waktu sekitar lima belas menit sebelum akhirnya motor Alka masuk ke dalam pekarangan sebuah rumah yang berada di antara jalan gang yang kecil dan menurun itu. Seketika, dirinya kembali menjadi pusat perhatian dua orang wanita dewasa yang tengah asyik bergosip di tempat duduk. Sebenarnya, ini bukan kali pertama Alka datang ke rumah itu. Namun tetap saja ia selalu jadi perhatian.

"Oi, mas bro! Apa kabar, bro?!" ucap seorang pemuda berpakaian sangat santai seraya menepuk pundak Alka yang masih bertahan di motornya.

"Oi, Baik! Adek lo mana?"

"Ada, tadi sih lagi nonton sama Karin di belakang. Lo napa jarang keliatan, dah! Mabarlah, mabar! Dah lama anjir enggak mabar."

"Aturlah, atur! Tapi jangan sekarang. Masih sibuk masalah himpunan gue!"

"Yeee... Emang ya. Enggak lo, enggak Kana, sama-sama orang sibuk! –“ sindir pemuda itu. “ – Lo enggak mau nyamperin Kana?"

"Lo aja deh yang panggil."

"Yaudah, gue panggil Kana dulu."

Pemuda itu berlalu begitu saja dari hadapan Alka menuju ke sebuah rumah yang berada di belakang pekarangan rumah itu. Alka sendiri sebenarnya juga bingung, kenapa ia juga bisa dekat dengan keluarga itu yang notabenenya adalah keluarga besar Kana. Bahkan saat awal mereka masuk kuliah saja, Alka sempat ditawarkan untuk tinggal di sana dengan keluarga itu juga.

HITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang