"You're ray of light in my eyes, like phosphorus that glows in the dark."
.
.
.❀❀❀❀❀
.
.
.Tangerang, Kelas 3 SD.
“Hari ini, kita kedatangan teman baru. Namanya Kanaya Triastari.”
Kana menatap kumpulan anak seusianya yang kini juga tengah menatapnya dengan tatapan bingung. Seorang anak baru setelah sekitar dua minggu semester ganjil kelas tiga dimulai. Meskipun sama-sama daerah Tangerang, tetapi Kana merasakan hal yang berbeda dengan tempatnya yang sebelumnya.
Ia pun langsung duduk di salah satu bangku kosong setelah memperkenalkan diri. Pelajaran dimulai dengan anak-anak yang cukup berisik di belakang Kana. Jujur saja, Kana sedikit terganggu dengan hal itu. Namun, ia masih baru di sana. Rasanya segan sekali untuk menegur.
Waktu terus berjalan hingga jam istirahat tiba. Beberapa orang memenuhi tempat duduk Kana hanya sekadar ingin tahu siapa Kana sebenarnya. Kana sedikit risih, terlebih ada beberapa anak yang berbicara dengannya dengan nada yang sedikit ‘sok’ hingga membuat Kana tidak ingin membalasnya.
“Dasar sombong!” teriak salah seorang anak perempuan yang berbicara ‘sok’ tadi. Tentu saja itu membuat Kana semakin kecil hati hingga membuatnya ingin pulang saja. Selama sisa jam pelajaran, Kana hanya bisa terdiam seraya berpura-pura menyimak pelajaran yang ada.
“Kana! Main dulu, yuk! Kamu baru ‘kan di sini? Biar kenal sama apa aja yang ada di sini!” ajak anak perempuan yang menjadi teman sebangku Kana saat jam pulang sekolah tiba.
Kana ingin sekali menolaknya. Namun, beberapa anak lainnya ikut menghampiri dan mengajaknya bermain. Jam tangan Kana menunjukkan pukul empat sore. Rasanya tidak masalah jika ia bermain sebentar. Ia pun pergi mengikuti teman-temannya ke tempat bermain. Siapa yang akan menyangka bahwa tempat bermain mereka adalah sebuah sawah dekat sekolah.
Semuanya mulai melepaskan sepatu dan meninggalkannya di tepi sawah dan mulai bermain. Ada sebuah perosotan kecil di sisi lain tepi sawah. Kana tidak paham mengapa ada perosotan di sana. Beberapa anak perempuan bermain di perosotan itu. Sedangkan beberapa anak laki-laki bermain air di parit dekat sungai. Dan yang lainnya mengambil buah kersen dari pohon yang tumbuh dekat sawah.
Tanpa terasa, langit semakin menunjukkan warna lembayungnya. Anak-anak itu bergegas memakai sepatu dengan berebut kemudian pulang. Namun, saat Kana ingin memakai sepatunya, ia hanya menemukan salah satunya saja, itupun sedikit kotor karena lumpur. Berkali-kali Kana mencari di daerah itu, tetap tidak ketemu.
“Ada apa?” tanya seorang anak laki-laki yang menghampirinya.
“Sepatuku hilang sebelah,” jawab Kana seraya menahan tangis.
“Udah dicari?”
“Udah. Tapi tetep enggak ketemu.”
“Kalau enggak ketemu, kayaknya beneran hilang. Kayaknya keisep lumpur isap.”
“Lumpur isap?” ulang Kana terkejut.
“Katanya di sawah suka ada lumpur isap.”
“Terus sepatuku gimana?”
“Ya… mau gimana lagi?”
Kana mulai menangis mendengar perkataan anak laki-laki itu. Ini hari pertamanya bersekolah di tempat yang baru dan ia sudah menghilangkan sebelah sepatunya. Ia takut akan dimarahi. Padahal ayahnya sering mengatakan untuk tidak bermain di tempat yang berbahaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
HI
Genç Kurgu'Mereka bilang, kita kuat. Nyatanya, kita lemah.' Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut sang gadis yang telah menahan perasaannya bertahun-tahun. ******* Alka Rizkian? Pemuda itu populer di jurusan bahkan di kampus, meskipun tidak sepopuler la...