Sekarang sudah waktunya istirahat kedua. Awalnya Arumi berencana untuk keliling sekolah bersama Chika. Namun karena Chika ada urusan dengan ibunya—yang merupakan Bu Steffi—akhirnya rencana keliling sekolah itu diundur dan Arumi pun menggantinya dengan pergi ke kantin.
Kaki Arumi melangkah menuju warung kecil di pojokan. Chika bilang satu-satunya warung yang makanannya tidak gratis adalah di sana. Warung yang bertuliskan 'Warung Ibu' itu hanya menjual camilan serta minuman kemasan, berbeda dengan warung lainnya yang berjualan makanan berat.
"Bu, yang ini berapa ya?" tanya gadis itu sambil menunjuk sebuah roti coklat.
"Tiga ribu aja, Neng."
Arumi mengeluarkan uang lima puluh ribu dari sakunya. "Kalau begitu beli dua ya, bu. Oh, sama susu kotaknya deh satu."
Setelah menerima uang berwarna biru, wanita bertubuh gempal itu mengernyit. "Aduh, Neng, gak ada kembalian. Tunggu dulu ya, Ibu mau nukerin dulu ke sebelah tuh."
Sambil memasukkan jajanannya ke dalam kresek hitam, Arumi melirik deretan jajanan yang ada di hadapannya. "Oh, ada keripik singkong," serunya.
"IBU!! SI GANTENG DATANG NIH!!"
Arumi melirik ke arah suara. Matanya seketika membelalak ketika menyadari bahwa Gio sedang berjalan ke arahnya. Spontan gadis itu membuang muka kemudian berusaha menyembunyikan wajah di balik rambutnya.
"Kenapa harus dia sih?" gerutunya sebal sambil mengambil langkah pelan, menjauh.
Mendapati kalau pemilik warungnya tidak ada, Gio jadi mengerutkan kening. "Lah, si ibu kemana?" gumamnya pelan. Pemuda itu masih belum menyadari dengan keberadaan Arumi di sampingnya.
Berharap Gio tidak menyadari dirinya, Arumi berusaha menyembunyikan aura kehidupannya. Ia tidak bergerak sedikit pun dan berusaha mengatur napas. Bukan apa-apa, gadis itu hanya malas jika harus berurusan dengan pemuda itu lagi.
Ibu yang sudah selesai menukarkan uang itu segera kembali ke warungnya. Kala itu juga, ia melihat kalau pelanggan setianya sudah menunggu di depan warung.
"Ibu! Kemana aja sih? Udah nunggu nih dari tadi!" seru Gio ketika Ibu memasuki warungnya.
"Sabar atuh ari si ujang. Ibu teh abis nukerin uang buat kembaliannya si eneng."
Jantung Arumi otomatis berdebar saat si Ibu merujuk dirinya. Dengan ragu ia melirik wanita itu. Jangan sampai Gio mengenalinya, batinnya.
Seketika Gio melirik Arumi dan matanya melebar samar. Ia tidak mengenalinya, hanya saja pemuda itu terkejut karena sejak tadi tidak menyadari kehadirannya. Detik kemudian, ia kembali beralih pada wanita di hadapannya. "Yaudah, Bu, mana harta saya?" ucapnya sambil menyodorkan tangan.
Ibu yang sedang menghitung kembalian Arumi seketika menoleh lalu memberikan stoples berisi permen jahe kepada Gio. "Tah, Jang."
Gio tersenyum lebar sambil menatap stoples permen itu. Sedangkan si Ibu memberikan kembalian kepada Arumi. "Ini kembaliannya, Neng. Punten lama ya."
Setelah menerima uang kembalian itu lantas Arumi menggeleng. "Gapapa kok. Makasih ya, Bu." Gadis itu menunduk samar sebelum berbalik sambil menyimpan uangnya ke dalam saku.
Kepergian Arumi menarik atensi Gio, pemuda itu menoleh kemudian beralih pada si pemilik warung. "Tadi siapa, Bu? Masa dari awal saya gak sadar kalau dia ada di sebelah tahu." Ia bercerita sambil memeluk stoples permen di tangannya.
"Masa sih?" tanya si Ibu ragu lalu detik kemudian menggeleng. "Gak tahu atuh, Ibu juga baru lihat. Kayaknya anak baru," jelasnya seketika membuat Gio membulatkan mata sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be(Twins) [Slow Update]
JugendliteraturSetelah kepergian ibunya, Arumi menginginkan kehidupan yang tenang. Namun, bagaimana jadinya jika ia malah terlibat dalam rahasia dua orang pemuda yang akan membuat hidupnya jauh dari kata tenang? ©Pinterest #1 bff 011124