Terdapat penggunaan bahasa kasar dalam bab ini, dimohon kebijakannya.
~~~
Teriknya matahari membuat banyak siswa lebih memilih untuk berdiam diri di kelasnya masing-masing. Oleh karena itu, sekolah yang biasanya ramai saat jam istirahat kini tampak sepi. Namun, di tengah semua itu, Gio memilih duduk di bawah bayang-bayang bangunan di rooftop. Dengan beralaskan kardus, pemuda itu termenung sembari memeluk lututnya erat.
"Lo suka sama Arumi kan? Yaudah, jauhin dia."
"Kenapa? Lo gak mau kan kalau dia kena masalah karena lo?"
"Justru karena lo suka, lo jadi gak perlu bimbang lagi. Semuanya kan demi dia."
"Lo harusnya inget, semua orang yang ada di sekitar lo gak akan pernah bisa bahagia selama lo ada."
"Argh!" Gio mengibas-ngibaskan tangannya di atas kepala seolah mengusir sesuatu. "Enyah aja lo sana! Yang jauh!"
Tidak cukup hanya dengan tangannya, ia bahkan mengekspresikan kekesalannya dengan seluruh tubuh, sampai akhirnya ia tanpa sengaja malah membenturkan belakang kepalanya ke dinding.
Gio segera menghentikannya tingkah konyolnya itu. "Akh ...." Dengan dramatis ia menyentuh kepalanya yang terbentur dan perlahan berbaring menyamping.
Sambil merasakan kepalanya yang berdenyut, Gio terdiam dengan tatapan menerawang. Ia menghela napas panjang dan bergumam dengan bibir mengerucut, "Dikira gue bodoh kali ya?"
Beberapa saat kemudian, ia melipat kedua tangannya di dada lalu memejamkan mata-berniat untuk tidur.
"Kyaaa ...!"
Belum semenit berlalu, rencananya seketika gagal. Teriakan nyaring seseorang membuatnya refleks membelalak. Jantungnya pun langsung disko tidak karuan di dalam sana. Begitu bangkit, Chika yang melongo sudah berdiri tak jauh darinya.
"Lo-"
"Woy! Gue kira lo itu mayat tahu gak?!" Chika menunjuknya heboh sembari menutup mulut dengan tangan kirinya.
Gio yang masih memegangi dadanya lantas mengerjap-ngerjap. "Mayat dari segi mananya sih?" tanyanya sambil mengerutkan dahi.
"Lo bayangin dong! Di cuaca sepanas ini, di rooftop, tiba-tiba di depan lo ada orang yang meringkuk, apa gak kaget lo? Hampir aja gue jantungan tadi!"
Gio menghembuskan napasnya lelah dan beringsut duduk. Ia menepuk dadanya dua kali dengan frustrasi. "Ada juga gue yang jantungan! Lo tahu senyaring apa jeritan lo tadi?"
Chika mendelik tajam. "Lagian aneh banget sih ... pas orang-orang pada ngadem, lo malah panas-panasan di sini."
"Chik, lo butuh kaca?" tanya Gio sarkastik membuat Chika mencibir kesal.
Tanpa banyak bicara, Gio menggeser duduknya dan Chika pun menduduki tempat kosong di sampingnya. Mereka kompak memeluk lututnya masing-masing, menjaga agar kakinya tetap berada dalam bayang-bayang bangunan.
"Kemana aja lo?" tanya Chika setelah beberapa saat sibuk dengan pikirannya sendiri.
Gio terdiam sejenak sebelum akhirnya menoleh. "Kapan?"
Chika tidak langsung menjawab ataupun menoleh. Di sela-sela waktu tersebut, banyak pikiran yang muncul di benaknya. Setelah mencoba memilahnya satu per satu, ia baru menoleh dan membalas tatapan Gio. Namun, gadis itu tidak memberikan jawaban apapun.
Gio mengerjap lalu kembali menghadap ke depan. Ia bergumam panjang. "Ada," jawabnya kemudian. "Gue gak kemana-mana." Senyumnya mengembang samar.
Chika menelengkan kepala seolah meragukan, tetapi Gio mengangguk untuk meyakinkannya. Chika menarik napasnya pelan sebelum akhirnya membuang muka. Setelah itu, suasana kembali hening. Mereka seolah-olah sibuk bergelut dengan isi kepalanya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be(Twins) [Slow Update]
Teen FictionSetelah kepergian ibunya, Arumi menginginkan kehidupan yang tenang. Namun, bagaimana jadinya jika ia malah terlibat dalam rahasia dua orang pemuda yang akan membuat hidupnya jauh dari kata tenang? ©Pinterest #1 bff 011124