Arumi mengucek matanya pelan sembari menguap kecil. Sebenarnya masih mengantuk, tetapi ia tidak bisa tidur lagi setelah terbangun satu jam lebih awal karena mimpi buruk. Suara sesuatu yang terjatuh membuatnya seketika tersadar. Sepertinya berasal dari dapur. Segera Arumi menghampiri asal suara.
"Loh, Tante?" Arumi terkejut saat mendapati Mila yang sedang memasak di dapur.
"Eh, kamu udah bangun?" tanya tantenya sambil memotong wortel.
Melihat dapur yang berantakan beserta piring-piring yang sudah rapi di meja makan, Arumi lantas mendekat. "Tante selalu masak jam segini?"
Mila yang sibuk memotong-motong sayuran hampir saja mengiyakan pertanyaan Arumi jika ia tidak segera tersadar. "Nggak kok, kebetulan aja Tante bangun kepagian hari ini." Ia tersenyum sambil diam-diam bernapas lega. Jika saja tadi ia menjawab 'iya', bisa-bisa apa yang ada dibayangannya akan terjadi besok.
Arumi menatap Mila dengan wajah sendu. Mila yang menyadari itu lantas berkata, "Udah sana mandi. Nanti bangunin Denis terus ke sini lagi ya."
"Tapi Tante—"
"Udah-udah, sana. Apa kamu mau masak air dulu buat mandi?" tanyanya seketika Arumi langsung menggeleng.
"Gausah, Tante." Akhirnya Arumi pun pergi dengan langkah berat.
Sepeninggal Arumi lantas Mila menggeleng. "Arum-Arum ... kenapa kamu belum berubah aja sih?"
Tiga puluh menit sudah berlalu dan sekarang Arumi sudah rapi. Setelah menggendong ranselnya, ia pun turun untuk sarapan.
Melihat hanya ada Denis yang sudah berseragam lengkap duduk di meja makan, ia lantas bertanya, "Tante udah berangkat, Kak?"
Denis mengangguk dengan mulutnya yang penuh. Setelah itu Arumi pun duduk dan mulai makan.
Berbeda dari biasanya, hari ini Mila membuat sayur sop. Karena itu Arumi merasa tidak enak. Padahal tantenya sibuk tetapi malah membuat masakan yang memakan banyak waktu.
Denis sudah selesai makan, begitu juga Arumi. Setelah menyimpan piring kotor di wastafel, gadis berambut pendek itu pun berjalan menuju kamarnya untuk mengambil ransel. "Lo tunggu luar aja, biar gue yang ngunci pintu," ujarnya pada Arumi sambil berlalu.
"Nanti, Kak."
Denis berhenti dan menoleh.
Arumi baru selesai cuci tangan. "Aku cuci piring dulu," ucapnya.
"Gausah, biasanya juga nanti Mama yang ngerjain."
"Tapi—"
"Lo kalau lama gue tinggal," ucap gadis itu sebelum pergi.
Arumi menatap kepergian kakaknya lalu melirik piring kotor di wastafel. Ia menghembuskan napas panjang sebelum melangkah keluar dari dapur.
~~~~
Hari ini Chika tidak berangkat sekolah. Dari surat yang datang tertulis kalau ia sakit. Arumi tidak tahu ia sakit apa karena sejak kemarin Chika tidak pernah membalas pesannya.
"Arumi."
Arumi menghentikan aktivitasnya lalu menoleh.
Dea dengan dua teman yang lain tersenyum padanya. "Kita mau ke kantin sultan, lo mau ikut?" tanyanya.
Arumi mengerjapkan mata terkejut. Setelah terdiam beberapa saat, ia jadi tersenyum. "Makasih ya udah ngajakin gue. Tapi maaf ... hari ini gue mau ke kantin rakyat."
Dea tampak terkejut dengan penolakan itu. Namun ia lantas mengangguk. "Gapapa kok. Yaudah ya, gue duluan." Arumi hanya membalasnya dengan anggukan. Setelah itu mereka pun pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be(Twins) [Slow Update]
Teen FictionSetelah kepergian ibunya, Arumi menginginkan kehidupan yang tenang. Namun, bagaimana jadinya jika ia malah terlibat dalam rahasia dua orang pemuda yang akan membuat hidupnya jauh dari kata tenang? ©Pinterest #1 bff 011124